Menghidupkan ”Ratu Adil” lewat Perlawanan Wong Cilik
Ratu Adil menjadi bayangan wong cilik tentang masa depan lebih baik. Ia sekaligus simbol harapan yang diperjuangkan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Konsep ”Ratu Adil” dalam beragam ekspresi menumbuhkan harapan bagi rakyat kecil untuk mengakhiri penderitaan. Harapan yang diperjuangkan lewat pemberontakan itu memang tidak selalu beroleh kemenangan. Namun, perlawanan wong cilik telah menghidupkan ”Ratu Adil” melalui harapan yang dengan setia dipelihara.
Lewat bukunya berjudul Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik, wartawan senior Sindhunata tidak hanya mengajak pembaca merefleksikan penderitaan dan harapan rakyat jelata, tetapi juga kritik terhadap kekuasaan. Penguasa perlu diingatkan untuk membayar utang sejarah sehingga tidak lupa menyejahterakan masyarakat.
Buku ini merupakan disertasi Sindhunata saat menempuh studi doktoral di Sekolah Tinggi Filsafat Jesuit (Hochschule für Philosophie, Philosophische Fakultät) di Muenchen, Jerman, pada 1992. Tiga dekade berselang, menjelang Pemilu 2024, disertasi itu dibukukan penerbit Gramedia Pustaka Utama.
”Saya sendiri heran. Disertasi ini selesai akhir 1992 dan saya ingin segera menerjemahkannya. Namun, tidak jadi-jadi. Akhirnya setelah 32 tahun saya berkesempatan dan tergerak. Seakan-akan dorongannya bukan dari saya, tetapi dari sesuatu yang saya sendiri tidak mengerti,” ujarnya dalam bedah buku tersebut di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (12/1/2024).
Buku setebal 678 halaman itu menggali berbagai literatur yang menguak kepingan-kepingan sejarah perlawanan wong cilik pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Dalam penderitaannya, rakyat tidak hilang harapan menanti masa yang akan membebaskan mereka dari penderitaan dan ketidakadilan.
Sindhunata mengatakan, rakyat selalu menggugat atas penindasan yang dialaminya. Dalam bukunya, ia mengisahkan gerakan Samin melawan penjajahan Belanda.
Masyarakat Samin melawan dengan caranya sendiri. Saat pemerintah kolonial Belanda memerintahkan mereka membawa batu untuk membangun jembatan, misalnya, mereka justru membawa kerikil.
Pemerintah kolonial Belanda marah. Lalu orang Samin menjawab dengan melontarkan pertanyaan, apakah kerikil itu bukan batu? ”Orang kecil bisa melawan seperti itu. Perlawanan harian itu ada pada masyarakat kecil. Mereka memberontak meskipun kemudian kalah. Tetapi, jangan dikira Ratu Adil itu tidak hidup dalam perlawanan mereka,” kata Sindhunata.
Sindhunata juga mengisahkan perlawanan rakyat Indonesia terhadap Belanda melalui konsep Marhaenisme yang dicetuskan Soekarno. Ideologi ini lahir setelah Soekarno bertemu dengan petani di Bandung, Jawa Barat. Petani bernama Marhaen itu mempunyai lahan dan alat produksi, tetapi hidup miskin karena penjajahan.
Imaji wong cilik terhadap ”Ratu Adil” sering sekali dianggap irasional. Namun, tulisan Sindhunata berupaya membuat rasionalitas dari irasionalitas tersebut. Sebab, ”Ratu Adil” bukanlah berupa sosok manusia, tetapi harapan rakyat yang menantikan keadaan lebih baik.
”Seperti yang disampaikan Bung Karno dalam (pidato pembelaan) Indonesia Menggugat, sejauh masih ada matahari, sejauh itulah kita masih berharap datangnya Ratu Adil,” ucapnya.
Dalam hal ini, Bung Karno ”menangkap” Ratu Adil bukan sebatas khayalan atau mitos, melainkan harapan di hati wong cilik yang mendambakan pembebasan. Harapan itu pula yang menggelorakan perlawanan rakyat untuk merdeka.
Penguasa perlu diingatkan untuk membayar utang sejarah sehingga tidak lupa menyejahterakan masyarakat.
Menyamar dalam kebaikan
Menurut Sindhunata, perlawanan rakyat tersebut perlu terus direfleksikan. Ia mencontohkan gerakan Reformasi 1998 yang meletus 25 tahun lalu merupakan bentuk perlawanan rakyat terhadap rezim Orde Baru yang berkuasa 32 tahun.
Reformasi pun membawa berbagai perubahan, termasuk kebebasan pers dan berekspresi. Namun, sering kali perbaikan dan kemajuan membuat terlena sehingga kekuasaan semakin merajai.
Reformasi telah melahirkan demokrasi. Akan tetapi, demokrasi juga membutuhkan oposisi yang kuat. Tanpa itu, kekuasaan akan sulit diawasi.
Sindhunata mengingatkan, kekuasaan justru harus diwaspadai ketika semuanya terasa baik-baik saja. ”Dalam spiritualitas, roh jahat itu selalu menyamar dalam kebaikan. Ini bahaya sekali dan kita telah terlena,” ujarnya.
Dalam menerbitkan buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik, Sindhunata menggandeng perupa asal Yogyakarta, Budi Ubrux. Ubrux kemudian membuat lebih dari 40 drawing dan sembilan lukisan yang menjadi ilustrasi dalam buku tersebut.
Karya-karya tersebut dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta hingga 18 Januari mendatang. Alhasil, kolaborasi ini menjadi upaya semiotika tulis dan rupa dalam merefleksikan ”Ratu Adil”.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, buku karya Sindhunata itu mengesankan karena menggali persoalan yang melandasi rakyat untuk bergerak melawan ketidakadilan. Bayangan rakyat tentang masa depan lebih baik muncul dalam konsep ”Ratu Adil”.
”Sering sekali orang-orang tenggelam dalam menjelaskan rasional dan irasional. Namun, Romo Sindhunata justru menjelaskan, sampai sekarang pun harapan masyarakat masih ada dan diwujudkan dalam berbagai bentuk,” katanya.
Menurut Hilmar, salah satu refleksi dari buku itu adalah pentingnya merasakan penderitaan rakyat dalam merumuskan rencana pembangunan. Dengan begitu, landasan pembangunan tidak hanya mempertimbangkan aspek teknokratik.
”Basis kita membangun Indonesia adalah amanat penderitaan rakyat. Hari ini tidak banyak yang mendiskusikannya. Kalau mau, debat calon presiden dan calon wakil presiden, membahas isu ini karena menyangkut imajinasi politik kita ke depan,” jelasnya.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra menilai, buku karya Sindhunata itu tidak hanya kaya pengetahuan sejarah, tetapi juga mengingatkan banyak hal. Ia mencontohkan penindasan yang dialami petani di masa penjajahan tidak terlepas dari peran para priayi.
”Di situasi sekarang, mungkin saja kita adalah para priayi itu. Tentu kita tidak bisa membiarkan penderitaan rakyat itu terus terjadi,” ucapnya.