84 Petugas Pemilu Meninggal, Penapisan Kesehatan Diusulkan Sebelum Pendaftaran
Penapisan kesehatan bagi petugas pemilu di tahun berikutnya diusulkan untuk dilaksanakan sebelum pendaftaran dilakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus kematian petugas pemilu pada 2024 per 18 Februari 2024 mencapai 84 orang, termasuk petugas penyelenggara dan pengawas pemilu. Faktor kelelahan dan adanya komorbid atau penyakit penyerta menjadi penyebab utama yang dilaporkan.
Berbagai langkah antisipasi yang telah dilakukan harus terus diperbaiki dalam penyelenggaraan pemilu berikutnya. Salah satunya diusulkan dengan menerapkan penapisan kesehatan sebelum pendaftaran dilakukan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Terjadi penurunan jumlah petugas pemilu yang wafat dibandingkan pada Pemilu (2019) sebelumnya. Namun, pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, melihat satu nyawa saja terlalu banyak. Jadi, kami berpikir bagaimana memperbaiki ini?” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam jumpa pers hasil rapat koordinasi pemantauan kesehatan petugas pemilu, di Jakarta, Senin (19/2/2024).
Budi Gunadi menuturkan, persoalan yang ditemui dalam pemantauan kesehatan petugas pemilu tahun ini yaitu upaya penapisan kesehatan yang baru dilakukan sesudah pendaftaran dilaksanakan. Sekalipun kondisi kesehatan petugas sudah diketahui, risiko kesehatan yang dimiliki sulit dihindari.
Untuk itu, Budi mengusulkan agar penapisan kesehatan dilakukan sebelum proses pendaftaran petugas penyelenggara. Dengan demikian, penapisan kesehatan bisa turut menjadi salah satu syarat pendaftaran.
”Petugas pemilu ini ada yang bekerja lebih dari 12 jam. Kerja ini merupakan kerja khusus dan berat. Kami ingin mengusulkan agar skrining kesehatan menjadi syarat untuk bisa jadi petugas. Itu langkah pertama yang kami ingin lakukan agar mereka (petugas) saat menjadi petugas kondisinya memang sehat. Dengan begitu, kita bisa men-nolkan (kasus kematian),” ujarnya.
Budi menambahkan, upaya lain yang juga bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko kematian yaitu melalui pemeriksaan secara berkala pada setiap petugas. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan setiap enam jam dalam periode kerja petugas.
Petugas pemilu ini ada yang kerja lebih dari 12 jam. Kerja ini kerja khusus dan berat. Kami ingin mengusulkan agar skrining kesehatan itu jadi syarat untuk bisa jadi petugas.
Setidaknya setiap petugas di puskesmas bisa memeriksa kesehatan petugas, terutama petugas dengan risiko tinggi. Pemeriksaan tersebut meliputi, antara lain, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan denyut jantung, dan saturasi oksigen.
Sementara Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti memaparkan, kesadaran petugas penyelenggara pemilu tahun 2024 yang menjalani penapisan kesehatan cukup tinggi. Dari 7,9 juta petugas penyelenggara pemilu yang bertugas, sekitar 6,8 juta petugas telah melakukan penapisan kesehatan.
Dari jumlah itu diketahui 398.155 petugas memiliki risiko penyakit. Adapun risiko penyakit tertinggi yakni hipertensi (63 persen), jantung (26 persen), gangguan ginjal (8 persen), dan diabetes melitus (3 persen).
”Kita sudah melakukan skrining untuk upaya prevensi, tetapi juga menyiapkan terapi. Hanya masalahnya bahwa sudah menjadi petugas dulu baru kita skrining. Seharusnya skrining dulu,” ujarnya.
Santunan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menyampaikan, jumlah petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu yang meninggal berdasarkan catatan KPU sebanyak 71 petugas.
Secara rinci, satu orang yang meninggal merupakan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), 4 anggota Panitia Pemungutan Suara di tingkat desa, 42 orang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat KPPS, dan 24 orang anggota satuan perlindungan masyarakat (linmas).
Penyaluran santunan kematian bagi petugas yang meninggal saat bertugas akan dilakukan setelah proses verifikasi data selesai. ”Sampai dengan tanggal 17 Februari 2024, santunan yang telah disalurkan sebanyak empat orang anggota badan ad hoc yang meninggal,” ujarnya.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Herwyn J H Malonda, menegaskan, kasus kematian petugas pengawas pemilu yang tercatat sebanyak 13 orang.
Terkait dengan santunan terhadap petugas yang meninggal telah diatur dalam Keputusan Bawaslu Nomor 11 Tahun 2023 dengan kriteria, antara lain, meninggal dunia saat menjalankan tugas, meninggal sebagai dampak dari tugas, dan meninggal bukan karena bunuh diri.
”Pemberian santunan untuk yang meninggal dunia sebesar Rp 36 juta, santunan pemakaman Rp 10 juta, cacat permanen Rp 16,5 juta, luka berat Rp 16,5 juta, luka sedang Rp 8.250.000. Saat ini, proses pendataan masih dilakukan oleh Bawaslu terkait (santunan) itu,” ujarnya.