Narasumber utama sekarang lebih suka berbicara dalam siniar di media sosial daripada berdialog di televisi.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Disrupsi digital membuat kedudukan televisi mulai terganggu karena keberadaan media sosial mengubah kebiasaan masyarakat dalam memperoleh informasi dan hiburan. Penontonnya mulai berkurang dan narasumber pun mulai bergeser ke media sosial. Lembaga penyiaran publik dan swasta harus bersiasat agar bisa menghadapi perubahan ini.
Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2023 menunjukkan, program siaran yang paling banyak ditonton masyarakat adalah infotainment dan sinetron. Padahal, kualitasnya hanya 2,8 untuk infotainment dan 2,7 untuk sinetron.
Infotainment dan sinetron menjadi sorotan. Sebab, selama sembilan tahun IKPSTV digelar, kualitasnya selalu berada di bawah standar. Berbagai masalah yang sama selalu muncul, mulai dari masalah faktual, privasi, konflik, provokatif, norma, hingga etika.
Para narasumber utama sekarang lebih suka diundang berbicara dalam siniar di media sosial daripada berdialog di televisi.
Sementara itu, program siaran yang berkualitas dari yang tertinggi ada program religi (3,53), talkshow (3,46), wisata dan budaya (3,44), berita (3,31), variety show (3,2), dan anak (3,18). Survei ini dilakukan KPI bekerja sama dengan 12 perguruan tinggi negeri di 12 kota di Indonesia.
Komisioner KPI Bidang Kelembagaan sekaligus Penanggung Jawab Program IKPSTV, Amin Shabana, mengungkapkan, fenomena ini muncul karena tingkat literasi media masyarakat yang juga rendah. Hal ini membuat tayangan yang tidak berkualitas justru lebih banyak ditonton. Namun, belakangan penonton juga semakin kritis, konten-konten tayangan televisi yang tidak ”berisi” mulai ditinggalkan.
Selain itu, ada juga kecenderungan masyarakat mulai jenuh dengan konten-konten di media sosial sehingga ini harus dimanfaatkan oleh televisi untuk membuat program siaran yang berkualitas. Dengan begitu, diharapkan penonton akan kembali dan secara bisnis media televisi akan kembali sehat.
”Ini harus dijadikan peluang media penyiaran. Ketika kita ingin bertarung dengan konten di media sosial, maka media penyiaran juga harus meningkatkan isi kontennya. Jadi, konten harus dilawan dengan konten,” tutur Amin dalam peluncuran IKPSTV di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan, disrupsi digital sangat berpengaruh pada media konvensional sehingga harus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Televisi semakin ditinggalkan penonton dan narasumbernya walau secara jangkauan dan dampak kepada audiens masih cukup luas.
”Para narasumber utama sekarang lebih suka diundang berbicara dalam siniar di media sosial daripada berdialog di televisi. Ini tantangan buat kita semua, terutama pengelola televisi untuk meyakinkan kembali para narasumber kelas satu untuk mau datang ke studio,” ucap Usman.
Sebagai refleksi
Ketua KPI Ubaidillah mengatakan, IKPSTV ini bukan sekadar pemeringkatan program televisi mana yang paling berkualitas, melainkan juga refleksi atas kualitas tayangan televisi yang menghiasi layar kaca masyarakat sehari-hari. Dia berharap lembaga penyiaran publik dan swasta bisa terus meningkatkan kualitas siaran.
”Saya meyakini hasil indeks KPI ini bukan lembaran wahyu dari langit yang harus dipatuhi dengan absolut, tetapi ikhtiar yang menjadi penjamin kebenaran mana televisi yang berkualitas atau tidak,” ucap Ubaidillah.
Dia mengkritisi banyaknya televisi yang menyadur konten-konten dari media sosial tanpa melakukan verifikasi. Padahal, seharusnya televisi menjadi penyaring informasi yang benar kepada masyarakat. Sering kali KPI juga mengurusi aduan kepada lembaga penyiaran yang mengambil konten tersebut tanpa izin dari pengguna media sosial pencipta konten tersebut.
Assistant Vice President Public Relations NET TV Nugroho Agung Prasetyo mengakui, media televisi saat ini terus digempur disrupsi digital. Mereka terus berupaya untuk kreatif menjaring penonton tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku.
”Bisa dibayangkan bagaimana kami di NET TV berjuang untuk kreatif mengembangkan program kami,” kata Nugroho.
Program anak
Rustono Farady Marta dari Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (PP ISKI) mengatakan, indeks kualitas tayangan program siaran anak di televisi Indonesia semakin membaik. Dari 2,95 poin pada 2018, lalu naik menjadi 3,32 pada 2021, dan terakhir menurun sedikit menjadi 3,26 pada 2023.
Walau begitu, tayangan dengan klasifikasi R untuk khalayak remaja usia 13-17 tahun masih belum terpenuhi. Program siaran televisi untuk anak masih didominasi klasifikasi P (2-6 tahun) dan A (7-12 tahun).
”Padahal, bonus demografi kita untuk Indonesia Emas 2045 ini nantinya remaja mengambil peran penting sehingga saran kami ada indeks yang khusus untuk siaran remaja,” kata Rustono.