Bagaimana jika Antariksawan Meninggal di Luar Angkasa?
Kematian bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Lantas, bagaimana jika kematian terjadi di luar angkasa?
Salah satu tantangan terbesar perjalanan berawak dan eksplorasi ke luar angkasa adalah bagaimana jika ada antariksawan meninggal dunia. Apakah jasadnya harus disimpan di wahana lebih dulu, dilepaskan ke luar angkasa, atau harus ditanam di tanah Bulan atau Mars jika kolonisasi di tempat itu sudah berjalan?
Bayangkan jika antariksawan terkena serangan jantung mendadak dan tidak bisa diselamatkan rekannya saat perjalanan di luar angkasa. Atau bagaimana jika antariksawan yang tengah bekerja di luar stasiun luar angkasa (spacewalk) tiba-tiba tali pengikatnya terputus hingga tubuhnya melayang bebas dan tidak bisa kembali ke stasiun luar angkasa?
Luar angkasa adalah lingkungan yang keras, tempat manusia tidak pernah tinggal dan berevolusi. Suhunya sangat dingin, radiasinya sangat besar, dan kondisinya hampir menyerupai ruang vakum. Lantas apa yang akan terjadi pada jasad antariksawan saat terpapar lingkungan antariksa yang serba ekstrem tersebut?
Baca juga: Menjelajahi Luar Angkasa Jadi Langkah Awal Manusia Menaklukkan Tata Surya
Hingga kini memang belum ada kematian di luar angkasa akibat sakit berat atau terputusnya tali pengikat saat mereka bekerja di luar stasiun luar angkasa. Walau ada 21 antariksawan yang meninggal di luar angkasa, semua meninggal akibat kerusakan dan hancurnya pesawat atau wahana antariksa mereka. Dalam kasus itu, kematian terjadi pada semua awak atau satu tim, belum ada kematian yang dialami satu antariksawan saja.
Namun, bagaimana jika ada salah satu antariksawan wafat dan meninggalkan anggota tim lainnya? Apa yang harus dilakukan antariksawan lain, apakah menyimpan jasad rekan mereka di wahana dengan risiko terkontaminasi dari proses pembusukan jenazah yang berlangsung, atau harus melepaskan jasad tersebut ke luar angkasa seperti yang terkadang dilakukan pada pelaut yang meninggal di tengah laut?
Jika dilepaskan ke luar angkasa, lantas apa yang akan terjadi pada tubuh antariksawan?
Kepala Perekayasa Lembaga Penelitian Translasional untuk Kesehatan Antariksa di College of Medicine Baylor, Texas, Amerika Serikat, Jimmy Wu, seperti dikutip Livescience, 17 Februari 2024, mengatakan, dalam ruang yang hampir hampa dan bertekanan rendah, cairan apa pun yang ada di permukaan tubuh manusia, mulai dari kulit, mata, mulut, telinga, hingga paru-paru, akan dengan cepat berubah menjadi gas saat tubuh manusia terpapar lingkungan luar angkasa.
Selain mengering dan mulai membusuk, jasad antariksawan yang dilepaskan dari pesawat atau wahana luar angkasa akan bergerak menuju orbit.
”Bahkan, setelah kematian, pembuluh darah yang ada di dekat permukaan tubuh juga akan pecah hingga menimbulkan perdarahan,” tambah Wu. Sisa air yang ada di dalam tubuh kemungkinan akan membeku karena suhu di luar angkasa bisa mencapai minus 270,45 derajat celsius.
Hilangnya cairan dan ditambah pembekuan sisa air di dalam tubuh bisa membuat tubuh manusia mengalami mumifikasi, yaitu proses pelambatan pembusukan tubuh yang membuat tubuh menjadi kering dan susut. Selama proses itu, kulit manusia akan menghitam, keras, dan kaku. Proses mumifikasi itu membuat tubuh tetap utuh meski terlihat seperti mengalami dehidrasi yang parah di luar angkasa.
Proses mumifikasi itu pula yang akan terjadi pada antariksawan yang masih hidup di luar angkasa jika mereka bekerja di luar stasiun luar angkasatanpa menggunakan baju khusus yang dilengkapi helm besar alias spacesuit.
Namun, kondisi yang terjadi selanjutnya akan bergantung pada ada atau tidak adanya bakteri hidup di jasad tersebut.
Studi yang dilakukan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menunjukkan bahwa bakteri dapat bertahan hidup di luar angkasa setidaknya selama tiga tahun. Jika bakteri dalam tubuh antariksawan yang meninggal tersebut masih hidup, mereka akan mulai memakan jasad antariksawan tersebut.
Baca juga: Bercinta di Luar Angkasa
Meski sebagian besar ruang antariksa sangat dingin, ruang antariksa juga bisa menjadi sangat panas. Suhu di permukaan ISS bisa berkisar dari minus 200 derajat celsius hingga 200 derajat celsius. Dalam lingkungan dengan suhu yang lebih panas, proses dekomposisi atau penguraian jasad akan menjadi lebih cepat.
Tak hanya proses penguraian yang akan merusak jasad, paparan radiasi yang sangat besar di luar angkasa juga bisa memperburuk kondisi tubuh manusia yang sudah meninggal. Radiasi yang kuat bisa memecah ikatan senyawa karbon pada tubuh sehingga memicu kerusakan kulit dan otot.
Selain mengering dan mulai membusuk, jasad antariksawan yang dilepaskan dari pesawat atau wahana luar angkasa akan bergerak menuju orbit. Jasad itu akan terus bergerak mengikuti arah dorongannya, kecuali jika dia bertabrakan dengan benda lain di luar angkasa.
”Dengan banyaknya puing di luar angkasa dan satelit-satelit yang mengorbit di sekitar Bumi, bertabrakan dengan benda-benda lain sebenarnya merupakan risiko yang harus dihadapi jasad di luar angkasa,” kata mahasiswa doktoral di Institut Pengurangan Risiko dan Bencana University College London, Inggris, Myles Harris.
Untuk menghindari risiko itu, Badan Antariksa dan Penerbangan Antariksa Nasional AS (NASA) merekomendasikan untuk melepaskan jasad tersebut ke lingkungan luar angkasa yang lebih jauh, meninggalkan orbit Bumi. Tabrakan antara jasad manusia dan pesawat luar angkasa atau satelit bisa memicu kerusakan yang nyata bagi keduanya.
Baca juga: Radiasi Luar Angkasa Bukan Pemicu Utama Kanker pada Antariksawan
Jika jasad tersebut berhasil menghindari tabrakan dengan satelit dan sampah luar angkasa lainnya, lama-kelamaan jasad tersebut akan tertarik kembali ke Bumi secara perlahan akibat tarikan gaya gravitasi Bumi. Situasi ini akan terjadi jika jasad tersebut dilepaskan pada orbit rendah Bumi atau pada ketinggian kurang dari 2.000 kilometer dari permukaan Bumi.
Dan akhirnya, kejadian yang paling dramatis dari perjalanan jasad yang dilepaskan ke luar angkasa itu terjadi. Jasad akan masuk kembali ke atmosfer Bumi dan habis terbakar.
Meski demikian, melepaskan jasad antariksawan dari pesawat atau wahana luar angkasa bukanlah satu-satunya pilihan dalam menghadapi kematian antariksawan. Penguburan di luar angkasa bisa menjadi pilihan, terutama jika kolonisasi Bulan dan Mars nantinya telah dimulai.
Namun, penguburan di Bulan atau planet lain berisiko mencemari permukaan Bulan atau planet tersebut. Sementara semua negara yang mengeksplorasi luar angkasa terikat aturan untuk menjaga semurni mungkin lingkungan luar angkasa.
Karena itu, NASA telah mengembangkan kantong jenazah yang bisa mengawetkan jasad antariksawan yang meninggal di ISS. Kantong ini mampu mengawetkan jasad manusia selama 48-72 jam atau 2-3 hari.
Baca juga: Menstruasi di Luar Angkasa
Rentang waktu itu dinilai cukup untuk memulangkan jasad tersebut dari ISS kembali ke Bumi. Namun, untuk perjalanan antariksa yang jauh, seperti perjalanan dari Bumi ke Mars yang membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan untuk sekali jalan, awak yang masih hidup harus memilih opsi lain.
NASA sedang mempersiapkan prosedur untuk mengatasi masalah jika terjadi kematian antariksawan dalam penerbangan penjelajahan yang jauh dari Bumi. ”Mudah-mudahan hal ini tidak pernah terjadi meski bisa saja terjadi,” tambah Harris. Karena itu, mempersiapkan diri menghadapi situasi ini harus dilakukan dari sekarang.