Dampak Perubahan Iklim Mengurangi Angka Harapan Hidup
Peningkatan suhu dan perubahan curah hujan menyebabkan masalah kesehatan dan mengurangi angka harapan hidup.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Analisis data di 191 negara menemukan, dampak perubahan iklim dalam kurun 1940-2020 telah mengurangi rata-rata umur manusia selama enam bulan. Riset serupa pernah dilakukan di Berau, Kalimantan Timur, yang menunjukkan, peningkatan suhu hingga 0,95 derajat celsius dalam 16 tahun di kawasan ini telah meningkatkan 7,3–8,5 persen kematian dari semua penyebab, atau 101–118 tambahan kematian per tahun.
Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal akses terbuka PLOS Climate pada pada Kamis (18/1/2024) ini berupaya mengungkap hubungan langsung antara perubahan iklim dan angka harapan hidup. Laporan ditulis oleh Amit Roy dari The New School for Social Research, New York.
Peningkatan suhu dan perubahan curah hujan, dua tanda perubahan iklim, telah menyebabkan banyak sekali masalah kesehatan masyarakat. Dampak itu bisa bersifat langsung, seperti banjir dan gelombang panas, hingga yang tidak langsung dan sama-sama berdampak buruk, misalnya penyakit pernapasan dan mental.
Meskipun dampak seperti ini dapat diamati dan didokumentasikan dengan baik, penelitian sebelumnya belum menemukan hubungan langsung antara perubahan iklim dan angka harapan hidup. Untuk memperjelas hubungan ini, Amit Roy mengevaluasi data rata-rata suhu, curah hujan, dan harapan hidup dari 191 negara pada tahun 1940–2020. Ia menggunakan data pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita untuk mengamati perbedaan drastis antarnegara.
Selain mengukur dampak terisolasi dari suhu dan curah hujan, penulis juga merancang indeks perubahan iklim gabungan pertama yang menggabungkan dua variabel untuk mengukur tingkat keparahan perubahan iklim secara menyeluruh.
Dampak positif dan negatif
Hasil penelitian menunjukkan, kenaikan suhu dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap harapan hidup. Dampaknya bergantung pada beberapa faktor, termasuk besaran dan durasi kenaikan suhu, lokasi geografis, dan kemampuan masyarakat untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi.
Temperatur yang lebih tinggi dapat memengaruhi harapan hidup secara positif dengan mengurangi angka kematian akibat cuaca dingin selama musim dingin di negara-negara ekstrem dingin. Selain itu, di beberapa wilayah pertanian, suhu yang lebih tinggi dan musim tanam yang lebih panjang dapat meningkatkan produktivitas pertanian sehingga meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi malanutrisi, dan memberikan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat.
Namun, di banyak daerah lain, terutama negara-negara tropis, peningkatan suhu dapat meningkatkan risiko kesehatan karena kondisi sebelumnya yang sudah panas. Dampak suhu yang lebih tinggi terhadap kesehatan tidak seragam dan dapat bervariasi, selain berdasarkan wilayah geografis, faktor sosial ekonomi, dan status kesehatan individu. Populasi yang rentan, seperti orang lanjut usia, anak-anak, dan mereka yang memiliki sumber daya terbatas, sering kali terkena dampak yang lebih parah akibat cuaca panas ekstrem.
Ancaman global yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap kesejahteraan miliaran orang menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengatasinya sebagai krisis kesehatan masyarakat.
Demikian halnya, hubungan antara curah hujan dan harapan hidup sangatlah kompleks dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk lokasi geografis, variabilitas suhu, kondisi sosial ekonomi, dan infrastruktur layanan kesehatan. Di wilayah dengan iklim kering atau semikering, peningkatan curah hujan bisa berdampak positif pada pertanian, produksi pangan, dan ketersediaan air sehingga berpotensi meningkatkan hasil kesehatan.
Sebaliknya, di wilayah dengan curah hujan tinggi dan konsisten, curah hujan yang terlalu banyak dapat menyebabkan banjir, penyakit yang ditularkan melalui air, dan risiko kesehatan lain. Akses terhadap air bersih, sanitasi, layanan kesehatan, dan nutrisi dapat mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan akibat curah hujan yang tidak memadai atau berlebihan. Di daerah dengan infrastruktur yang buruk dan sumber daya terbatas, dampak curah hujan terhadap kesehatan mungkin lebih besar.
Angka harapan hidup
Dengan memperhatikan dampak positif dan negatif di 191 negara, peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan suhu global sebesar 1 derajat celsius dikaitkan dengan penurunan harapan hidup manusia rata-rata 0,44 tahun atau enam bulan satu minggu. Sementara peningkatan 10 poin pada indeks perubahan iklim gabungan yang memperhitungkan suhu dan curah hujan diperkirakan menurunkan rata-rata harapan hidup selama enam bulan.
Riset juga menemukan, masyarakat di negara-negara berkembang terkena dampak yang tidak proporsional. Kelompok rentan, seperti perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia, juga lebih rentan terdampak.
Untuk melengkapi pendekatan berskala besar ini, penulis menyarankan penelitian lokal di masa depan yang mempertimbangkan peristiwa cuaca buruk tertentu. Peristiwa tersebut misalnya kebakaran hutan dan banjir, yang dampaknya tidak dapat sepenuhnya ditangkap hanya dengan menganalisis suhu dan curah hujan.
”Ancaman global yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap kesejahteraan miliaran orang menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengatasinya sebagai krisis kesehatan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh penelitian ini, menekankan bahwa upaya mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan tindakan proaktif Inisiatif-inisiatif ini sangat penting untuk menjaga harapan hidup dan melindungi kesehatan masyarakat di seluruh dunia,” kata Roy.
Data di Berau
Sebelumnya, laporan peneliti The Nature Conservancy, Nicholas H Wolff dan tim, di Lancet Planetary Health pada 2021 menemukan dampak kenaikan suhu di Berau, Kalimantan Timur, akibat deforestasi dan perubahan iklim telah meningkatkan angka kematian populasi. Dalam kurun waktu 16 tahun telah terjadi kenaikan suhu maksimum harian di Berau rata-rata 0,95 derajat celsius, termasuk tertinggi di Indonesia.
Sebagai perbandingan, kenaikan suhu secara global dunia 1,2 derajat celsius terjadi dalam kurun 150 tahun. Akan tetapi, di Berau, hanya dalam 16 tahun terjadi kenaikan suhu hampir 1 derajat celsius.
Deforestasi yang marak, termasuk akibat penambangan batubara di kawasan ini, telah memperkuat kenaikan suhu akibat perubahan iklim global. Wolff dan tim menyebutkan, dalam periode 16 tahun itu, seluas 4.375 kilometer persegi hutan di Berau telah dibuka, setara dengan 17 persen dari luasan lahan di seluruh wilayah kabupaten ini.
Dengan menganalisis data di pusat kesehatan masyarakat, ditemukan adanya kaitan antara kenaikan suhu 1 derajat celsius di Berau ini dan meningkatnya 7,3-8,5 persen kematian dari semua penyebab, atau 101–118 tambahan kematian per tahun pada tahun 2018.
Selain itu, peningkatan suhu ini juga menyebabkan peningkatan waktu kerja yang tidak aman sebesar 0,31 jam per hari di daerah yang terdeforestasi dibandingkan dengan 0,03 jam per hari di daerah yang mempertahankan tutupan hutan. Hal ini bisa memengaruhi produktivitas bekerja, khususnya di luar ruangan.