Mutasi Virus Flu Burung Memperluas Penularan ke Mamalia Laut
Virus flu burung H5N1 yang sangat patogen telah bermutasi sehingga bisa menular ke burung dan mamalia laut.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Analisis genomik menemukan keberadaan virus flu burung H5N1 yang amat patogen telah bermutasi sehingga bisa menular ke burung dan mamalia laut. Sekalipun risikonya terhadap kesehatan manusia dinilai rendah, temuan terbaru ini bisa mengancam konservasi satwa liar.
Penelitian oleh tim dari University of California (UC) Davis dan the National Institute of Agricultural Technology (INTA) Argentina yang diterbitkan dalam Emerging Infectious Diseases ini berdasarkan karakterisasi genom H5N1 pertama pada satwa liar laut di pantai Atlantik Amerika Selatan.
Untuk penelitian ini, para ilmuwan mengumpulkan sampel otak dari empat singa laut, satu anjing laut berbulu, dan seekor burung laut yang ditemukan mati di penangkaran singa laut di Argentina. Semua satwa ini dinyatakan positif H5N1.
Pengurutan genom mengungkapkan virus ini hampir identik di setiap sampel. Sampel tersebut memiliki mutasi adaptasi mamalia yang sama yang sebelumnya terdeteksi pada beberapa singa laut di Peru dan Chile, serta pada kasus manusia di Chile.
Sebagai catatan, para ilmuwan juga menemukan semua mutasi ini pada burung laut, yang merupakan temuan pertama.
”Hal ini menegaskan, meski beradaptasi dengan mamalia laut, virus ini memiliki kemampuan menginfeksi burung. Ini adalah wabah multispesies,” kata penulis pertama Agustina Rimondi, ahli virologi dari INTA, dalam keterangan tertulis bersamaan terbitnya laporan riset ini pada Rabu (28/2/2024).
Analisis genomik juga menunjukkan, urutan virus pada burung laut telah mempertahankan semua mutasi adaptasi mamalia. Mutasi tersebut menunjukkan adanya potensi penularan antarmamalia laut.
”Virus ini masih memiliki risiko relatif rendah bagi manusia,” kata penulis senior Marcela Uhart, dokter hewan satwa liar di One Health Institute di UC Davis School of Veterinary Medicine dan Direktur Program Amerika Latin di Karen C. Drayer Wildlife Health Institute.
Meski beradaptasi dengan mamalia laut, virus ini memiliki kemampuan menginfeksi burung. Ini adalah wabah multispesies.
”Selama virus ini terus bereplikasi pada mamalia, hal ini mungkin akan menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar bagi manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk melaksanakan pengawasan dan memberikan peringatan dini,” tuturnya.
Perjalanan H5N1
Menurut Uhart, varian 2.3.4.4b dari H5N1 telah menjadi ancaman baru bagi wabah flu burung. Penyakit yang dibawa virus mematikan tersebut awalnya muncul pada tahun 2020 ketika dunia manusia sedang terguncang oleh pandemi lain, yaitu Covid-19.
Flu burung mulai membunuh puluhan ribu burung laut di Eropa sebelum berpindah ke Afrika Selatan. Pada tahun 2022, penyakit ini memasuki Amerika Serikat dan Kanada, mengancam unggas dan burung liar. Virus tersebut kemudian bermigrasi ke Peru dan Chile pada akhir tahun 2022.
Hampir setahun yang lalu, pada Februari 2023, flu burung yang sangat patogen masuk ke Argentina untuk pertama kali.
Meski demikian, pada Agustus 2023, ketika pertama kali ditemukan pada singa laut di ujung Amerika Selatan di garis pantai Atlantik Tierra del Fuego, virus ini menimbulkan potensi fatal di wilayah tersebut.
Dari wilayah ini, virus tersebut bergerak cepat ke utara dan mengakibatkan kematian pertama bagi mamalia laut dan kemudian bagi burung laut.
Sementara riset yang ditulis Uhart dan tim di jurnal Marine Mammal Science pada Januari 2024 lalu menunjukkan wabah besar flu burung telah membunuh 70 persen anak anjing laut gajah (elephant seal) yang lahir pada musim kawin tahun 2023.
Tingkat kematian mencapai setidaknya 96 persen pada awal November 2023 di wilayah Península Valdés di Argentina yang disurvei. ”Ketika penyakit ini pertama kali terjadi di Argentina, kami tidak tahu apakah penyakit ini akan berdampak pada anjing laut gajah,” kata Uhart.
Sejak tahun 2022, H5N1 di Amerika Selatan telah membunuh sedikitnya 600.000 burung liar dan 50.000 mamalia, termasuk anjing laut gajah dan singa laut di Argentina, Chile, dan Peru, serta ribuan elang laut di Kepulauan Malvinas/Falkland.
Bergerak ke Kutub Selatan
Virus ini kini telah menyebar ke arah selatan dari Amerika Selatan, dan para ilmuwan sangat prihatin dengan potensi dampaknya terhadap penguin dan satwa liar lainnya di Antartika.
Uhart dan Ralph Vanstreels, rekannya di Program Amerika Latin UC Davis, sedang mengawasi satwa liar untuk H5N1 di Antartika bulan ini.
”Kita perlu mewaspadai kemampuan virus ini untuk menjangkau spesies yang belum pernah terpapar infeksi H5N1 sebelumnya. Konsekuensi terhadap spesies tersebut bisa sangat parah,” kata Rimondi.
Karena itu, konsep One Health perlu diterapkan. Pendekatan tersebut menghormati interkonektivitas antara manusia, hewan peliharaan, satwa liar, dan lingkungan hidup.
Wabah penyakit antarspesies merupakan contoh yang meresahkan dari relasi tersebut dan membutuhkan kolaborasi global antara masyarakat, satwa liar, pertanian, kesehatan, dan sektor lainnya.
”Kami berusaha menjadi yang terdepan dalam mendokumentasikan, mencatat, dan memberikan peringatan dini,” kata Uhart.