Data Emisi PLTU Suralaya dan Ombilin Bersifat Terbuka untuk Publik
Berdasarkan hasil sidang, informasi tentang emisi dari PLTU Suralaya dan PLTU Ombilin bersifat terbuka untuk publik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Hasil sidang keterbukaan informasi publik menyatakan data dan informasi tentang emisi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Suralayadi Cilegon, Banten, dan PLTU Ombilin di Padang, Sumatera Barat, bersifat terbuka untuk publik.
Dengan putusan sidang itu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebagai pihak termohon diperintahkan memberikan data dan informasi yang dihasilkan pengoperasian PLTU Suralaya dan PLTU Ombilin kepada pihak pemohon. Adapun pemohon adalah Margaretha Quina sebagai periset lingkungan.
Hasil sidang Keterbukaan Informasi Publik dengan nomor sengketa 009/II/KIP-PSI/2023 dibacakan majelis di Ruang Sidang Komisi Informasi Pusat, Jakarta, Kamis (18/1/2024). Sidang dipimpin ketua majelis komisioner Syawaludin bersama anggota majelis komisioner Arya Sandhiyudha dan Handoko Agung Saputro.
”Menyatakan informasi yang dimohon oleh pemohon merupakan informasi terbuka. Informasi ini berupa hasil pengukuran sistem pemantauan terus-menerus emisi (CEMS) cerobong PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin,” ujar Syawaludin saat membacakan amar putusan.
Data dan informasi yang terbuka untuk publik itu sebagaimana termuat dalam Laporan CEMS yang disusun tiga bulan sekalidan dilaporkan pada periode 2015-2022kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal.
Syawaludin menyebut, informasi lainnya yang terbuka untuk publik mencakup desain atau jaminan pompa submersible listrik (ESP) yang memuat jumlah, tipe, laju aliran gas pada inlet ESP, kebocoran udara, temperatur gas di inlet ESP.
Kemudian data lainnya adalah muatan debu (dust loading), total emisi partikulat, dan rancangan kerugian ESP. Data tersebut termuat dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin.
Selain itu, majelis menyatakan laporan pelaksanaan pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya(B3) juga terbuka untuk publik.
Menyatakan informasi yang dimohon oleh pemohon merupakan informasi terbuka. Informasi ini berupa hasil pengukuran sistem pemantauan terus-menerus emisi (CEMS) cerobong PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin.
Data dan informasi ini khususnya terkait dengan neraca limbah untuk kode ilmiah B409 dan B410beserta lampiran-lampiran bukti pengiriman serta pemanfaatannya yang dihasilkan PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilia untuk periode 2012-2021.
”Memerintahkan kepada termohon untuk memberikan informasi a quo kepada pemohon dan melaksanakan amar putusan sebagaimana dimaksud sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap,” kata Syawaludin.
Sebelumnya, gugatan ini diajukan Margaretha Quina agar PLN membuka data emisi dari pengoperasian PLTU Suralaya dan Ombilin. Sebab, permintaan untuk informasi data emisi dan pengelolaan limbah dari kedua PLTU itu selalu ditolak PLN dan sejumlah institusi pemerintahdi tingkat pusat hingga daerah.
Margaretha membutuhkan data tersebut untuk meneliti dampak dari berbagai aspek terkait emisi PLTU terhadap masyarakat di Cilegon dan Padang.Menurut Margaretha, riset dampak PLTU tak bisa hanya dengan investigasi lapangan, tapi juga informasi dan data akurat tentang performa pengendalian emisi tersebut.
Dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi pada September 2023, perwakilan PLN beralasan data tidak bisa diberikan karena dikecualikan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP dan UU No 30/2000 tentang Rahasia Dagang.
Pihak PLN juga khawatir data akan digunakan pihak tidak berwenang dan tidak berkompeten untuk memberikan ancaman.Ancaman itu mulai dari ancaman gugatan terhadap operasionalisasi PLTU, munculnya opini publik yang sesat dan hoaks atas akibat evaluasi informasi yang salah oleh pihak lain.
Kemudian, kekhawatiran lainnya adalah bisa menimbulkan keresahan masyarakat, memobilisasi pelarangan operasionalisasi PLTU, gejolak sosial atau chaos, gangguan pengoperasian PLTU lain, hingga ancaman penghentian operasionalisasi PLTU, sementara maupun permanen, yang berpotensi terjadi defisit daya dan pemadaman listrik (Kompas, 13/9/2023).