Peneliti mengembangkan teknologi baru untuk memisahkan serat pada kain, memungkinkan untuk mendaur ulang pakaian.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pakaian dan tekstil lainnya termasuk bahan yang paling buruk bagi lingkungan karena sangat sulit diurai. Para peneliti dari Aarhus University, Denmark, kini telah mengembangkan teknologi baru yang dapat memisahkan serat pada kain campuran sehingga memungkinkan pakain bekas dapat didaur ulang dengan mudah.
Mayoritas pakaian dan bahan tekstil yang terdapat di pasaran saat ini sangat sulit, bahkan hampir mustahil, untuk didaur ulang. Hal ini karena sulit memisahkan berbagai serat yang tercampur dalam pakaian tersebut, seperti elastane, kapas, wol, dan nilon.
Melalui serangkaian riset, para peneliti dari Aarhus University akhirnya berhasil mengembangkan teknologi baru yang memungkinkan untuk mengurai berbagai serat dalam pakaian tersebut. Laporan studi ini terbit di jurnal Green Chemistry, November 2023.
Peneliti di Pusat Nanosains Interdisipliner Aarhus University, Steffan Kvist Kristensen, mengatakan, para peneliti telah mengembangkan metode untuk menghilangkan elastane sepenuhnya dari nilon. Akan tetapi, peneliti belum sampai pada tahap menghilangkan elastane pada kapas karena beberapa serat kapas terurai dalam prosesnya.
”Dengan sedikit penyesuaian, kami dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan kata lain, kita dapat membongkar kain tersebut sehingga kita dapat mendaur ulang lebih banyak tekstil di masa depan,” ujarnya dikutip dari situs Aarhus University, Senin (22/1/2024).
Kristensen menjelaskan, tidak mudah untuk memisahkan elastane dan serat lainnya setelah dicampur menjadi satu. Seperti nilon atau katun, pakaian juga dibuat dengan melilitkan serat utama di sekitar serat elastane yang terdiri dari rantai molekul yang panjang. Serat ini hanya akan pecah atau terurai jika kita memutus rantai panjang molekul.
Menurut dia, banyak mata rantai dalam rantai elastane diikat bersama oleh molekul kecil yang disebut diamina. Peneliti kemudian telah menemukan metode untuk memecah ikatan pada elastane dengan memanaskan pakaian hingga 225 derajat celsius dan menambahkan alkohol tertentu. Ketika ini terjadi, rantai elastane akan berantakan dan materialnya terpisah.
Para peneliti juga tidak menggunakan bahan kimia keras mengingat sebagian besar serat dalam pakaian harus dapat didaur ulang. Sebaliknya, mereka menggunakan alkohol dan menambahkan basa kalium hidroksida.
”Kalium hidroksida adalah salah satu bahan utama dalam pembersih saluran air biasa. Kami menemukan bahwa menambahkan bahan kimia tersebut dapat mempercepat proses. Jadi, ini hanya meningkatkan kecepatan reaksi kimia,” katanya.
Kristensen dan rekan peneliti lainnya tidak mengetahui dengan pasti penyebab hal ini bisa terjadi. Namun, proses tersebut telah terbukti bisa merusak ikatan elastane. Mereka juga meyakini bahwa kalium hidroksida dapat meningkatkan reaktivitas alkohol.
Sampai saat ini, Steffan Kvist Kristensen dan rekan-rekannya hanya bereksperimen dengan dua stoking nilon dalam satu waktu. Oleh karena itu, teknologi tersebut belum siap untuk diterapkan pada skala industri. Hal ini memerlukan kemampuan untuk menguraikan pakaian dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Martin B Johansen yang juga terlibat dalam studi ini menyebut, peneliti hanya dapat melakukan eksperimen kecil karena keterbatasan peralatan. ”Oleh karena itu, industri harus memanfaatkan teknologi ini dan meningkatkannya dengan sungguh-sungguh,” ujarnya.
Mereka juga menekankan bahwa upaya mendaur ulang pakaian bekas dengan teknologi ini perlu melibatkan pabrik kimia yang besar. Namun, pihak industri harus melihat model bisnis dalam membeli bahan daur ulang dan menggunakannya dalam produksi serat baru. Jika hal ini tidak dilakukan, teknologi tersebut kemungkinan tidak akan pernah berkembang.