logo Kompas.id
HumanioraHentikan Eksploitasi Anak...
Iklan

Hentikan Eksploitasi Anak dalam Kegiatan Politik

Melibatkan anak-anak dalam kampanye berpotensi mengganggu psikologis dan tumbuh kembangnya.

Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
· 5 menit baca
Seorang anak difoto orangtuanya bersama salah satu maskot pemilu, Sulu, saat sosialisasi Pemilu 2024 bagi pemilih muda di <i>car free day</i> di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (17/12/2023).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Seorang anak difoto orangtuanya bersama salah satu maskot pemilu, Sulu, saat sosialisasi Pemilu 2024 bagi pemilih muda di car free day di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (17/12/2023).

”Jangan melibatkan anak-anak dalam kegiatan pemilihan umum”. Seruan ini selalu hadir tiap kali penyelenggaraan pemilu. Namun, pelanggaran tetap terjadi meski Undang-Undang Pemilihan Umum melarang pelibatan anak-anak dalam berbagai kegiatan terkait pemilihan umum.

Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pun anak-anak masih dilibatkan dalam berbagai kegiatan kampanye ataupun digunakan sebagai alat kampanye, bahkan anak-anak ”dimanfaatkan” peserta pemilu menjadi perantara untuk mendapatkan suara dari orangtuanya.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Keterlibatan anak-anak dalam penyelenggaraan pemilu dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja, baik oleh orangtua maupun peserta pemilu. Bentuk pelibatannya bermacam-macam, mulai dari secara fisik hingga dimanfaatkan untuk kepentingan publikasi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat pemantauan di lapangan sebelum dan selama masa kampanye menemukan sejumlah pelanggaran. Menjelang pemungutan suara, pelibatan anak-anak yang belum memiliki hak pilih kian marak.

Pelanggaran paling banyak yang ditemui KPAI adalah pelibatan anak-anak dalam kegiatan pertemuan terbuka, seperti membawa anak ke arena kampanye dan mengenakan atribut kampanye kepada anak.

”Anak-anak yang jadi korban penyalahgunaan dan eksploitasi politik ini berusia antara tiga tahun dan 17 tahun. Sementara individu dan lembaga yang mengabaikan hak anak dan prinsip kepentingan terbaik anak selama masa kampanye ini beragam,” tutur komisioner KPAI yang juga Ketua Klaster Hak Sipil dan Partisipasi Anak Sylvana Maria Apituley, Rabu (17/1/2024), di Jakarta.

Sylvana Apituley, komisioner KPAI
TANGKAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL

Sylvana Apituley, komisioner KPAI

Pihak yang melibatkan anak-anak dalam kegiatan pemilu ialah orangtua, guru, serta orang dewasa di sekitar anak yang memfasilitasi produksi video-video kampanye negatif ataupun kampanye yang mendorong pilihan capres dan calon anggota legislatif. Ada juga tim sukses, ketua partai politik, serta calon presiden/calon wakil presiden.

Hingga 17 Januari 2024, KPAI menerima enam pengaduan langsung kasus dugaan pelanggaran pemilu dan pelanggaran hak anak, serta mencatat 19 kasus lainnya yang diberitakan media ataupun yang beredar di beberapa platform media sosial.

Sejumlah pelanggaran yang dicatat KPAI, antara lain, anak-anak dijadikan sebagai ”target antara” dalam bentuk kampanye dengan cara membagi-bagikan benda/barang yang tidak termasuk sebagai alat kampanye sehingga anak menjadi perantara untuk menarik suara.

Selain menjadi ”perantara”, menurut Sylvana, sosok anak-anak juga digunakan oleh peserta pemilu sebagai iklan kampanye melalui foto atau profil berwajah anak. Gambar-gambar peserta pemilu berwajah anak dipasang dalam poster dan spanduk yang terpasang di ruang publik.

Baca juga: Jangan Eksploitasi Anak-anak di Panggung Politik

KPAI juga menemukan pelanggaran anak-anak dijadikan juru kampanye lewat video yang disebarkan di berbagai platform media sosial ataupun langsung, menjadikan anak sebagai pelaku politik uang, serta mengarahkan anak untuk mengingat dan mempromosikan capres tertentu.

Iklan

Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, ruang pendidikan pun menjadi sasaran dan target kampanye dari peserta pemilu. Hampir semua calon presiden/wakil presiden dan calon anggota legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah, mengincar suara pemilih pemula.

Pelanggaran paling banyak yang ditemui KPAI adalah pelibatan anak-anak dalam kegiatan pertemuan terbuka, seperti membawa anak ke arena kampanye dan mengenakan atribut kampanye kepada anak, terutama saat rapat umum.

Padahal, saat dibawa ke arena kampanye, anak-anak (termasuk bayi) rentan menjadi korban kekerasan dan rentan terganggu kesehatan dan mentalnya. Misalnya, ketika anak dibawa dalam kerumunan massa yang berdesak-desakan, atau di tengah teriakan-teriakan, anak rentan mengalami trauma.

Bahkan, sejumlah orangtua bahkan bangga menyematkan alat peraga kampanye di tubuh anak-anaknya, membawa anak-anak naik sepeda motor atau kendaraan bak terbuka, berbaur dalam arak-arakan massa. Padahal, dampak psikologisnya sangat besar, terutama pada anak-anak yang masih sangat kecil.

Anggota Bawaslu, Lolly Suhenti, saat membuka diskusi bertajuk Partisipasi Anak Muda dalam Pemantauan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di Jakarta, Jumat (12/8/2022).
KOMPAS/IQBAL BASYARI

Anggota Bawaslu, Lolly Suhenti, saat membuka diskusi bertajuk Partisipasi Anak Muda dalam Pemantauan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Lindungi anak

Temuan kasus-kasus tersebut menurut KPAI merupakan bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan anak dalam aktivitas politik yang bertentangan dengan mandat sejumlah UU dan kebijakan nasional, terutama UUD 1945 Pasal 28B Ayat (2) yang menyatakan ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 280 Ayat (2) huruf k, pun tegas menyatakan bahwa pelaksana atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih. Larangan pelibatan anak dalam kampanye juga diatur secara tegas dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

Bahkan, pelibatan anak dalam kegiatan politik juga bertentangan dengan Undang-Undang No 35/2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 15a yang menyatakan ”Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik”.

Simak juga: Arsip Foto ”Kompas”: Potret Kepolosan Anak-anak dalam Kampanye Pemilu

”KPAI mendesak para tokoh politik, pimpinan dan pengurus partai politik, calon anggota legislatif, tim sukses para calon, serta semua paslon presiden dan wakil presiden agar berhenti menjadikan anak sebagai obyek dan tidak memosisikan anak sebagai target kepentingan politik elektoral,” tutur Sylvana menegaskan.

Anggota KPU, August Mellaz, dalam sebuah webinar pada beberapa waktu lalu menyampaikan, sekitar 55 persen pemilih Pemilu 2024 berasal dari Generasi Z dan milenial yang berada di rentang usia 17 tahun hingga 40 tahun.

Untuk mencegah pelanggaran pemilu, khususnya pelibatan anak-anak dalam Pemilu 2024, sejak pertengahan tahun 2023, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPAI sudah menandatangani nota kesepahaman. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja bahkan mengingatkan, pelibatan anak dalam kegiatan pemilu dapat dikenakan tindak pidana seperti yang tercantum dalam UU Pemilu dan UU Perlindungan Anak.

Maskot Pemilu 2024 dari KPU, Sura dan Sulu, tengah berfoto bersama anak-anak pengunjung hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau <i>car free day</i> di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (14/1/2024).
KOMPAS/WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN

Maskot Pemilu 2024 dari KPU, Sura dan Sulu, tengah berfoto bersama anak-anak pengunjung hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (14/1/2024).

Pencegahan anak terlibat dalam kegiatan politik juga dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta sejumlah lembaga. Pada pertengahan November 2023, Kementerian PPPA, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan KPAI menandatangani Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang Ramah Anak.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar berulang kali meminta semua pihak agar berhenti mengeksploitasi anak dalam kegiatan politik karena akan berdampak besar dan memengaruhi tumbuh kembang anak.

Sosialisasi tentang larangan pelibatan anak dalam kegiatan politik seharusnya semakin menyadarkan masyarakat (terutama orangtua) agar tidak membiarkan anak-anaknya menjadi alat politik sebelum usianya memenuhi syarat menjadi pemilih.

Editor:
ADHITYA RAMADHAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000