Kekayaan Pengetahuan Lokal Jadi Sumber Literasi Sains
Dengan akuisisi pengetahuan lokal, BRIN mendorong dokumentasi sumber literasi sains bagi masyarakat di Indonesia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kaya akan pengetahuan lokal, tetapi belum didokumentasikan dengan optimal. Pengetahuan berbasis warisan budaya, adat istiadat, dan keanekaragaman hayati itu terancam hilang jika hanya diwariskan secara lisan. Dokumentasi pengetahuan lokal, baik berupa buku maupun audiovisual, menjadi sumber literasi sains bagi masyarakat.
Salah satu upaya pendokumentasian itu dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui program akuisisi pengetahuan lokal. Program ini terbuka bagi semua pihak, mulai dari periset, dosen, mahasiswa, pelajar, kreator atau pegiat budaya, hingga masyarakat umum.
Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian mengatakan, dengan memiliki sekitar 17.000 pulau yang kaya keanekaragaman hayati, serta 300 kelompok etnolinguistik, 742 bahasa, dan 720 suku bangsa, Indonesia mempunyai pengetahuan lokal melimpah. Oleh sebab itu, penting adanya pengakuan dan penghormatan terhadap peran pengetahuan lokal dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan lokal menjadi modal penting bagi pembangunan nasional. Ia berharap kekayaan pengetahuan lokal itu dimanfaatkan untuk mendukung sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan unggul.
”Program ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan dan menyebarluaskan berbagai konten pengetahuan lokal sebagai sumber literasi sains bagi publik,” ujarnya dalam ”Kick Off Program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN” yang digelar secara daring, Selasa (30/1/2024).
Program itu diharapkan turut memastikan seluruh pengetahuan lokal di Tanah Air dapat terjaga dan terkonservasi secara tepat, akurat, dan berkelanjutan. Dengan begitu, bisa diwariskan ke generasi berikutnya dalam bentuk dokumentasi yang kredibel dan inovatif.
”BRIN berupaya menjaring konten pengetahuan lokal untuk diterbitkan dan didiseminasikan secara terbuka dan kreatif melalui kanal publik yang dikelola BRIN. Hal ini diharapkan mempermudah masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan konten pengetahuan lokal,” jelasnya.
Pengetahuan lokal merupakan pemahaman keterampilan dan filosofi yang dimiliki masyarakat tertentu yang mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi, wawasan tradisional, dan kearifan lokal. Bentuknya beragam, seperti pelestarian, konservasi, dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya alam, petuah dan norma dalam masyarakat, pelestarian kebudayaan, serta pemanfaatan berbagai pengetahuan dan sumber daya dalam wujud arsitektur bangunan dan sistem pertanian.
Produk-produk yang dihasilkan nantinya bisa menjadi pencerah literasi ilmiah bagi masyarakat umum, media, dan sebagainya.
Pemanfaatan berbagai pengetahuan lokal tersebut diharapkan meningkatkan literasi sains masyarakat. Tahun ini BRIN menargetkan sekitar 500 karya akuisisi pengetahuan lokal, baik berupa buku maupun audiovisual.
”Literasi ilmiah masyarakat masih belum begitu tinggi sehingga produk-produk yang dihasilkan nantinya bisa menjadi pencerah literasi ilmiah bagi masyarakat umum, media, dan sebagainya,” ujar Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono.
Agus menuturkan, pendaftaran program itu dibuka sepanjang tahun 2024. Setelah diseleksi, karya yang lolos akan diakuisisi dan disebarluaskan sehingga dapat diakses secara terbuka oleh publik.
”Kalau targetnya 500 karya, berarti yang harus masuk (mendaftar) ini mesti tiga kali lipat dari produk yang diakuisisi. Sebab, kita akan menyeleksi konten-konten berkualitas. Jadi, harus kerja keras, baik itu dalam sosialisasi secara aktif dan masif serta menjemput bola ke perguruan tinggi dan komunitas-komunitas,” ujarnya.
Insentif Rp 20 juta
Penulis buku dan kreator konten audiovisual yang karyanya lolos diakuisisi akan mendapatkan insentif. Untuk produk buku, insentifnya Rp 6 juta-Rp 20 juta. Sementara untuk produk audiovisual sebesar Rp 5 juta-Rp 20 juta.
Agus mengatakan, tim pengulas atau reviewer akan menilai karya yang masuk dan menentukan besaran insentif berdasarkan kategori nilai masing-masing. Namun, program akuisisi ini tidak membeli penuh hak cipta dari penulis atau kreator konten.
”Kami membeli izin untuk menyebarluaskan ke masyarakat agar bisa mengaksesnya secara gratis. Sementara bapak dan ibu sebagai pemilik, pencipta buku atau audiovisual, masih diperkenankan menyebarluaskannya bekerja sama dengan penerbit lain,” ujarnya.
Agus menambahkan, berdasarkan program di tahun sebelumnya, karya akuisisi pengetahuan lokal yang paling banyak diakses merupakan bidang energi, bahasa, dan kesehatan. Selain memperkaya sumber literasi, ia berharap semakin banyak masyarakat memanfaatkan pengetahuan yang bersumber dari wawasan lokal itu.
Penata Penerbitan Ahli Madya BRIN, Mayasuri Presilla, menjelaskan berbagai persyaratan untuk mengikuti program akuisisi pengetahuan lokal itu. Peserta wajib menyerahkan karya asli yang dibuat sendiri atau bersama tim. Selain itu, melampirkan surat pernyataan bermeterai yang menyatakan karya bebas dari unsur plagiarisme atau pelanggaran hak cipta, menyetujui karyanya diakuisisi dan disebarluaskan secara terbuka melalui kanal publik yang dikelola BRIN.
Pengusulan karya dapat dilakukan secara daring melalui tautan https://linktr.ee/akuisisiBRIN. Di dalamnya terdapat berbagai panduan terkait program tersebut, di antaranya panduan mengunggah karya, pendaftaran manuskrip buku, penyiapan naskah, dan panduan teknis audiovisual.