Awan Penggerak Tawarkan Solusi Keterbatasan Internet bagi Guru 3T
Sistem luring berisi sumber dan media belajar bagi para guru dan tenaga kependidikan di daerah 3T tanpa internet.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pendidikan berbasis internet yang berniat memudahkan justru jadi merepotkan bagi guru dan tenaga kependidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar karena keterbatasan akses internet. Kehadiran sistem yang bisa diakses tanpa internet diharapkan para pendidik di pelosok negeri.
Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Awan Penggerak, sistem luring berisi sumber dan media belajar bagi para guru dan tenaga kependidikan.
Sistem baru tersebut terhubung dengan materi mengajar dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM) agar semua memiliki kesempatan sama untuk mengakses fasilitas dari pemerintah pusat.
”Dengan demikian, ibu dan bapak bisa mengakses materi pengajaran yang berkualitas tanpa jaringan internet. Besar harapan saya, Awan Penggerak ini dimanfaatkan maksimal para guru,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi Nadiem Makarim melalui konferensi video di Kemendikbudristek, Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani menuturkan, Awan Penggerak berisi sumber dan materi ajar dari PMM dan sumber lain yang bisa diakses secara luring untuk pengembangan kompetensi pendidik. Hal ini diharapkan menjawab keluhan terkait PMM dari para guru.
49,56 persen satuan pendidikan di daerah khusus mengalami kendala internet.
Sistem ini diinisiasi 11 Unit Pelaksana Teknis Kemendikbudristek di pusat dan daerah dan dirancang sejak Desember 2022, serta didiskusikan pada Februari 2023. Lalu, perencanaan itu disepakati jadi awan penggerak pada Maret 2024 untuk solusi pemerataan pendidikan hingga ke pelosok.
Menurut Nunuk, Awan Penggerak sudah diuji coba di enam daerah, yakni Lampung, Maluku, Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Tambrauw.
Uji coba tersebut diklaim mendapatkan respons positif dari para guru yang menggunakannya. Selanjutnya, dinas provinsi lain, khususnya di daerah khusus, diharapkan mendorong guru dan tenaga pendidiknya untuk memanfaatkan sistem ini.
Daerah khusus yang terkendala jaringan internet merupakan satuan pendidikan di luar daerah khusus, tetapi memiliki kecepatan internet di bawah 2 MBps berdasarkan Data Pokok Pendidikan per Desember 2023.
Sebanyak 15,9 persen satuan pendidikan di Indonesia belum memiliki akses internet dan 49,56 persen satuan pendidikan di daerah khusus mengalami kendala internet.
”Diharapkan nantinya guru di daerah khusus dan atau satuan pendidikan yang mengalami kendala jaringan internet memiliki kompetensi sama dengan guru di daerah reguler untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka,” ujar Nunuk.
Aktor penggerak
Bagi pemangku kepentingan, Awan Penggerak bisa mengoptimalkan peran pemangku kepentingan meningkatkan mutu guru dan pembelajaran. Sebab, hal itu juga menitikberatkan pelibatan aktor penggerak dan mitra pendidikan lainnya untuk mengoptimalkan pemanfaatannya.
Direktur Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Kemendikbudristek, Putra Asga Elevri memaparkan, Awan Penggerak akan dilaksanakan melalui beberapa tahapan, mulai dari pengembangan sistem hingga bimbingan teknis bagi calon pelatih.
Sejumlah tahapan lainnya ialah pelatihan kepada guru dan tenaga kependidikan, serta aktor penggerak; implementasi dan pendampingan pemanfaatan sistem di setiap satuan pendidikan sasaran; dan pelaksanaan refleksi.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai, keberadaan sistem ini sebagai solusi atas masalah pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab, PMM yang bergantung pada internet menyulitkan guru dan tenaga kependidikan di daerah 3T.
”Namun, kami menyayangkan kebijakan ini sangat terlambat. Sebab, dari 2020-2024, beragam aplikasi dari kementerian semuanya mensyaratkan terhubung internet secara terus-menerus,” kata Iman.
Selain itu, pihaknya mengusulkan pemerintah agar menyiapkan intranet di tiap sekolah terpencil. Misalnya, dalam Asesmen Nasional (AN), sekolah terpencil tak diwajibkan terhubung dengan internet. Hal ini harus dilakukan dengan membuat sistem AN secara terputus yang memiliki sistem keamanan berbeda.