Insulin Tak Harus Disuntikkan, Tersedia Obat Oral pada 2025
Peneliti menciptakan obat oral pengganti suntikan insulin bagi penderita diabetes melitus.
Pasien diabetes melitus yang sudah pada fase tidak dapat memproduksi insulin bisa merasakan betapa ”tersiksa”-nya setiap kali menyuntikkan insulin buatan ke dalam tubuhnya. Suntikan demi suntikan dibutuhkan agar ia tetap dapat menjaga keseimbangan gula darah dalam tubuhnya.
Kabar baik kini datang dari peneliti yang menemukan cara memasok kebutuhan insulin pada penderita diabetes tersebut melalui obat oral. Obat ini setidaknya telah sukses diujicobakan pada primata babun (baboon). Diperkirakan obat ini mulai diuji klinis pada manusia pada 2025.
Uji coba pada babun menunjukkan asupan insulin tersebut sukses menurunkan kadar gula darah tanpa menyebabkan hipoglikemia (kadar gula terlalu rendah). Jika hasil uji serupa menunjukkan reaksi yang sama pada manusia—dan tentunya tidak berdampak membahayakan pada kesehatan—obat tersebut dapat menggantikan suntikan insulin yang menyakitkan.
Sampai saat ini diperkirakan 425 juta penduduk dunia menderita diabetes. Dari jumlah tersebut, sebanyak 75 juta penderita rutin menyuntikkan insulin buatan ke dalam tubuhnya.
Temuan para peneliti tersebut bisa menjadi alternatif selain metode injeksi menggunakan jarum suntik. Apalagi para peneliti pun mendesain obat oral insulin berupa pil, kapsul, atau sirop itu bisa dikonsumsi bersama sebatang coklat. Ada yang bosan makan coklat setiap hari?
Baca juga: Tak Perlu Lukai Jari, Cek Kadar Gula Darah Bisa Gunakan Keringat
Di dalam sebatang coklat itu ditaruh pembawa nano (nano carriers) material obat insulin yang dienkapsulasi. Ukuran partikelnya sebesar rambut manusia dibelah 10.000 bagian. Sebuah ukuran yang sangat kecil yang bahkan tak akan tampak dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa.
”Cara mendapatkan insulin ini lebih tepat karena mengantarkan insulin dengan cepat ke area tubuh yang paling membutuhkannya. Saat Anda menginjeksikan insulin dengan jarum suntik, insulin akan menyebar ke seluruh tubuh sehingga dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan,” ucap Prof Peter McCourt dari UiT Norway's Arctic University, anggota tim peneliti, dalam situs internet kampus tersebut, 19 Januari 2024.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Nanotechnology pada 2 Januari 2024.
Terurai di perut
Para peneliti di University of Sydney dan Health District (SLHD) Concord, New South Wales, di Australia yang bekerja sama dengan UiT beberapa tahun lalu menemukan, obat-obatan dapat dikirimkan melalui pembawa nano ke hati. Metode ini kemudian dikembangkan lebih lanjut di Australia dan Eropa.
Meski banyak obat yang bisa diminum dengan cara tersebut, hingga saat ini penderita diabetes harus menyuntikkan insulin ke dalam tubuhnya. McCourt menjelaskan, masalah insulin dengan pembawa nano adalah insulin terurai di perut sehingga tidak sampai ke tempat yang dibutuhkan tubuh. Hal ini menjadi tantangan besar dalam mengembangkan obat diabetes yang dapat dikonsumsi secara oral.
Ini berarti ketika gula darah tinggi, terjadi pelepasan insulin dengan cepat, dan yang lebih penting lagi, ketika gula darah rendah, tidak ada insulin yang dilepaskan.
Namun, kini, para peneliti telah memecahkan tantangan ini. ”Kami telah menciptakan lapisan untuk melindungi insulin agar tidak dipecah oleh asam lambung dan enzim pencernaan dalam perjalanannya melalui sistem pencernaan, menjaganya tetap aman hingga mencapai tujuannya, yaitu hati,” kata McCourt yang juga ahli biologi hati.
Lapisan tersebut kemudian dipecah di hati oleh enzim yang hanya aktif ketika kadar gula darah tinggi. Setelah pecah, kapsul tersebut melepaskan insulin yang kemudian dapat bekerja di hati, otot, dan lemak untuk menghilangkan gula dari darah.
”Ini berarti ketika gula darah tinggi, terjadi pelepasan insulin dengan cepat, dan yang lebih penting lagi, ketika gula darah rendah, tidak ada insulin yang dilepaskan,” kata Nicholas J Hunt dari University of Sydney yang memimpin riset ini.
Ia menjelaskan, temuan ini akan menjadi metode pengelolaan diabetes yang lebih praktis dan ramah pasien. Alasannya, hal ini sangat mengurangi risiko terjadinya kejadian gula darah rendah, yaitu hipoglikemia dan memungkinkan pelepasan insulin terkontrol tergantung pada kebutuhan pasien. Hal ini tidak dapat dijamin pada metode suntikan yang semua insulin dilepaskan dalam satu suntikan.
Sedikit efek samping
Metode baru ini bekerja serupa dengan cara kerja insulin pada orang sehat. Pankreas memproduksi insulin yang pertama kali melewati hati di mana sebagian besar diserap untuk menjaga kestabilan kadar gula darah. Dalam metode insulin baru, pembawa nano melepaskan insulin di hati, di mana insulin dapat diambil atau dimasukkan ke dalam darah untuk diedarkan ke dalam tubuh.
Saat penderita diabetes menyuntikkan insulin di bawah kulit dengan jarum suntik, lebih banyak insulin yang masuk ke otot dan jaringan adiposa dibandingkan yang biasanya terjadi jika insulin dilepaskan dari pankreas. Hal ini dapat menyebabkan penumpukan lemak serta dapat menyebabkan hipoglikemia, yang berpotensi berbahaya bagi penderita diabetes.
Dengan metode baru, efek samping seperti itu akan lebih sedikit. Selain itu, penderita diabetes tidak perlu menusuk diri sendiri dengan jarum. Kelebihan lainnya, obat insulin ini tidak perlu didinginkan.
Diuji pada babun
Insulin oral ini telah diuji pada nematoda, tikus, dan mencit. Terakhir, obat tersebut telah melewati uji pada babun di National Baboon Colony di Australia. ”Untuk membuat insulin oral terasa enak, kami memasukkannya ke dalam coklat bebas gula. Pendekatan ini diterima dengan baik,” kata Hunt.
Ia mengatakan, ada 20 babun normal dan sehat dalam riset ini. Namun, insulin oral juga telah diuji pada tikus kecil (mouse) dan tikus besar (rat) yang benar-benar menderita diabetes. Kedua jenis hewan pengerat tersebut tidak mengalami hipoglikemia, penambahan berat badan, atau penumpukan lemak di hati.
Setelah melewati uji pada tikus dan babun, peneliti merencanakan uji pada manusia yang dimulai pada 2025. Uji ini akan dipimpin perusahaan Endo Axiom.
Dalam uji klinis fase I, peneliti akan menyelidiki keamanan insulin oral dan secara kritis melihat kejadian hipoglikemia pada orang sehat dan diabetes tipe 1. ”Eksperimen ini mengikuti persyaratan kualitas yang ketat dan harus dilakukan bekerja sama dengan dokter untuk memastikan kondisi mereka aman,” kata Hunt.
Baca juga: Diabetes Menjadi Penyakit Kronis dengan Pertumbuhan Tercepat di Dunia
Setelah melewati fase I dan dinyatakan obat tersebut aman bagi manusia, penelitian masuk ke fase 2. Dalam fase tersebut, peneliti akan menyelidiki bagaimana obat ini dapat menggantikan suntikan untuk pasien diabetes. Para peneliti berharap obat baru ini dapat siap digunakan oleh semua orang dalam 2-3 tahun mendatang.