Cegah Kekerasan, Pesantren Ramah Anak Terus Disosialisasikan
Kementerian Agama terus melakukan sosialisasi untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan dan perundungan di pesantren.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pesantren di Kediri yang menjadi lokasi penganiayaan salah seorang santri hingga tewas dipastikan tidak memiliki nomor statistik pesantren dari Kementerian Agama. Namun, Kementerian Agama telah dan terus melakukan upaya sosialisasi untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan ataupun perundungan di pesantren.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama(Kemenag) Ali Ramdhani, Rabu (28/2/2024), menyampaikan, Pesantren Al Hanifiyyah di Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tercatat tidak memiliki nomor statistik pesantren (NSP) dari Kemenag. Oleh karena itu, Kemenag tidak bisa mengintervensi pesantren tersebut.
”Kami tidak diperbolehkan ikut serta dalam urusan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum (dalam kasus di Pondok Pesantren Al Hanifiyyah),” ujarnya.
Sebelumnya, Kepolisian Resor Kediri Kota telah menetapkan empat santri sebagai tersangka atas kasus dugaan penganiayaan yang berujung tewasnya salah satu santri di Pondok Pesantren Al-Hanifiyyah. Semua tersangka merupakan teman sesama santri dan saat ini telah ditahan.
Menurut Ali, Kemenag terus melakukan upaya sosialisasi untuk mencegah terjadinya kasus perundungan ataupun kekerasan seksual di pesantren. Bahkan, upaya sosialisasi tersebut juga dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef).
Tahun lalu, Kemenag bersama Unicef telah meluncurkan Program Pesantren Ramah Anak dengan salah satu percontohan di Pondok Pesantren Sultan Hassanuddin, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Program ini akan diterapkan di 23 pesantren replikasi yang tersebar di lima kabupaten/kota di Sulsel, yakni Makassar, Maros, Gowa, Bone, dan Wajo.
Pesantren Ramah Anak menjadi strategi dalam mewujudkan lingkungan yang layak bagi anak atau santri. Selama santri menempuh pendidikan, setiap pondok pesantren yang didukung tenaga pendidik profesional harusmemberikan pengasuhan dan pemenuhan hak anak yang optimalsehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan fisik ataupun psikis.
Program Pesantren Ramah Anak tidak hanya mengampanyekan antikekerasan terhadap anak, tetapi juga sebagai upaya meningkatkan kapasitas pendidik, pengelola pesantren, dan santri, serta mendorong agar pesantren lebih meningkatkan mutunya.
Selain itu, Kemenag juga telah memiliki buku panduan pesantren ramah anak yang disusun bersama Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak. Proses sosialisasi berbasis buku panduan ini dilakukan di lebih dari 39.000 pesantren yang terdaftar di Kemenag.
Sosialisasi disampaikan kepada para kepala bidang dan kepala seksi di kantor wilayah Kemenag provinsi yang bertugas dalam pembinaan pesantren. Sosialisasi juga diberikan kepada perwakilan pesantren, baik dalam forum dalam jaringan maupun luar jaringan.
Kemudian ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren juga mengatur agar pondok atau asrama harus memperhatikan aspek keamanan bagi santri. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa pihak pondok pesantren perlu mencegah terjadinya tindakan kekerasan dalam institusi pendidikan keagamaan tersebut.
Di samping kekerasan fisik dan perundungan, Ali juga menyoroti pentingnya semua pihak mencegah terjadinya kekerasan seksual di dalam pondok pesantren. Untuk mengantisipasi hal ini, Kemenag telah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kemenag.
Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghafur meminta orangtua untuk lebih selektif dalam memilih pondok pesantren bagi anak-anaknya. Hal yang harus dicermati mulai dari perizinan atau NSP hingga sanad atau periwayatan hadis dari para pengurus pondok pesantren tersebut.
Waryono menyebut bahwa memeriksa NSP pondok pesantren sangat penting karena pesantren yang berizin akan mendapatkan pengawasan dan pembinaan dari Kemenag.Sebaliknya, Kemenag tidak bisa memberikan pengawasan dan pembinaan terhadap pesantren yang tidak berizin atau tidak memiliki NSP.
Saat ini tercatat lebih dari 39.000 pesantren telah memiliki izin dan terdaftar di Kemenag. Pesantren tersebut memiliki struktur kepala seksi pesantren hingga kabupaten/kota yang bertugas untuk mengawasi sekaligus melakukan pembinaan. Adapun pesantren berizin yang terbukti melakukan pelanggaran akan mendapatkan sanksi berupa peringatan lisan, tertulis, hingga pencabutan.