Kematian akibat Demam Berdarah pada Awal Tahun Ini Lebih Tinggi
Kasus demam berdarah di Indonesia hingga minggu ke-8 tahun 2024 sebesar 15.977 kasus dengan 124 kematian.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus demam dengue pada awal tahun ini menunjukkan peningkatan jumlah dan kematian. Masyarakat diimbau untuk semakin waspada akan penularan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti tersebut. Sistem kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan dari fasilitas kesehatan pun diperlukan untuk mencegah peningkatan kasus serta adanya kejadian luar biasa.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi, dihubungi di Jakarta, Senin (4/3/2024), mengatakan, terjadinya El Nino yang bersuhu panas dan kering diikuti dengan La Nina yang disertai hujan akan berdampak pada perkembangan tempat perindukan nyamuk dan penetasan telur nyamuk. Hal tersebut menyebabkan risiko penularan demam dengue menjadi tinggi.
”Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang penularannya sangat dipengaruhi oleh iklim. Cuaca ekstrem seperti El Nino yang kering dan bersuhu tinggi akan menyebabkan peningkatan gigitan nyamuk,” tuturnya.
Dari data Kementerian Kesehatan, kasus demam berdarah dengue pada Januari 2024 dilaporkan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Januari 2024 setidaknya ada 14.484 kasus DBD yang dilaporkan dengan 111 kematian. Sementara itu, pada Januari 2023, kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 12.502 kasus dengan 101 kematian. Adapun total kasus DBD di Indonesia hingga minggu ke-8 tahun 2024 sebesar 15.977 kasus dengan 124 kematian.
Kasus DBD paling tinggi dilaporkan di Kota Kendari (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Bone Bolango (Gorontalo), Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan), Kota Banjarbaru (Kalimantan Selatan), dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Kalimantan Selatan). Sementara kasus kematian dilaporkan paling tinggi terjadi di Kota Salatiga (Jawa Tengah), Kabupaten Kendal (Jawa Tengah), Kota Pariaman (Sumatera Barat), Kabupaten Pesisir Barat (Lampung), dan Kabupaten Blora (Jawa Tengah).
Imran menuturkan, upaya penanggulangan demam dengue harus terus diperkuat. Penguatan itu terutama pada pemberdayaan masyarakat dalam gerakan pemberantasan sarang nyamuk atau PSN. Upaya itu dilakukan dengan 3M plus, yakni menguras bak penampungan air, menutup wadah air, serta mendaur ulang barang-barang bekas yang bisa menampung air sebagai tempat nyamuk bertelur. Langkah lain, memasang kasa nyamuk serta memberantas jentik dengan larvasida.
Selain itu, gerakan satu rumah satu jumantik juga perlu dilakukan secara masif. Lewat gerakan ini, setiap rumah harus memiliki satu anggota keluarga yang berperan sebagai juru pemantau jentik (jumantik). Tugas jumantik adalah memeriksa dan memastikan tidak ada jentik nyamuk di rumah.
Deteksi awal dan akses pada pelayanan kesehatan yang baik juga menjadi kunci utama untuk menurunkan angka kematian.
”Kegiatan ini harus dilakukan secara masif, terorganisasi, berkesinambungan, dan terukur untuk mencapai angka bebas jentik. Targetnya, angka bebas jentik bisa mencapai lebih dari 95 persen untuk setiap desa, kecamatan, dan kabupaten atau kota,” katanya.
Imran pun mendorong setiap fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit dan klinik swasta, bisa memperkuat sistem kewaspadaan dini dan kesiapsiagaannya dalam menghadapi kasus demam berdarah dengue. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus segera melaporkan kasus demam berdarah yang ditemukan. Pelaporan ini sangat penting untuk mencegah adanya peningkatan kasus di suatu lingkungan serta kejadian luar biasa.
Ia menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya kasus asimtomatis atau tidak bergejala. Kasus penularan DBD tanpa gejala juga bisa berisiko menularkan. Kasus ini merupakan porsi terbesar, berkisar 60-80 persen dari seluruh jumlah kasus DBD.
Penetapan kejadian luar biasa
Imran menuturkan, kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue ditetapkan oleh pemimpin daerah di tingkat kabupaten atau kota. KLB bisa ditetapkan apabila terjadi suatu penyakit menular tertentu, termasuk DBD yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal di suatu daerah.
KLB juga bisa ditetapkan apabila jumlah penderita baru selama satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dengan angka rata-rata pada bulan sebelumnya. KLB dapat ditetapkan pula jika angka kematian di suatu daerah terhadap suatu penyakit naik 50 persen atau lebih dibandingkan angka kematian pada periode sebelumnya.
”Jika sudah ada penetapan KLB, penanggulangannya akan menggunakan anggaran APBD dan BPJS tidak menanggung pembiayaan pengobatan. Hal ini yang membuat daerah sering dihadapkan pada keputusan dilematis. Sinkronisasi peraturan dan koordinasi diperlukan agar kasus dapat dilayani secara baik. Meski begitu, daerah tidak seharusnya terlambat menetapkan KLB,” ujar Imran.
Pengendalian
Secara terpisah, Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, menuturkan, pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue bergantung pada pengendalian vektor, yakni nyamuk Aedes aegypti. Upaya pengendalian tersebut menjadi kunci utama pencegahan penularan penyakit tersebut.
Apabila sudah telanjur jatuh sakit, tidak ada obat yang spesifik dapat diberikan untuk membunuh virus dengue. Deteksi awal dan akses pada pelayanan kesehatan yang baik juga menjadi kunci utama untuk menurunkan angka kematian.
”Sesuai dengan rekomendasi WHO pada 2023, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain penanganan vektor kontrol yang efektif, surveilans entomologi (terkait zoologi), jaminan ketersediaan laboratorium, penanganan kasus, peningkatan surveilans kasus, serta komunikasi risiko dan pelibatan aktif masyarakat,” katanya.