Munculnya tren kerja sama perguruan tinggi dengan platform pinjaman daring pendidikan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tunggakan pembayaran biaya kuliah mahasiswa mendapat perhatian serius dari pemerintah. Perguruan tinggi, terutama milik pemerintah, diminta mengevaluasi skema pembayaran biaya kuliah atau uang kuliah tunggal hingga menyiapkan skema pinjaman tanpa bunga untuk mahasiswa.
Polemik soal kemitraan perguruan tinggi dengan platform pinjaman daring pendidikan mencuat ketika pembayaran tunggakan uang kuliah tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB) mengemuka di media sosial selama beberapa waktu terakhir. Publik bereaksi karena sejumlah mahasiswa ITB terancam cuti akibat tunggakan yang tidak bisa dilunasi.
”Prinsipnya, tidak boleh sampai ada mahasiswa yang memenuhi syarat sampai tidak bisa kuliah di PTN (perguruan tinggi negeri) karena alasan ekonomi, termasuk di PTN badan hukum (PTN-BH),” ucap Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), saat menggelar komunikasi dengan sejumlah PTN-BH di Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Pertemuan dengan pimpinan PTN-BH tersebut untuk mengevaluasi skema-skema pembayaran UKT. Hadir dalam pertemuan rektor dan jajaran pimpinan seluruh PTN-BH, yakni ITB, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Malang, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Negeri Yogyakarta, IPB University, Universitas Syiah Kuala, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Padang, Universitas Sebelas Maret, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Terbuka.
Terjangkau
Nizam mengingatkan, pemerintah memberikan status PTN-BH bukan berarti menswastanisasi atau mengomersialkan PTN. ”PTN-BH 100 persen merupakan perguruan tinggi milik negara yang diberi mandat menyelenggarakan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas, tetapi tetap inklusif dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Nizam.
Pemerintah, lanjut Nizam, tetap membiayai PTN-BH dalam bentuk bantuan penyelenggaraan PTN-BH, gaji dan tunjangan dosen, pendanaan Tridharma, serta pendanaan pengembangan lainnya. Karena itu, biaya kuliah di PTN-BH semestinya tidak menjadi mahal sehingga terjangkau oleh masyarakat.
Nizam mengakui kemampuan pendanaan dari pemerintah belum dapat menutup seluruh kebutuhan biaya operasional dan pengembangan perguruan tinggi. Dengan kondisi ini, pembiayaannya masih memerlukan gotong royong pendanaan dengan masyarakat.
Prinsip pembiayaan gotong-royong dengan masyarakat haruslah berkeadilan. Mahasiswa dari keluarga yang berkemampuan membayar UKT sesuai dengan kemampuan orangtua, sementara mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu dibantu dengan beasiswa.
”Dengan demikian, ada subsidi silang dari keluarga yang mampu ke yang kurang mampu” ujar Nizam.
Dengan kreativitas dan jaringan yang dimiliki PTN-BH, masalah kesulitan finansial mahasiswa seharusnya dapat diatasi.
Adapun dukungan pembiayaan kuliah bagi mahasiswa berpotensi dari keluarga tidak mamu disiapkan lewat beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Untuk tahun 2024, KIP Kuliah dialokasikan 985.000 mahasiswa PTN dan PTS dengan anggaran Rp 13,9 triliun. Alokasi ini naik Rp 2,2 triliun dari tahun 2023.
Meskipun KIP Kuliah menjangkau hampir 1 juta mahasiswa, hal ini belum menutup seluruh kebutuhan mahasiswa. ”Karena itu, kita harapkan PTN-BH dapat mengembangkan skema-skema pendanaan bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan,” ujar Nizam.
Nizam berharap pimpinan PTN-BH mengembangkan berbagai upaya untuk menutup kebutuhan operasional perguruan tinggi dan skema untuk membantu mahasiswa yang membutuhkan. Sumber pendanaan dapat berasal dari mitra perguruan tinggi, filantropi, tanggung jawab sosial perusahaan, alumni, dana abadi, dan berbagai sumber pendanaan lainnya.
PTN-BH, menurut Nizam, dapat memanfaatkan aset yang dimilikinya untuk menjadi sumber pendapatan yang dapat membantu membiayai kualitas pendidikan. Baik berupa aset intelektual, seperti paten dan hak kekayaan intelektual lainnya, pengembangan hasil riset dan inovasi yang diproduksi bersama industri, teaching factory, agro-industri, layanan konsultasi, maupun pemanfaatan aset berupa sarana-prasarana. Tidak kalah pentingnya juga peningkatan efisiensi internal perguruan tinggi.
”Dengan kreativitas dan jaringan yang dimiliki PTN-BH, masalah kesulitan finansial mahasiswa seharusnya dapat diatasi,” kata Nizam.
Secara terpisah, Rektor IPB University Arif Satria mengatakan, kebijakan IPB adalah mahasiswa tidak boleh putus kuliah (drop out) hanya karena tidak punya uang. IPB bersama alumni melalui Himpunan Alumni IPB mengaktifkan Yayasan Alumni Peduli IPB untuk membantu menyelesaikan masalah UKT Mahasiswa.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB Muhamad Abduh menampik isu penggunaan pinjaman daring sebagai solusi utama pelunasan tunggakan UKT para mahasiswa. Dia menyebut, kerja sama dengan platform pinjaman daring Danacita hanya menjadi salah satu opsi pembayaran bagi mahasiswa yang belum melunasi UKT.
Skema pinjaman
Saat ini Kementerian Keuangan dan Kemendikbudristek sedang mengkaji skema pinjaman kepada mahasiswa. Salah satu yang mengemuka adalah income contingent loan, yaitu pinjaman tanpa bunga yang dibayar setelah mahasiswa lulus dan berpenghasilan cukup. Skema ini telah diterapkan di Australia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, konsep pinjaman biaya pendidikan melalui APBN saat ini sedang dirumuskan bersama Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Kemungkinan akan menyerupai program student loan yang diterapkan di Amerika Serikat.
Di sejumlah negara maju, seperti AS, konsep student loan diberikan kepada mahasiswa untuk membiayai keperluan selama kuliah. Pembayaran pinjaman itu kemudian akan dicicil saat mahasiswa sudah lulus dan bekerja.
Secara terpisah, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies Nailul Huda mengatakan, Indonesia terlihat belum berani menerapkan skema pinjaman pendidikan sebagai alternatif pembiayaan melalui pinjaman daring. Berbeda dengan di AS yang menerapkan skema pembayaran cicilan setelah mahasiswa lulus dan bekerja, di Indonesia pembayaran dicicil saat kuliah. Artinya, pembayaran dilakukan orangtua.
Apabila tidak ada kesanggupan dari orangtua untuk melakukan pembayaran cicilan, pinjaman tersebut akan memiliki risiko gagal bayar yang besar. Oleh karena itu, salah satu solusinya adalah menerapkan skema student loan tanpa bunga atau bunga dibayarkan oleh pemerintah
”Kita bisa mengadopsi student loan di luar negeri, tetapi harus membebankan pada pajak khusus. Pemerintah bisa menjadi debitor mewakili peserta didiknya dan membayar cicilan itu ke perbankan. Lebih lanjut, pemerintah juga akan mendapatkan skema pajak khusus ketika mahasiswanya bekerja kelak,” kata Nailul.
Sementara itu, Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo mengatakan, seluruh layanan pembiayaan diberikan 100 persen untuk keperluan biaya pendidikan dan bersifat sebagai alternatif pendanaan atau tidak ada unsur paksaan. Dengan layanan tersebut, mahasiswa atau orangtua/wali yang mengalami kesulitan biaya diharapkan bisa mendapatkan akses pendidikan.
Ada suku bunga kredit 0,07 persen per hari atau setara 25,2 persen per tahun dengan rentang tenor 6-24 bulan. Bunga itu di bawah ambang batas maksimal suku bunga pinjaman daring yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yakni 0,1 persen per hari untuk jenis pinjaman konsumtif.