logo Kompas.id
HumanioraMenanti Jawaban Cawapres Atasi...
Iklan

Menanti Jawaban Cawapres Atasi Kebuntuan RUU Masyarakat Adat

Masyarakat adat tetap akan mencoblos dalam Pemilu 2024 meski sudah dua dekade terakhir dikecewakan berkali-kali.

Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
· 4 menit baca
Warga Baduy Dalam berjalan kaki dari permukimannya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (28/4) sekitar pukul 05.30 WIB, untuk melaksanakan ritual Seba Baduy.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS

Warga Baduy Dalam berjalan kaki dari permukimannya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (28/4) sekitar pukul 05.30 WIB, untuk melaksanakan ritual Seba Baduy.

Selama dua dekade masyarakat adat menanti perlindungan dari negara untuk mengakui eksistensi mereka yang ada sebelum negeri ini merdeka. Empat periode yang dijalani dua orang presiden belum mampu meloloskan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat, tetapi mereka tetap hormat pada Indonesia.

Proses legislasi yang buntu berkali-kali ini mengecewakan Umbu Katanga Pahlawan (57), tetua komunitas adat Matolang Watukapepi, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Upayanya mengambil alih tanah ulayat yang dicaplok jadi hutan lindung sejak 1998 tak berkesudahan karena tak ada payung hukum yang kuat.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Keberadaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B Ayat (2) yang berbunyi negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat serta hak tradisionalnya pun dipertanyakan. Berikut juga dengan aturan turunannya yang tetap memiliki celah yang melemahkan masyarakat adat.

Instrumen hukum untuk mengakui masyarakat adat sebenarnya sudah banyak. Beberapa instrumen hukum itu meliputi, antara lain, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B Ayat (2), UU Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 67, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2021.

Ada pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021.

Saya tetap mencoblos walau sudah telanjur kecewa. Nanti saya tonton dan tunggu jawaban mereka di debat cawapres.

Meski proses legislasi sejak tahun 2003 berkali-kali mengecewakan, hal itu tidak membuat penghormatan masyarakat adat pada negara menjadi luntur. Umbu Pahlawan dan Komunitas Adat Matolang Watukapepi selalu dan tetap akan mencoblos pada Pemilu 2024.

”Siapa pun punya hak untuk mau maju memimpin negara, kami juga punya hak untuk memilih. Dengan mencoblos ini bukti masyarakat adat menghormati negara, tetapi hak kami tolong diingat,” kata Umbu Pahlawan.

Komunitas Adat Matolang Watukapepi berkumpul di rumah adat, Uma Mbatangu, di Desa Matawai Pawali, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/1/2024).
KOMPAS/STEPHANUS ARANDITIO

Komunitas Adat Matolang Watukapepi berkumpul di rumah adat, Uma Mbatangu, di Desa Matawai Pawali, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/1/2024).

Begitu pula dengan Ndawa Piranyawa (68), tokoh adat Komunitas Adat Patanning Wuakamba, Sumba Timur, yang tetap memilih meski tanah adatnya dikonversi menjadi hak guna usaha oleh negara kepada perusahaan gula.

Sejak tahun 2014, hamparan sabana sumber pakan ternak kuda dan sapi serta aliran airnya perlahan berubah menjadi perkebunan tebu.

Ndawa selalu berharap setiap menggunakan hak pilihnya di bilik suara lahir pemimpin yang berpihak kepada mereka. Sebab, tanah adat adalah peninggalan leluhur mereka yang ada sebelum Indonesia merdeka dan terus menghidupi mereka sampai saat ini.

”Saya tetap mencoblos walau sudah telanjur kecewa. Nanti saya tonton dan tunggu jawaban mereka di debat cawapres. Tanah ini kalau semua menjadi tebu, kami mau hidup dari mana?” ucap Ndawa.

Iklan

Baca juga: Pengakuan Masyarakat Adat oleh Pemerintah Daerah Rendah

Alih-alih mendapatkan haknya, kondisi masyarakat adat saat ini semakin terimpit. Berbagai produk hukum yang lahir justru melegalisasi agenda investasi dan pembangunan berskala besar.

Beberapa regulasi tersebut mulai dari Undang-Undang Cipta Kerja, UU Mineral dan Batubara, UU Ibu Kota Negara, hingga produk hukum lainnya yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat, dalam waktu 10 tahun terakhir ada sekitar 687 orang masyarakat adat yang dikriminalisasi.

Sebagai contoh, kasus penangkapan masyarakat adat Laman Kinipan di Kalimantan Tengah, kasus perampasan wilayah adat O Hangana Manyawa di Halmahera Timur, hingga ancaman pengalihan tanah masyarakat adat suku Balik di Penajam Paser Utara untuk menjadi Ibu Kota Nusantara.

Petugas polisi menangkap Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing, Rabu (26/8/2020).
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Petugas polisi menangkap Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing, Rabu (26/8/2020).

Sekretaris Jenderal AMAN Ruka Sombolinggi mengutarakan, catatan ini bertolak belakang dengan janji Presiden Joko Widodo dalam kampanye Pilpres 2014 yang mengatakan akan mendorong DPR menyelesaikan RUU Masyarakat Adat. Sejumlah surat pengingat janji ke istana pun tidak terbalas sampai saat ini.

Debat cawapres

Masyarakat adat kini berharap ketiga calon wakil presiden yang akan tampil dalam debat keempat, Minggu (21/1/2024), memaparkan komitmen mereka karena dalam dokumen visi dan misi ketiga pasangan calon belum tergambar jelas.

Ketiganya perlu meluruskan dan mengoreksi paradigma, kebijakan, dan praktik pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat.

”Mereka harus jelas dan tegas, mau ngapain mereka dengan kami, karena ini sudah 20 tahun lebih RUU Masyarakat Adat tidak disahkan. Pak Jokowi dulu pernah berjanji, tetapi nyatanya ratusan kriminalisasi dan perampasan wilayah adat terus terjadi,” kata Ruka yang juga menjadi panelis debat cawapres kali ini.

Baca juga: Pulang Selamanya Menjaga Kampung Adat

Dalam dokumen visi dan misi, pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menyatakan akan memberikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan melibatkan masyarakat adat.

Ada pula janji untuk mempercepat pemberian kepastian hak atas tanah ulayat masyarakat adat dengan penyederhanaan proses birokrasi pemerintahan.

Sementara pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menyatakan akan memberikan pengakuan masyarakat adat atas hak ulayat untuk menyejahterakan masyarakat adat.

Adapun pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sama sekali tidak menyinggung masyarakat adat dalam visi-misinya.

https://cdn-assetd.kompas.id/XW8BmiaAJqM49l7CnLooUDj6-LI=/1024x918/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F06%2F6f685831-f52e-4a40-b190-cc53f0dfc582_png.png
Editor:
EVY RACHMAWATI
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000