Momentum Menggali Kembali Kekayaan Biodiversitas
Spesies flora dan fauna langka serta dinyatakan punah banyak ditemukan kembali di Indonesia pada 2023. Hal ini jadi momentum menggali kembali kekayaan biodiversitas.
Sepanjang tahun 2023, spesies flora dan fauna baru banyak diidentifikasi oleh para peneliti di Indonesia. Bahkan, tahun ini para peneliti juga banyak memublikasikan penemuan kembali flora maupun fauna langka dan beberapa di antaranya sempat dinyatakan hilang.
Pada pertengahan 2023, tim peneliti memublikasikan temuan spesies palem langka yang berbunga di bawah tanah di wilayah Kalimantan.
Temuan ini tercatat dalam sebuah studi dari tim peneliti di Royal Botanic Gardens (RBG) Kew, Inggris, bersama peneliti asal Indonesia dan Malaysia. Laporan lengkap studi ini diterbitkan dalam jurnal PALMS, Journal of the International Palm Society, dengan komentar tambahan di Plants, People, Planet.
Dalam studi ini, peneliti telah menggambarkan satu-satunya anggota keluarga palem (Arecaceae) yang diketahui berbunga dan berbuah hampir seluruhnya di bawah tanah. Melihat karakteristik yang tidak biasa, peneliti kemudian menamai spesies tersebut dengan Pinanga subterranea yang berasal dari kata Latin dengan arti ”bawah tanah”.
Pinanga subterranea bergabung dengan lebih dari 2.500 spesies palem yang setengahnya diperkirakan terancam punah.Sebelum dideskripsikan secara ilmiah, tanaman ini dikenal dalam setidaknya tiga bahasa Kalimantan dengan nama Pinang Tanah, Pinang Pipit, Muring Pelandok, dan Tudong Pelandok.
Palem langka ini merupakan tumbuhan endemik Kalimantan. Masyarakat lokal telah mengenal tumbuhan ini dan kerap memakan buahnya yang berwarna merah cerah dengan rasa manis serta berair. Namun, sampai saat ini tumbuhan tersebut kurang mendapat perhatian para peneliti meskipun 300 spesies palem telah dideskripsikan di Kalimantan.
Sepintas, spesies ini tampak seperti tumbuhan muda dari palem biasa lainnya di hutan hujan Kalimantan. Bibit kelapa sawit sering kali berserakan di dasar hutan di hutan hujan tropis dan sangat sulit untuk diidentifikasi, bahkan oleh ahli botani terkemuka. Akibatnya, spesies ini cenderung diabaikan dalam survei botani.
Selain palem langka, tiga spesies baru tumbuhan dan satwa liar di berbagai wilayah di Indonesia juga berhasil ditemukan dan diidentifikasi oleh para peneliti dan akademisi Indonesia serta staf internal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tiga spesies baru tersebut, yakni Myzomela irianawidodoae, Hanguana sitinurbayai, dan Bulbophyllum wiratnoi.
Baca Juga: Tiga Spesies Baru Tumbuhan dan Satwa Liar Diidentifikasi
Myzomela irianawidodoae merupakan burung endemik yang ditemukan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur oleh ahli ornitologi dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Malia Prawiradilaga pada 2018. Spesies yang dinamai berdasarkan nama Ibu Negara Iriana Widodo ini berukuran kecil dengan warna dominan merah dan hitam.
Kemudian spesies Hanguana sitinurbayai merupakan tumbuhan endemik Borneo dan hanya diketahui berada di Cagar Alam Gunung Nyiut, Kalimantan Barat. Spesies yang dinamai berdasarkan nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar ini memiliki bagian berbulu dan berada di hutan pegunungan berlumut terutama rawa-rawa besar.
Sementara Bulbophyllum wiratnoi adalah bunga epifit endemik dari Papua Barat. Bunga dari keluarga anggrek ini memiliki sessile atau kelopak pelengkap berupa filform dengan dasar yang melebar. Spesies ini dinamai berdasarkan nama mantan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno.
Temuan kembali
Selain berhasil mengindentifikasi spesies flora dan fauna baru, selama tahun 2023 juga terdapat publikasi temuan kembali spesies yang sempat dinyatakan hilang. Bahkan, beberapa pihak menganggap spesies satwa tersebut telah punah karena tidak adanya catatan perjumpaan dalam jangka waktu yang lama hingga puluhan tahun.
Satwa yang berhasil mendokumentasikan kembali, yakni spesies mamalia bertelur bernama ekidna paruh panjang attenborough. Spesies yang hidup di Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, Papua, ini sebelumnya sempat diperkirakan telah punah.
Penampakan spesies endemik Papua tersebut pertama kali diidentifikasi oleh Pieter van Royen, seorang ahli botani Belanda di Gunung Rara Pegunungan Cyclops Papua pada tahun 1961.Sejak saat itu, spesies ini hanya diketahui dari laporan penampakan masyarakat Yongsu Sapari, dan tanda-tanda tidak langsung saat ekspedisi dilakukan pada 2022.
Ekidna memiliki ciri-ciri fisik yang unik, yakni berduri landak, moncong trenggiling, kaki tikus tanah, dan terkenal sulit ditemukan karena aktif di malam hari. Ekidna terlihat sangat berbeda daripada mamalia lain karena spesies ini merupakan anggota monotremata atau kelompok bertelur yang terpisah dari mamalia lainnya sekitar 200 juta tahun yang lalu.
Mamalia unik ini ditemukan dalam ekspedisi oleh tim BRIN, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua, Universitas Cenderawasih, dan Universitas Oxford, Inggris. Saat melakukan ekspedisi, peneliti juga menemukan puluhan spesies serangga baru dan burung pemakan madu Mayr (Ptiloprora mayri) yang terakhir kali terekam pada 2008.
Penemuan berbagai spesies baru ini dapat menjadi harapan baru bagi upaya konservasi di Indonesia.
Kemudian pada awal Desember lalu, peneliti BRIN menyampaikan rilis temuan kembali ikan belida Chitala lopis di Jawa yang sempat dinyatakan punah tahun 2020. Spesies belida ini terakhir ditemukan di Pulau Jawa 172 tahun yang lalu atau tepatnya pada 1851.
Spesies ikan belida Chitala lopistermasuk dalam famili Notopteridae dan Ordo Osteoglossiformes. Spesies ikan purba ini memiliki bentuk sirip seperti kipas. Adapun evolusi Chitala lopis diperkirakan terjadi sejak 1.200 tahun yang lalu.
Penemuan kembali ikan belida ini berasal dari hasil koleksi yang dikumpulkan sejak November 2015 hingga September 2023 di 34 lokasi di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Laporan hasil penemuan tersebut dirilis dalam jurnal bereputasi tinggi (Q1) di Jerman, yaitu Journal of Endangered Species Research Volume 52, November 2023.
Tim peneliti meyakini bahwa spesies tersebut adalah C. Lopis setelah melakukan analisis data. Analisis data ini meliputi hasil sekuensing Deoxyribonucleic Acid (DNA) barcoding dengan data genetik global Barcode of Life Data (BOLD) dan karakterisasi morfologi yang dibandingkan dengan koleksi spesies Chitala lopis yang tersimpan di Natural History Museum, London.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam acara pengenalan tiga spesies baru tumbuhan dan satwa liar menyebut bahwa selama ini berbagai spesies telah banyak ditemukan baik di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan hutan. Bahkan, lebih dari 90 jenis spesies baru juga telah ditemukan selama 2021-2023 berdasarkan hasil eksplorasi BRIN dan KLHK.
Baca Juga: Sempat Dinyatakan Punah, Ikan Belida ”Chitala lopis” Ditemukan Lagi di Jawa
Penemuan berbagai spesies baru ini dapat menjadi harapan baru bagi upaya konservasi di Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi salah satu indikator bahwa kondisi keanekaragaman hayati Indonesia masih sangat melimpah dan menunjukkan upaya nyata yang telah dilakukan untuk menjaga keragaman biodiversitas yang ada.
Direktur Jenderal KSDAE KLHK Satyawan Pudyatmoko turut menegaskan bahwa penemuan spesies baru tumbuhan dan satwa liar dapat menjadi titik balik untuk lebih meningkatkan peran peneliti dalam negeri. Hal ini termasuk mendorong peran peneliti dan perguruan tinggi, termasuk staf internal KLHK.