Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Penularan dan Kematian akibat DBD
Risiko penularan dan kematian akibat demam berdarah dengue di Indonesia semakin meningkat akibat perubahan iklim.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia merupakan salah satu negara endemis demam dengue. Risiko penularan dan kematian akibat dengue pun menjadi tinggi. Risiko itu semakin meningkat akibat dampak dari perubahan iklim. Karena itu, adaptasi demam dengue mutlak dilakukan, terutama untuk mencegah kematian akibat penyakit tersebut.
Data Kementerian Kesehatan per 18 Maret 2024 menunjukkan, total kasus demam berdarah dengue (DBD) sampai minggu ke-11 tahun 2024 mencapai 35.556 kasus dengan 290 kematian. Jumlah itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2023 pada periode yang sama. Kasus demam berdarah dengue pada minggu ke-11 tahun 2023 dilaporkan 15.886 kasus dengan 118 kematian.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi dalam acara talkshow #Ayo3MPlusVaksinDBD, di Jakarta, Kamis (21/3/2024), mengatakan, dampak perubahan iklim telah membuat siklus hujan menjadi berubah. Jika biasanya siklus dengue mengikuti siklus musim hujan lima tahunan, saat ini tidak lagi terjadi. Sebab, hujan bisa terjadi sepanjang tahun.
”Apalagi, sekarang ini hujan yang terjadi juga tidak bisa ditebak. Pada satu hari bisa muncul hujan deras, 3-4 hari kemudian (cuacanya) panas. Ini yang justru menyebabkan terjadi genangan yang bisa menjadi sarang nyamuk. Itu akan membuat semakin banyak nyamuk yang berkembang biak,” tuturnya.
Imran menuturkan, tahun 2024 ini diperkirakan risiko penularan demam berdarah dengue akan semakin meningkat. Suhu global diperkirakan lebih panas dengan frekuensi hujan yang cenderung lebih sering.
Kondisi ini memunculkan banyak sarang nyamuk dari genangan air. Suhu yang panas juga membuat nyamuk Aedes aegypti 2,5 kali lebih ganas.
Imran mengatakan, peningkatan kasus dengue pada 2024 telah dilaporkan setidaknya di 18 provinsi. Itu, antara lain, Sumatera, Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.
Apalagi sekarang ini hujan yang terjadi juga tidak bisa ditebak. Pada satu hari bisa muncul hujan deras, 3-4 hari kemudian (cuacanya) panas. Ini yang justru menyebabkan terjadi genangan yang bisa menjadi sarang nyamuk.
Adapun kasus DBD tertinggi hingga minggu ke-11 tahun 2024 dilaporkan di Kota Bandung (1.301 kasus), Kota Kendari (1.195 kasus), Kabupaten Bandung Barat (955 kasus), Kota Bogor (939 kasus), dan Kabupaten Subang (824 kasus). Sementara kasus kematian tertinggi di Kabupaten Jepara (20 kasus), Kabupaten Bandung (14 kasus), Kabupaten Subang (13 kasus), Kabupaten Kendal (10 kasus), dan Kabupaten Blora (9 kasus).
“Kasus kematian yang cukup tinggi di beberapa wilayah di Jawa Tengah ini mungkin bisa terjadi karena adanya koinsidensi dengan kejadian banjir pantura. Kejadian itu turut membuat akses ke fasilitas kesehatan menjadi terhambat,” tutur Imran.
Deteksi dini
Ia mengatakan, sebagai negara endemis dengue dengan dampak perubahan iklim yang semakin nyata, Indonesia harus lebih kuat dalam upaya pengendalian demam berdarah dengue. Sebab, risiko penularan dari gigitan nyamuk vektor pembawa virus dengue akan terus terjadi.
Karena itu, selain memperkuat upaya pengendalian vektor melalui gerakan 3M plus atau menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat penampungan air, dan mendaur ulang berbagai barang yang berpotensi jadi sarang nyamuk, deteksi dini demam berdarah dengue menjadi sangat penting. Deteksi dini ini pula yang menjadi bentuk adaptasi dari risiko penularan dengue.
Deteksi dini menjadi upaya yang efektif untuk mencegah risiko kematian. Masyarakat diharapkan segera melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan jika dicurigai adanya penularan demam berdarah dengue.
Gejala demam berdarah dengue, antara lain, demam tinggi yang terjadi mendadak, nyeri otot, sakit kepala parah, mual dan muntah, kelelahan, serta penurunan napsu makan. Apabila gejala tersebut terjadi, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan demam berdarah di fasilitas kesehatan.
Saat ini, pemeriksaan demam berdarah dapat dilakukan melalui tes antigen NS1 dengue. Tes ini merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan protein non-struktural 1 (NS1) yang merupakan salah satu protein yang dimiliki virus dengue.
”Kasus demam berdarah harus ditemukan sedini mungkin. Hal itu penting karena sampai saat ini belum ada terapi spesifik yang diberikan untuk DBD. Jika ditemukan seawal mungkin, tata laksana bisa lebih baik sehingga risiko kematian bisa dicegah,” kata Imran.
Inovasi
Pemerintah telah menyusun sejumlah strategi dalam pengendalian dengue di Indonesia. Setidaknya ada enam strategi yang telah disiapkan, yakni penguatan manajemen vektor, peningkatan akses dan mutu tata laksana dengue, penguatan surveilans dengue, peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan, penguatan komitmen pemerintah dan kemitraan, serta pengembangan kajian, riset, dan inovasi.
Terkait dengan inovasi, kini setidaknya sudah dilakukan sejumlah pengembangan teknologi pengendalian dengue melalui pengembangan nyamuk Wolbachia dan vaksin dengue. Implementasi nyamuk Wolbachia telah dijalankan di lima kota, yakni Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang, dan Bontang. Evaluasi masih akan dilakukan dalam pelaksanaan uji coba nyamuk Wolbachia tersebut.
Selain itu, pengembangan vaksin dengue pun menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam implementasi inovasi pengendalian dengue. Sudah ada dua vaksin dengue yang mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni vaksin Dengvaxia produksi Sanofi Pasteur dan vaksin QDenga produksi Takeda.
Vaksin Dengvaxia dapat diberikan untuk individu usia 9-16 tahun dengan jumlah tiga dosis. Pemberiannya memerlukan penapisan awal terkait status serologi. Sementara vaksin QDenga dapat diberikan pada kelompok usia 6-45 tahun yang diberikan dalam dua dosis dengan interval tiga bulan. Pemberian vaksin QDenga ini tidak memerlukan penapisan awal.
”Vaksin dengue belum menjadi program nasional. Namun, masyarakat bisa mengaksesnya secara mandiri. Selain itu, pemerintah daerah yang berkomitmen untuk mengendalikan dengue di daerahnya juga bisa berinisiatif untuk memberikan vaksin ini ke masyarakat, seperti yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kalimantan Timur,” tutur Imran.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyampaikan, adanya vaksin dengue diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia untuk mengendalikan penularan dengue, khususnya dalam upaya pencegahan. Lewat vaksin dengue, beban biaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk penanganan dengue bisa ditekan.
Mengutip data BPJS Kesehatan, pembiayaan untuk dengue pada 2023 mencapai Rp 1,3 triliun. Saat ini, masyarakat dapat mengakses vaksin QDenga dengan harga sekitar Rp 1,1 juta untuk dua dosis.