Lama Sedotan Terurai Dipengaruhi Material Penyusunnya
Beberapa pekan terendam air laut, sedotan berjenis CDA, PHA, dan kertas terdegradasi hingga 50 persen.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Sedotan plastik, meski bentuknya kecil, telah menjadi permasalahan di perairan laut. Meski telah muncul inisiatif pembatasan—bahkan pelarangan pemakaian plastik—serta mengganti sedotan dengan material ramah lingkungan, sedotan plastik tetap mudah dijumpai sebagai sampah di laut. Hal ini karena mayoritas sedotan dibuat dari plastik yang susah terurai di lingkungan.
Tim peneliti menemukan sedotan yang proses dan material dasarnya berbeda-beda memiliki kemampuan terurai yang berbeda-beda pula. Hal ini membuat sedotan plastik membutuhkan waktu terdegradasi yang berlainan pula. Ada yang cepat, tapi ada pula yang sangat lama.
Untuk mengetahui ”nasib” plastik saat terbuang di laut, tim peneliti dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) menguji berbagai jenis sedotan plastik. Mereka menempatkan aneka sedotan plastik itu dalam tangki besar yang didesain menyerupai lingkungan alami laut.
Dalam makalah baru yang diterbitkan di ACS Sustainable Chemistry & Engineering pada 30 Januari 2024, ilmuwan WHOI, yaitu Collin Ward, Bryan James, Chris Reddy, dan Yanchen Sun, membandingkan berbagai jenis sedotan plastik dan kertas untuk melihat jenis sedotan yang paling cepat terdegradasi di lautan pesisir. Mereka bermitra dengan ilmuwan dari perusahaan manufaktur bioplastik Eastman, yang menyediakan dana, berkontribusi sebagai rekan penulis, dan menyediakan bahan untuk penelitian tersebut.
”Kami kurang memahami dengan pasti berapa lama plastik bertahan di lautan. Jadi, kami telah merancang metode untuk mengukur seberapa cepat bahan-bahan ini terurai. Ternyata, dalam kasus ini, ada beberapa sedotan bioplastik yang terdegradasi cukup cepat dan ini merupakan kabar baik,” ungkap Ward dalam situs internet WHOI, 30 Januari 2024.
Perbedaan jenis sedotan plastik ini contohnya pada perbedaan formulasi polimer basa seperti asam polilaktat (PLA) dan polipropilen (PP) serta tambahan bahan kimia. Ada pula bahan-bahan baru di pasaran yang beralih dari produk turunan minyak bumi seperti material selulosa diasetat (CDA), polimer yang berasal dari pulp.
Tim peneliti mengkaji delapan jenis sedotan berbeda dalam tangki berisi air laut yang terus dikontrol suhu, paparan cahaya, dan variabel lingkungan lainnya. Hal ini untuk memastikan kondisinya mirip lingkungan alami laut. Semua sedotan dipantau untuk mengetahui tanda-tanda degradasi selama 16 minggu dan komunitas mikroba yang tumbuh pada sedotan tersebut.
”Ketertarikan saya adalah memahami nasib, ketahanan, dan toksisitas plastik dan bagaimana kita dapat menggunakan informasi tersebut untuk merancang bahan generasi mendatang yang lebih baik bagi manusia dan planet ini,” kata James.
Pemahaman kita mengenai dampak polusi plastik terhadap kesehatan laut benar-benar tidak pasti.
Mereka menguji sedotan yang terbuat dari CDA, polihidroksialkanoat (PHA), kertas, PLA, dan PP. Dalam beberapa minggu sedotan direndam di dalam tangki terkontrol tersebut, sedotan berjenis CDA, PHA, dan kertas terdegradasi hingga 50 persen atau masa hidup lingkungan 10-20 bulan di lautan pesisir. Jenis sedotan PLA dan PP tidak menunjukkan tanda-tanda degradasi yang dapat diukur.
Kemudian, para ilmuwan membandingkan dua sedotan yang terbuat dari CDA, satu sedotan padat dan satu lagi sedotan busa yang keduanya disediakan oleh Eastman. Sedotan yang terbuat dari CDA busa merupakan prototipe untuk melihat apakah peningkatan luas permukaan akan mempercepat degradasi.
Mereka menemukan, laju degradasi sedotan busa 184 persen lebih cepat dibandingkan dengan sedotan padat. Hal ini menjadikannya memiliki masa pakai lingkungan yang lebih pendek dibandingkan dengan sedotan kertas.
Dengan kata lain, sedotan CDA busa sebagai alternatif yang menjanjikan dibandingkan dengan sedotan plastik konvensional. Penggunaan sedotan kertas, meski cepat terurai di lingkungan, acapkali menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penggunanya. Ini karena ada sensasi basah saat mencecap sedotan tersebut.
”Keunikan sedotan busa ini adalah umurnya yang diharapkan lebih pendek dibandingkan dengan sedotan kertas. Namun, tetap mempertahankan sifat-sifat yang Anda sukai dari sedotan plastik atau bioplastik,” kata James.
Sementara itu, Wakil Presiden Inovasi Korporat Eastman Jeff Carbeck mengatakan, penelitian WHOI ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi produsen sedotan. Hasil riset ini, menurut dia, telah menyediakan data ilmiah sebagai dasar untuk memilih bahan sedotan.
Temuan komunitas mikroba
Tim peneliti juga menemukan, komunitas mikroba pada sedotan yang terdegradasi bersifat unik untuk setiap bahan sedotan. Namun, komunitas mikroba pada kedua sedotan non-degradasi tersebut sama meskipun memiliki struktur kimia yang sangat berbeda. Hal ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa mikroba asli mendegradasi sedotan yang dapat terurai secara alami, sedangkan sedotan yang tidak dapat terbiodegradasi kemungkinan besar masih ada di laut.
”Pemahaman kita mengenai dampak polusi plastik terhadap kesehatan laut benar-benar tidak pasti dan sebagian besar dari hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan akan nasib jangka panjang dari bahan-bahan tersebut,” kata Ward.