Pendidikan Vokasi Persiapkan Kebutuhan Tenaga Kerja di Sektor Lingkungan
Pendidikan vokasi, khususnya politeknik, agar menyiapkan lulusan yang relevan di bidang lingkungan hidup.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan vokasi fleksibel untuk menyiapkan kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan industri. Hal ini termasuk menjawab tantangan perubahan iklim yang juga harus dihadapi dan diadaptasi industri yang menuntut tersedianya tenaga kerja andal dan inovatif di bidang lingkungan hidup.
Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Uuf Brajawidagda, Jumat (9/2/2024), di Jakarta, menjelaskan, berdasarkan Future of Jobs Survey 2023, terdapat 62-64 persen perusahaan yang akan mengadopsi teknologi di bidang bioteknologi dan mitigasi perubahan iklim. Hal tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pendidikan vokasi sebagai garda terdepan dalam mempersiapkan tenaga kerja yang andal dan berdaya saing dalam menghadapi perubahan industri.
Pendidikan vokasi, khususnya politeknik, diajak berkolaborasi dengan industri agar menyiapkan lulusan yang relevan di bidang lingkungan hidup. Kolaborasi dilakukan lewat penguatan teaching factory serta mempersiapkan tenaga kerja yang andal dan berdaya saing.
Beberapa waktu lalu, sejumlah politeknik, yakni Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS), Politeknik Negeri Manado (Polimdo), Politeknik Negeri Batam (Polibatam), dan Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP), serta Institut Teknologi PLN (ITPLN), digandeng PT Enerflow Engineering Indonesia dan PT Siskindo Utama Dharma untuk mengatasi limbah industri. Kerja sama ini memungkinkan pengembangan dan produksi perangkat dalam sistem pengolahan limbah cair dan padat untuk industri lewat teaching factory di tiap-tiap politeknik dengan melibatkan IT PLN.
Adapun ruang lingkup kerja sama dengan PT Siskindo Utama Dharma diwujudkan ke dalam penyediaan jasa servis, kalibrasi, pemeliharaan, perbaikan, serta pengembangan suku cadang governor. Governor merupakan alat yang sangat vital sebagai pengendali pengoperasian pembangkit listrik yang dapat diatur baik secara manual maupun secara otomatis.
Menurut Uuf, Kemendikbudristek terus berupaya menurunkan sekat-sekat antara industri dan satuan pendidikan vokasi melalui serangkaian kebijakan Merdeka Belajar. Untuk itu, peningkatan mutu pendidikan vokasi didukung agar mampu berkolaborasi bersama industri, seperti SMK Pusat Keunggulan dan matching fund.
”Kami memastikan pendidikan vokasi tidak hanya mengikuti perkembangan teknologi, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam membentuk masa depan tenaga kerja yang berkelanjutan dan inovatif,” kata Uuf.
Direktur PT Enerflow Engineering Indonesia dan PT Siskindo Utama Dharma, Yunita Fahmi, mengatakan, bidang lingkungan hidup menjadi potensi dari pekerjaan di masa depan. Karena itu, kepakaran ilmu yang dimiliki oleh tiap-tiap politeknik diharapkan tidak hanya mampu menyediakan sumber daya manusia yang yang andal dan kompeten, tetapi juga mampu mengembangkan dan memberikan nilai tambah bagi produk-produk yang selama ini diproduksi industri.
Mahasiswa belajar untuk memproduksi produk-produk yang memang akan langsung digunakan di industri melalui aktivitas teaching factory di kampus.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah, khususnya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), kebutuhan akan alat seperti insinerator limbah sangat banyak. Alat tersebut tidak hanya digunakan pada industri pembangkit listrik, tetapi juga industri-industri lain termasuk rumah sakit dan puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia.
”Industri tidak bisa sendiri untuk memenuhi perangkat-perangkat ini. Kami menggandeng politeknik dan IP PLN karena memiliki potensi yang sangat besar untuk tidak hanya memproduksi, tetapi juga melakukan pengembangan alat bersama,” kata Yunita.
Sementara itu, Direktur PPNS Rachmad Tri Soelistijono mengatakan, kerja sama dengan industri tidak hanya akan menambah kompetensi pada mahasiswa, tetapi juga memperkuat teaching factory. ”Kerja sama ini tidak hanya menguntungkan, tetapi lebih dari itu, mahasiswa akan memiliki kompetensi bidang perawatan governor untuk meningkatkan kompetensi keilmuan mereka. Mahasiswa belajar untuk memproduksi produk-produk yang memang akan langsung digunakan di industri melalui aktivitas teaching factory di kampus,” kata Rachmad.
Jangkau anak tidak sekolah
Pendidikan vokasi juga dikembangkan untuk mengatasi dampak negatif anak-anak putus sekolah. Lewat pendidikan vokasi nonformal, dikembangkan program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) untuk menjangkau anak usia sekolah tidak sekolah (ATS), khususnya yang berusia 15-25 tahun.
Ketua Tim Kerja PKW, Kastum, mengatakan, dukungan pemerintah untuk menambah kecakapan kerja sesuai industri ataupun wirausaha ditargetkan berdampak untuk mengatasi pengangguran di daerah. Untuk mewujudkan ini, perlu kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta dunia usaha dan dunia kerja.
Pada tahun 2024, program PKK dan PKW memberikan prioritas bantuan kepada lembaga kursus dan pelatihan (LKP) yang mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, Dudika, atau yang menjalin kerja sama dengan pemerintah desa. Dengan demikian, lembaga yang mendapatkan dukungan dapat memperoleh dukungan pendanaan dari Direktorat Kursus dan Pelatihan, Kemendikbudristek.