Sub-PIN polio sebagai respons ditemukannya kasus lumpuh layuh akut mulai dilakukan serentak pada 15 Januari 2024.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sub-Pekan Imunisasi Nasional Polio secara serentak akan dimulai pada Senin, 15 Januari 2024, dengan sasaran imunisasi setidaknya 8,4 juta anak-anak. Imunisasi ini dilakukan sebagai respons atas temuan kasus lumpuh layuh akut akibat virus polio.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine dihubungi di Jakarta, Minggu (14/1/2024), mengatakan, pelaksanaan Sub-PIN Polio akan dimulai secara serentak di seluruh Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut rencana, imunisasi dilakukan dalam dua putaran dengan jarak minimal antar-putaran selama satu bulan. Putaran pertama dimulai 15 Januari 2024 dan putaran kedua mulai 19 Februari 2024.
”Imunisasi dalam Sub-PIN Polio diberikan untuk sasaran seluruh anak usia 0-7 tahun, termasuk pada pendatang tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Jadi, semua anak dengan usia sasaran akan mendapatkan imunisasi polio,” tuturnya.
Pelaksanaan imunisasi tersebut menargetkan cakupan imunisasi bisa mencapai minimal 95 persen. Cakupan yang tinggi dibutuhkan agar perlindungan pada anak-anak bisa menyeluruh.
Imunisasi polio dosis lengkap perlu diberikan sebanyak empat kali melalui imunisasi polio tetes (oral polio vaccine/OPV) pada bayi usia 1, 2, 3, dan 4 bulan dan dua dosis vaksin suntik polio (inactivated poliovirus vaccine/IPV) untuk bayi usia 4 bulan dan 9 bulan. Dengan pemberian imunisasi dosis lengkap, risiko kesakitan dan lumpuh layuh akibat virus polio bisa dicegah.
Namun, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, cakupan imunisasi polio di Indonesia belum optimal dan tidak merata. Secara nasional, cakupan imunisasi OPV dosis 4 sebesar 95,4 persen dan imunisasi IPV dosis 2 sebesar 87,5 persen.
Prima menuturkan, Sub-PIN Polio dilakukan untuk merespons adanya temuan kasus lumpuh layuh akut (acute flaccid paralysis/AFP) akibat virus polio tipe dua. Setidaknya ada tiga kasus yang dilaporkan, yakni satu kasus di Jawa Tengah dan dua kasus di Jawa Timur. Sub-PIN Polio juga dilakukan di Kabupaten Sleman karena wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah sehingga dinilai berisiko.
Pelaksanaan imunisasi tersebut menargetkan cakupan imunisasi bisa mencapai minimal 95 persen.
Secara rinci, total sasaran dalam Sub-PIN Polio sebanyak 8.491.178 anak yang meliputi 3,9 juta anak di Jawa Tengah, 4,4 juta anak di Jawa Timur, dan 149.821 juta anak di Kabupaten Sleman, DIY. Imunisasi dilakukan di tempat pelayanan imunisasi, seperti puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, satuan pendidikan, misalnya TK, serta pos imunisasi lainnya di bawah koordinasi puskesmas.
”Di sela-sela pelaksanaan imunisasi Sub-PIN Polio perlu dipastikan pelayanan imunisasi rutin tetap berjalan,” kata Prima.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, vaksin yang diberikan dalam pelaksanaan Sub-PIN Polio ialah vaksin Novel Oral Polio Vaksin tipe 2 (nOPV2) yang merupakan vaksin polio generasi baru. Vaksin ini hanya diberikan dalam kondisi kejadian luar biasa (KLB).
”Vaksin nOPV2 tidak diberikan dalam imunisasi program karena sebenarnya dengan vaksin tetes dan vaksin suntik lengkap, itu sudah bisa melindungi dari risiko penularan polio,” ujarnya.
KIPI
Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hindra Irawan Satari menuturkan, masyarakat, terutama orangtua, tidak perlu khawatir dengan pemberian vaksin generasi baru dalam imunisasi Sub-PIN Polio. Vaksin tersebut sudah mendapat izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Umumnya, kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang ditimbulkan setelah pemberian vaksinasi tersebut juga tidak serius. Dari data uji klinis yang dilaporkan, KIPI yang ditemukan dari penggunaan nOPV2 seperti demam, hilang nafsu makan, dan muntah.
”Secara umum, KIPI yang muncul dapat ditoleransi. Sementara manfaatnya jauh lebih besar. Vaksin nOPV2 sekitar 80 persen terbukti tidak menyebabkan terjadinya outbreak atau wabah polio varian baru dibandingkan dengan pemberian vaksin jenis sebelum nOPV2,” tutur Hindra.