Menjelajahi Luar Angkasa Jadi Langkah Awal Manusia Menaklukkan Tata Surya
Pengiriman manusia ke luar angkasa makin masif. Langkah awal kolonisasi Bulan dan Mars sudah di arah yang tepat.
Konsep artis tentang pembangunan fasilitas pertambangan di Bulan yang didirikan sebagai upaya manusia untuk mewujudkan koloni di Bulan.
Akhir Januari 2024, untuk pertama kali 20 manusia Bumi berada di luar angkasa secara bersamaan. Meski peristiwa tersebut hanya berlangsung selama beberapa menit, hal ini menjadi awal dari babak baru penjelajahan antariksa.
Dalam satu hingga dua dekade ke depan, jumlah manusia yang berada di luar angkasa diprediksi akan berlipat ganda dari jumlah tersebut.
Ke-20 antariksawan itu sama-sama berada di luar angkasa pada hari Jumat, 26 Januari 2024. Sebanyak 11 orang berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), yang terdiri dari tujuh antariksawan dari misi Expedition 70 dan empat antariksawan swasta dari misi Ax-3.
Selain mereka, ada tiga taikonot China di stasiun luar angkasa Tiangong dan enam wisatawan di pesawat luar angkasa Virgin Space Ship (VSS) Unity milik Virgin Galactic.
Mereka yang berada di ISS itu terdiri dari 2 astronot Amerika Serikat, 3 kosmonot Rusia, dan 2 antariksawan lain yang masing-masing mewakili Jepang dan Uni Eropa. Pengiriman mereka ke ISS dikoordinasikan Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA) dan Badan Antariksa Rusia Roscosmos.
Baca juga: Menghibernasi Manusia untuk Perjalanan Antariksa dan Pengobatan Medis
Sementara empat orang dari misi Ax-3 adalah antariksawan swasta yang terbang ke ISS atas dukungan swasta, bukan dibiayai negara. Mereka adalah mantan astronot NASA yang menjadi pemimpin misi dan beranggotakan antariksawan dari Italia, Turki, dan Uni Eropa.
Sama seperti antariksawan lain, mereka juga terlibat dalam sejumlah eksperimen di ISS, khususnya terkait dengan pengembangan program pelatihan antariksawan untuk masa depan.
Antariksawan swasta itu dikirim ke luar angkasa yang diorganisasikan perusahaan swasta Axiom Space yang berkantor di Houston, AS. Mereka meluncur ke luar angkasa pada 18 Januari 2024 dan sampai di ISS dua hari kemudian. Mereka pulang dari ISS pada 7 Februari dan Jumat (9/2/2024) mendarat kembali di Bumi.
Dalam satu hingga dua dekade ke depan, jumlah manusia yang berada di luar angkasa diprediksi akan berlipat ganda dari jumlah tersebut.
Sementara enam wisatawan luar angkasa di VSS Unity terdiri dari dua pilot dan empat penumpang yang tergabung dalam misi Galactic06. Mereka memang tidak tinggal di stasiun luar angkasa, tetapi terbang dengan pesawat suborbital yang mencapai ketinggian 88 kilometer (km). Pesawat ini mampu menjangkau luar angkasa, tetapi tidak sampai mengorbit Bumi.
Berbeda dengan antariksawan swasta yang masih melakukan sejumlah riset di ISS, wisatawan di VSS Unity ini terbang hanya untuk merasakan sensasi tanpa bobot selama beberapa menit. Untuk bisa menikmati pengalaman itu, setiap penumpang harus membayar 450.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar.
Namun, ketinggian terbang pesawat milik Virgin Calactic ini menghadapi pro-kontra sejak awal diluncurkan. Dalam standar NASA dan militer AS, batas angkasa Bumi dan luar angkasa ada di ketinggian 80 kilometer. Sementara komunitas internasional memakai batas ”garis Kármán” di ketinggian 100 km sebagai batas luar angkasa.
Baca juga: Penyelidikan Kehidupan Masa Lalu Mars Dimulai
Catatan terbaru ini, menurut Space, Jumat (9/2/2024), memecahkan Rekor Guinness untuk jumlah manusia terbanyak di luar angkasa pada satu waktu.
Rekor sebelumnya mencatat 19 orang berada di luar angkasa secara sekaligus pada 11 Desember 2021. Saat itu pesawat suborbital New Shepard milik Blue Origin berhasil membawa enam wisatawan pada ketinggian lebih dari 100 km selama sekitar 10 menit.
Meski demikian, jika diukur berdasarkan jumlah manusia yang berhasil mengorbit Bumi, rekor terbesarnya terjadi pada Mei 2023. Batasan ini dianggap lebih bermakna karena mengirim manusia untuk mengelilingi Bumi membutuhkan upaya jauh lebih berat, dana lebih besar, dan tentu kondisi fisik lebih prima.
Pada Mei 2023, ada 17 manusia mengorbit Bumi, terdiri dari 11 antariksawan di ISS dan dua kelompok taikonot China di Tiangong, masing-masing terdiri atas tiga antariksawan. Keberadaan dua kelompok antariksawan di Tiangong terjadi karena pertukaran awak pesawat yang bertugas di stasiun luar angkasa.
Masa depan
Rekor terbesar manusia di luar angkasa itu, apa pun batasannya, terkesan sangat kecil. Namun, kenaikan tersebut sangat berarti mengingat saat ini masih dalam tahap awal pengembangan program wisata ke luar angkasa ataupun fase awal pengiriman antariksawan swasta ke ISS.
Setidaknya impian untuk bisa mengirimkan manusia lebih banyak ke luar angkasa sudah menjadi kenyataan. ”Jumlah antariksawan ini akan terlihat sangat kecil dalam 10-15 tahun dari sekarang,” tulis Space.
Saat ini, sejumlah stasiun luar angkasa swasta sedang dibangun. Selain itu, AS dan China mengembangkan teknologi pembangunan kolonisasi manusia di Bulan yang diharapkan terjadi satu dekade mendatang. Aneka program ini akan membuat kian banyak manusia berada di luar angkasa untuk sementara waktu.
Kemajuan pengiriman manusia ke luar angkasa itu juga diikuti dengan berbagai lompatan teknologi. Sejumlah lembaga sedang mengembangkan roket peluncur ukuran besar yang mampu mengirimkan manusia menuju Bulan dan Mars.
Berbagai wahana penerbangan pun terus dikembangkan. Selain itu, kemampuan manusia melakukan perjalanan antarplanet untuk waktu makin lama juga terus diuji.
Baca juga: Jepang dan UEA Tak Mau Kalah dalam Misi Penjelajahan ke Bulan
Berbagai upaya manusia untuk menjelajahi antariksa lebih jauh itu dilakukan karena mereka percaya bahwa antariksa adalah masa depan manusia Bumi.
Antariksa tidak hanya menjanjikan tempat baru yang bisa menopang kehidupan manusia saat daya dukung Bumi terus menurun atau menyediakan sumber daya mineral yang melimpah. Eksplorasi luar angkasa menjanjikan manfaat lebih jauh dari itu.
Luar angkasa memberi batas baru untuk eksplorasi dan petualangan hingga pengembangan pemikiran dan kebebasan berekspresi. Antariksa mendorong manusia untuk terus berinovasi dan memikirkan banyak hal, termasuk soal etik.
Karena itu, sejumlah ahli menyebut saat ini adalah masa transisi dari peradaban manusia yang terikat pada Bumi menjadi peradaban penjelajah antariksa.
Cita-cita itu pula yang membuat sejumlah negara maju berlomba untuk mendarat dan membangun koloni di dekat kutub selatan Bulan. Namun, itu bukan tujuan akhir. Bulan hanya akan menjadi batu lompatan manusia untuk hadir dan ”menundukkan” Mars yang memiliki tantangan jauh lebih besar.
Seperti ditulis Livescience, 5 Februari 2024, manusia akan mulai menyebar ke berbagai penjuru Tata Surya dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Persebaran itu bukan sekadar singgah sementara, tetapi tujuan akhirnya adalah untuk membentuk koloni manusia di dunia yang baru serta menemukan sumber daya baru yang bisa digunakan untuk mendukung perkembangan Bumi.
Jika generasi baby boomers dan sebelumnya bisa menyaksikan pendaratan manusia untuk pertama kali di Bulan pada tahun 1969, maka generasi yang akan datang diprediksi menjadi saksi atas pembangunan kolonisasi manusia pertama di Bulan, Mars, dan bisa menjadi asteroid.
Meski demikian, sebagai satu-satunya planet di Tata Surya yang memiliki kehidupan, setidaknya hingga kini Bumi tak mungkin ditinggalkan. Karena itu, manusia akan mempertahankan dan menjaganya meski ancamannya makin sulit akibat meningkatnya populasi dan kerusakan lingkungan.
Upaya mengejar antariksa menyadarkan manusia untuk menjaga Bumi. Karena itu, di tengah pro-kontra di banyak negara maju bahwa eksplorasi luar angkasa hanya menyia-nyiakan anggaran, nyatanya eksplorasi antariksa mendorong manusia tidak hanya berkembang maju, tetapi juga menjaga kemanusiaannya.