OECD menilai, program Merdeka Belajar setidaknya perlu terus dilanjutkan dalam satu dekade agar mencapai hasil optimal.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD menilai, transformasi dunia pendidikan Indonesia masih akan melalui jalan panjang. Semua pihak, mulai dari siswa, guru, tenaga kependidikan, orangtua, hingga pemerintah yang saat ini masih sering silang pendapat, harus memiliki visi yang sama demi masa depan.
Direktur OECD Andreas Schleicher mengatakan, sejumlah terobosan yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), khususnya melalui kurikulum Merdeka Belajar, sudah menuju transformasi yang baik. Namun, belum semua pihak memiliki visi yang sama sehingga implementasinya belum maksimal.
Menurut Andreas, program-program Kemendikbudristek yang berjalan saat ini perlu dijalankan setidaknya dalam satu dekade agar mencapai hasil optimal. Jika masih belum sevisi, program-program ini tidak akan berkelanjutan.
”Ini bergantung pada orang-orang yang berada di garda depan dengan rasa kepemilikan di antara para guru di antara orangtua, pimpinan sekolah, dan administrator, serta perlu peninjauan secara terus-menerus,” kata Andreas dalam siniar Silaturahmi Merdeka Belajar, Kamis (1/2/2024).
Hasil Program Penilaian Pelajar Internasional atau Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan, peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik 5 sampai 6 posisi dibandingkan dengan PISA 2018. Peningkatan ini merupakan capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.
Namun, secara skor, PISA Indonesia dan dunia 2022 sebenarnya menurun. Skor membaca dunia turun 18 poin, tetapi Indonesia hanya turun 12 poin. Lebih dari 80 persen negara mengalami penurunan skor membaca dibandingkan dengan PISA 2018.
Untuk Matematika juga naik lima posisi. Skor internasional turun 21 poin, Indonesia turun 13 poin. Adapun literasi sains naik di posisi ke-6 sebab secara global turun 12 poin, Indonesia turun 13 poin.
Oleh karena itu, Andreas menyarankan Indonesia untuk menguatkan sistem pendidikan nasional agar program yang baik tetap berlanjut, bahkan menjadi membudaya. Sebab, sistem bisa berubah kapan pun tergantung dari kebijakan politik setiap pergantian pemimpin, baik menteri maupun presiden.
”Tantangan yang tidak sepele untuk menjadikannya berkelanjutan dan berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan sekolah yang belum yakin bahwa inilah ide yang bagus,” ucapnya.
Narasinya justru mengaburkan realitas. Skor turun, kok, malah dianggap prestasi, ini harus diluruskan.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, penilaian PISA ini menunjukkan ketangguhan sistem pendidikan Indonesia dalam mengatasi hilangnya pembelajaran (learning loss) akibat pandemi Covid-19. Akses bantuan kuota internet yang diberikan pada lebih dari 25 juta murid dan 1,7 juta guru, serta siaran edukasi di televisi publik selama pandemi memastikan pembelajaran tetap terjadi.
”Sehingga seberapa pun kurang optimalnya, tidak ada yang lebih buruk daripada tidak belajar sama sekali,” ucap Nadiem.
Kurikulum Merdeka, menurut Nadiem, mendukung guru melakukan asesmen diagnostik dan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan tiap murid. Buku-buku teks Kurikulum Merdeka juga memuat lebih banyak aktivitas yang dirancang mengasah daya nalar. Pembelajaran tidak lagi berorientasi pada penyampaian materi, tetapi mengasah kompetensi dan karakter murid.
Terpisah, sementara itu, pengamat dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji, menilai, narasi yang dibangun Kemendikbudristek dan OECD penilaian PISA ini keliru. Sebab, yang seharusnya disorot adalah skor PISA-nya yang menurun.
Skor PISA 2022 termasuk terendah jika dilihat dari sejak ikut pertama kali tahun 2000. Terutama di membaca (359) pernah terendah di tahun 2000 dan 2018 (371). Demikian juga skor matematika (366), pernah terendah tahun 2022 (360). Adapun untuk sains (383) relatif stabil.
Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024, pemerintah menetapkan target skor membaca 392, matematika targetnya 388, dan sains targetnya 402. ”Narasinya justru mengaburkan realitas. Skor turun, kok, malah dianggap prestasi, ini harus diluruskan,” kata Indra.