Mengingat risiko gempa ke depan, direkomendasikan standar bangunan dan tata ruang di kawasan ini diperbarui.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengidentifikasi sesar baru yang melewati Kota Sumedang, Jawa Barat, setelah gempa bumi berkekuatan M 4,8 melanda kawasan ini pada Minggu (31/12/2023) lalu. Mengingat risiko keberulangan gempa ke depan, direkomendasikan adanya pembaruan standar bangunan dan tata ruang di kawasan ini.
Keberadaan jalur sesar baru ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam diskusi daring, Senin (8/1/2024). Jalur sesar ini teridentifikasi setelah terjadi serangkaian gempa di Kabupaten Sumedang pada akhir tahun 2023. BMKG telah melakukan survei lapangan dan analisis geofisika terkait gempa ini.
Menurut data BMKG, gempa pada 31 Desember 2023 di Kota Sumedang berpusat di koordinat 6,85 Lintang Selatan dan 107,94 Bujur Timur. Pusat gempa ini di darat, sekitar 2 kilometer (km) dari pusat kota Sumedang, dengan kedalaman 5 km dari permukaan.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, gempa ini mengakibatkan 10 orang luka-luka dan 138 rumah rusak yang tersebar di Kabupaten Sumedang. Kerusakan itu terjadi di Kecamatan Sumedang Utara, Sumedang Selatan, Tanjungmedar, Tanjungkerta, Jatinangor, Pamulihan, Rancakalong, dan Surian. Kerusakan juga dilaporkan di Kabupaten Bandung, yaitu di Kecamatan Arjasari dan Cicalengka.
Menurut Dwikorita, selain faktor konstruksi bangunan yang buruk dan kondisi tanah lunak, kerusakan bangunan juga menunjukkan adanya pola keberlanjutan jalur sesar. ”Memperhatikan lokasi episenter, kedalaman hiposenter, dan mekanisme sumbernya, gempa bumi tersebut merupakan gempa kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif, dengan mekanisme sumber merupakan kombinasi antara pergerakan mendatar dan naik (oblique thrust fault), berarah cenderung utara-selatan,” kata Dwikorita.
Memperhatikan sebaran gempa bumi susulan, tatanan tektonik, dan analisis mekanisme sumbernya, gempa bumi tersebut disebabkan oleh sesar aktif yang melewati Sumedang yang semula belum terpetakan.
Analisis BMKG juga menemukan, sebelum gempa M 4,8 itu diawali oleh gempa pendahuluan yang berkekuatan 4,1 dan M 3,4, serta diikuti beberapa gempa susulan berkekuatan M 2,4-M 4,5.
Data historis juga menunjukkan, pada 14 Agustus 1955 pernah terjadi gempa di Sumedang yang menyebabkan kerusakan banyak bangunan rumah. Pada 19 Desember 1972 Sumedang juga pernah diguncang gempa merusak dengan kekuatan M 4,5 dengan skala Intensitas VI MMI. Gempa saat itu juga menyebabkan kerusakan banyak bangunan rumah dan longsoran di Cibunar, Rancakalong, dan Sumedang.
”Memperhatikan sebaran gempa bumi susulan, tatanan tektonik, dan analisis mekanisme sumbernya, gempa bumi tersebut disebabkan oleh sesar aktif yang melewati Sumedang yang semula belum terpetakan. Untuk selanjutnya sesuai analisis data seismisitas BMKG disebut Sesar Sumedang,” katanya.
Sebelumnya, Tim Tanggap Darurat Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga merilis informasi bahwa gempa di Sumedang ini disebabkan sesar baru, yang diberi nama Patahan Cipeles. Jalur sesar ini berada di sekitar Sungai Cipeles dengan arah segmen patahan ini barat daya-timur laut relatif ke arah utara (NNE-SSW).
”Beberapa jam setelah kejadian gempa di Sumedang, kami bersama Tim Tanggap Darurat Badan Geologi langsung menuju ke lokasi bencana untuk mengambil data kerusakan dan fenomena geologi. Kami melakukan peninjauan dampak kerusakan, lalu mencari bukti-bukti kerusakan seperti retakan-retakan tanah. Kemudian yang esensial bagaimana gempa itu terjadi dan apa penyebabnya,” kata Penyelidik Bumi Ahli Muda Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi Sukahar Eka Adi Saputra, Jumat (5/1/2024).
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, episenter gempa di Sumedang terjadi di pusat kota. Sekalipun kekuatannya kecil, gempa itu memicu banyak kerusakan. Di sisi lain, dari survei juga tidak ditemukan adanya retakan permukaan. ”Jalur sesar ini kami tentukan menggunakan metode geofisika dan melihat pola struktur geologi di lapangan,” katanya.
Daryono menambahkan, jalur sesar di Kota Sumedang ini diduga memiliki panjang sekitar 2,5 km dengan potensi gempa maksimum yang bisa dihasilkannya sebesar M 4,8.
Sementara itu, ahli kegempaan dari BMKG, Pepen Supendi, mengatakan, penentuan jalur sesar ini juga mempertimbangkan gaya regional di sekitar lokasi. Jawa Barat diketahui merupakan kawasan aktif gempa bumi tektonik karena berdekatan dengan zona tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di Samudra Hindia di sebelah selatan.
Selain itu, di Jawa Barat juga terdapat sejumlah sumber gempa patahan aktif yang telah dipetakan sebelumnya, di antaranya Sesar Cimandiri, Sesar Cugenang, Sesar Lembang, Sesar Cipamingkis, Sesar Garsela, Sesar Baribis, Sesar Cicalengka, Sesar Cileunyi-Tanjungsari, dan Sesar Tomo.
Tata ruang
Dwikorita mengatakan, berdasarkan hasil survei dan analisis yang telah dilakukan, BMKG merekomendasikan pemerintah daerah dan pihak terkait perlu melakukan evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang dengan mempertimbangkan Peta Zona Bahaya Gempa Bumi serta pelamparan sesar aktif (Sesar Sumedang).
”Perlu evaluasi dan penerapan building code (aturan standar bangunan tahan gempa) berdasarkan Peta Mikrozonasi berbasis Peak Ground Acceleration (PGA),” ujarnya.
Selain itu, BMKG juga merekomendasikan adanya edukasi dan sosialisasi kebencanaan yang berkesinambungan, terkait potensi bencana gempa bumi, maupun bahaya ikutannya, serta potensi bencana hidrometeorologi di kawasan ini. ”Dalam hal itu BMKG siap untuk terus mendukung program edukasi tersebut,” ucap Dwikorita.