Senjata Baru Terapi Kanker Paru Sel Kecil Ditawarkan
Terapi Serplulimab menjadi harapan baru yang dapat meningkatkan kesintasan hidup bagi pasien kanker paru sel kecil.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus kanker paru sel kecil atau small-cell lung cancer hanya sekitar 15 persen dari semua kanker paru yang ditemukan. Meski jumlahnya sedikit, kanker paru jenis ini membutuhkan perhatian khusus.
Sebab, pertumbuhan dan penyebaran sel kanker di tubuh lebih cepat dibandingkan jenis kanker paru nonsel kecil. Pilihan terapinya pun masih terbatas. Karena itu, pengembangan terbaru melalui pemberian terapi Serplulimab diharapkan bisa menjadi harapan baru bagi pasien kanker paru sel kecil.
Pengajar Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Andhika Rachman, menuturkan, tingkat kesintasan dari pasien kanker paru sel kecil cukup rendah. Jika tidak mendapatkan terapi, pada kondisi metastasis atau kondisi sel kanker yang sudah menyebar ke berbagai organ, harapan hidup pada pasien kanker paru jenis ini hanya sekitar tiga bulan.
Sementara dari hasil penelitian terbaru, pemberian Serplulimab dan kemoterapi menunjukkan harapan hidup selama dua tahun pada pasien dengan metastasis mencapai 43,1 persen. “Itu artinya lima dari sepuluh pasien kanker small-cell yang sudah metastasis dalam dua tahun masih hidup dalam stadium lanjut. Ini bisa jadi senjata baru yang bisa digunakan saat ini,” tuturnya dalam konferensi pers terkait terobosan imunoterapi bagi pasien kanker paru di Jakarta, Sabtu (9/3/2024).
Berdasarkan data Globocan 2020, jumlah kasus baru kanker paru di Indonesia menempati urutan ketiga sebesar 8,8 persen dengan 34.783 kasus. Dari seluruh jumlah kasus paru yang terlaporkan sekitar 15 persen merupakan kanker paru jenis sel kecil. Penyebaran kanker paru sel kecil lebih cepat dibandingkan dengan kanker paru nonsel kecil.
Terapi Serplulimab belum dapat diakses melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Andhika mengatakan, Serplulimab pada dasarnya bekerja untuk menghambat sel PD-1 (death protein-1). Terapi ini diberikan untuk mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan menghambat pertumbuhan sel kanker.
Saat ini, imunoterapi dengan Serplulimab diberikan bersamaan dengan kemoterapi. Terapi ini dilakukan pada pasien kanker paru sel kecil dengan kanker tingkat tinggi kestabilan mikrosatelit (MSI) yang sudah bermetastasis pada stadium ekstensif.
Menurut Andhika, tersedianya terapi Serplulimab menjadi harapan baru bagi pasien. Dengan terapi ini harapan hidup pasien bisa semakin tinggi. Selain itu, pilihan terapi untuk pasien kanker paru sel kecil masih terbatas.
“Pengobatan imunoterapi dapat bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh manusia untuk menyerang sel kanker atau memberi komponen sistem kekebalan bagi tubuh untuk membantu membunuh sel kanker,” tutur Andhika.
Presiden Direktur PT Kalbe Genexine Biologics (KGBio) Sie Djohan menyampaikan, Serplulimab sudah dapat diakses oleh masyarakat di Indonesia. Serplulimab merupakan hasil kolaborasi antara Kalbe dengan Shanghai Henlius Biotech, Inc, China. Obat ini sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Desember 2023.
Akan tetapi, terapi Serplulimab belum dapat diakses melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Usulan telah disampaikan pada komite formularium nasional JKN dan masih dalam proses evaluasi. Diharapkan, terapi ini bisa segera diakses oleh peserta JKN agar pemanfaatannya bisa semakin luas.
Tata laksana
Ketua Perhimpunan Dokter Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) Tubagus Djumhana Atmakusuma menuturkan, tata laksana kanker paru perlu dilakukan secara komprehensif. Berbagai upaya perlu dioptimalkan. Hal ini bisa dimulai dari upaya promotif dan preventif melalui edukasi terkait kanker paru hingga tindakan kuratif melalui metode pengobatan presisi yang salah satunya dilakukan dengan imunoterapi.
Ia mengatakan, kesadaran untuk deteksi dini juga amat penting karena sebagian besar kasus baru ditemukan pada stadium akhir. Lebih dari 50 persen kasus kanker paru yang terdiagnosis kanker paru memiliki angka kesintasan kurang dari satu tahun setelah terdiagnosis.
“Kanker paru-paru ini merupakan kanker dengan jumlah kasus terbanyak ketiga. Namun pada laki-laki, kanker ini yang paling banyak ditemukan. Kebiasaan merokok menjadi salah satu faktor risiko utamanya,” kata Tubagus.