Penyimpangan Zakat dan Wakaf Menggerus Kepercayaan Masyarakat
Pengelolaan zakat dan wakaf harus transparan sehingga menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan zakat dan wakaf di Indonesia berpeluang meningkatkan perekonomian umat. Namun, lembaga pengelolanya juga harus berintegritas dan transparan. Sebab, penyimpangan dalam pengelolaannya akan menggerus kepercayaan masyarakat.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur mengatakan, optimalisasi zakat dan wakaf akan menopang berbagai program pemerintah, seperti di bidang kesehatan dan pendidikan. Sering sekali dana zakat dan wakaf digunakan untuk mendukung program penanganan tengkes (stunting) serta membangun sekolah dan pesantren.
Menurut Waryono, zakat dan wakaf berbasis kepercayaan sosial. Oleh sebab itu, transparansi menjadi aspek penting dalam pengelolaannya. Dengan begitu, masyarakat mengetahui dampak dari pemberian zakat dan wakaf tersebut.
Kepercayaan masyarakat pun akan meningkat jika lembaga pengelolanya berintegritas dan transparan. ”Penyimpangan zakat dan wakaf akan mengurangi kepercayaan publik,” ujarnya dalam gelar wicara ”Filantropi Islam: Wakaf Membangun Peradaban”, di Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Waryono mencontohkan kasus penyalahgunaan dana donasi di lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada 2022. Kasus itu berdampak terhadap kepercayaan masyarakat dalam menyalurkan zakat dan wakaf.
”Setelah kasus itu, ada dampak penurunan. Hal ini, misalnya, dirasakan betul oleh Lembaga Amil Zakat Nasional dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Sebab, meskipun donaturnya ikhlas, dia harus tahu uangnya itu digunakan untuk apa,” ujarnya.
Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangat besar. Potensi zakat mencapai Rp 327 triliun per tahun. Sementara potensi wakaf uang tidak kurang dari Rp 180 triliun per tahun.
Akan tetapi, potensi yang besar itu belum dikelola secara optimal. Padahal, dana ini bisa berguna untuk banyak hal, termasuk meningkatkan kesejahteraan warga.
Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangat besar. Potensi zakat mencapai Rp 327 triliun per tahun. Sementara potensi wakaf uang tidak kurang dari Rp 180 triliun per tahun.
”Kalau potensi zakat dan wakaf digarap optimal, saya optimistis bisa menjadi modal berharga bagi masyarakat untuk memiliki kemampuan berwirausaha. Bisa juga dalam bentuk dukungan pendidikan,” ujar Waryono.
Oleh karena itu, realisasi wakaf perlu ditingkatkan. Pencatatan wakaf juga belum optimal. Dia meminta kepala kantor urusan agama (KUA) di setiap kecamatan mencatat aset wakaf di wilayah masing-masing.
”Sosialisasi tentang zakat dan wakaf juga perlu ditingkatkan. Selama ini literasi wakaf banyak bersumber dari majelis taklim,” ucapnya.
Generasi muda
Ketua Umum Gerakan Wakaf Indonesia Susi Susiatin menyampaikan, dengan penduduk beragama Islam yang lebih dari 230 juta jiwa, Indonesia memiliki potensi wakaf sangat besar. Wakaf berpotensi menjadi kekuatan ekonomi bangsa yang luar biasa.
Ia mengajak masyarakat, termasuk generasi muda, untuk berwakaf tanpa harus menunggu kekayaan melimpah. Wakaf dapat dilakukan dengan nominal yang terjangkau, mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 50.000.
”Wakaf berpeluang menjadi instrumen keuangan sosial Islam yang berdampak positif,” katanya.
Wakil Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia Adiwarman Karim menuturkan, partisipasi masyarakat dalam berwakaf masih rendah. Ia juga menyoroti potensi aset masjid yang belum dimaksimalkan untuk produktivitas ekonomi.