Publikasi Ilmiah Mesti Kembangkan Iptek dan Pembangunan
Publikasi ilmiah tak sekadar untuk memenuhi target, tetapi menghadirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan publikasi ilmiah bereputasi internasional dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian Indonesia perlu ditingkatkan tidak hanya dari sisi kuantitas, tetapi juga kualitas. Peningkatan publikasi ilmiah dari hasil riset yang berkualitas diharapkan memberikan dampak pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan.
”Indonesia sudah sangat luar biasa dalam jumlah publikasi perguruan tinggi, jauh di atas negara Asia Tenggara. Namun, kualitas publikasi masih perlu ditingkatkan. Kita dapatkan posting di media sosial yang mem-bully bahwa publikasi ilmiah banyak, tapi di jurnal abal-abal dan predator. Ini tidak boleh dibiarkan karena penting untuk meningkatkan kualitas publikasi,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam di acara Editage Indonesia Research Summit di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Menurut Nizam, salah satu ukuran kualitas publikasi adalah jurnal yang dipakai untuk publikasi yang bereputasi. Untuk itu, tidak ada jalan pintas bagi dosen dan peneliti untuk mengirimkan publikasi di jurnal ilmiah bereputasi.
”Publikasi ilmiah ini untuk mengomunikasikan penelitian berkualitas. Publikasi lewat penerbit berkelas dunia untuk memperkuat dan meningkatkan mutu secara nasional dan mempertahankan kuantitas, tetapi juga kualitas dan relevansi untuk pengembangan iptek dan pembangunan di Tanah Air,” ujar Nizam.
Editage, bagian dari Cactus Communications, menyelenggarakan Indonesia Research Summit 2024 untuk kedua kalinya setelah kegiatan pertama digelar di Yogyakarta. Global Head of Marketing Editage, Ruchi Chauhan, mengatakan, diskusi panel bersama dengan para akademisi yang bertajuk Meningkatkan Dampak Penelitian Universitas di Kancah Global bertujuan untuk mendukung posisi Indonesia dalam memperkuat penelitian dan inovasi di kancah global.
”Kami hadir untuk membantu para peneliti, dosen, dan perguruan tinggi guna meningkatkan reputasi dan volume publikasi penelitian akademis di negara ini,” kata Ruchi.
Menurut Ruchi, Indonesia berupaya untuk meningkatkan peringkat universitas di kancah global. Hal ini salah satunya dilihat dari penelitian dan inovasi serta publikasi ilmiah. Namun, banyak kendala bagi peneliti dan dosen untuk meningkatkan publikasi ilmiah internasional, mulai dari masalah bahasa, penulisan, kolaborasi riset internasional, hingga pendanaan.
”Kami memberikan pendampingan di berbagai aspek yang dibutuhkan untuk meningkatkan potensi publikasi ilmiah peneliti dan dosen Indonesia ke kancah global. Kami memiliki jaringan ke skala global dan bisa berdampak pada sitasi dan kolaborasi secara kuantitas dan kualitas,” ujar Ruchi.
Editage telah mendukung lebih dari 35.000 jurnal dan penelitian di seluruh dunia selama lebih dari dua dekade. ”Melalui rangkaian layanan kami yang komprehensif, kami bertujuan memberdayakan akademisi agar dapat terus menghasilkan penelitian berkualitas tinggi dan berkontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Kami berharap dapat memperkuat sinergi dengan komunitas peneliti serta berkontribusi untuk keberhasilan mereka ke depannya,” katanya.
Untuk meningkatkan peringkat universitas, publikasi harus bisa ditingkatkan di jurnal Q1 dan Q2. Selain itu, untuk meningkatkan impact, universitas harus bisa tembus ke jurnal bereputasi di Scopus dan top 10 jurnal daripada di jurnal Q3 dan Q4.
Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin mengatakan, sebagai satu dari 21 PTN badan hukum, USU ditargetkan untuk meningkatkan reputasi di kancah global dengan masuk peringkat perguruan tinggi berkelas dunia. Karena itu, USU mencari solusi untuk bisa memperkuat paparan di dunia global.
”Setelah dipelajari indikator, yang utama jumlah publikasi terindeks Scopus. Kami ingin ranking baik dan sitasi juga tinggi. Namun, ada kendala dari dosen yang belum paham untuk produktif dalam riset dan publikasi karena berbagai kendala,” ujar Muryanto.
Muryanto mengatakan, kolaborasi dengan Editage sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dosen hingga manajerial jurnal ilmiah di penulisan publikasi. Dalam tiga tahun ditargetkan ada jurnal ilmiah USU yang bisa masuk Scopus dan hambatan dosen dalam penelitian dan publikasi ilmiah teratasi.
Sementara itu, Wakil Rektor Riset dan Alih Teknologi Binus University Juneman Abraham mengatakan, performa indikator penting sebagai pegangan. Di kampus ada target jumlah publikasi, paten, sitasi, dan hak kekayaan intelektual.
”Jika indikator-indikator itu jadi tujuan, nanti budaya riset dan budaya ilmiah tidak terbangun. Hal penting bagaimana sains untuk kesejahteraan masyarakat jangan sampai terlupakan karena mengejar jumlah yang dipenuhi dengan perjokian publikasi,” kata Juneman.
Ia mengusulkan agar perguruan tinggi mau merumuskan indikator-indikator yang lebih menggambarkan kompleksitas, tidak sekadar jumlah paten atau publikasi. Sebab, sains yang dikontribusikan ke masyarakat membuatnya lebih kokoh dan teruji.
”Kita harus mampu membangun budaya riset dengan kreatif dan dialogis. Kita ingin hasil riset populer dan dinikmati masyarakat awam. Publikasi itu bukan pekerjaan sekali jadi, melainkan perlu didialogkan. Karena itu, perlu ada sains terbuka atau open science untuk mendialogkan paper atau publikasi yang sudah terbit, misalnya,” kata Juneman.
Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Haryono mengatakan, publikasi internasional penting meski bukan tujuan utama, tetapi agar bisa dinilai komunitas di bidangnya. ”Mengutamakan publikasi internasional supaya feasibilty juga ke tingkat internasional dan membantu menaikkan global innovation index, dulu lama tidak beranjak. Lalu, dua tahun lalu naik ke peringkat ke-75, dan selanjutnya peringkat ke-61. Targetnya bisa peringkat ke-50 dengan banyak publikasi yang bisa dilihat komunitas internasional,” papar Agus.