Perkuat Posisi agar Tak Cuma Jadi Kementerian Penyalur Bansos
Terlepas kinerjanya yang optimal, Kementerian Sosial perlu memperkuat posisinya dalam politik anggaran agar tidak sekadar menjadi kementerian penyalur bansos.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·5 menit baca
Sejumlah program Kementerian Sosial sepanjang 2023, seperti perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan rehabilitasi sosial, telah mencapai target yang ditentukan. Akan tetapi, permasalahan data penerima dan posisi politis anggaran perlu dibenahi agar tidak sekadar menjadi kementerian penyalur bantuan sosial atau bansos.
Anggaran Kementerian Sosial sepanjang tahun anggaran 2023 sekitar Rp 62,74 triliun atau 79 persen dari total anggaran sebesar Rp 79,41 triliun per November 2023. Anggaran tersisa diproyeksikan terserap hingga 99,10 persen pada akhir Desember 2023.
Anggaran program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT)/kebutuhan pokok sudah tersalur 99,23 persen dari target Rp 45,12 triliun. Sementara Program Keluarga Harapan (PKH) sukses tersalur 98,20 persen dari target Rp 28,70 triliun.
Sejak 2021, mekanisme pemberian bantuan dibenahi dengan transfer uang langsung ke rekening penerima melalui bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menghindari potensi korupsi bantuan sosial. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa mekanisme penyaluran bantuan sosial dilakukan secara nontunai.
”Dengan cara ini, bantuan sosial Program Sembako dapat dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan pangan keluarga penerima,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam temu media, Senin (4/12/2023) lalu.
Selain itu, Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) 2023 bahkan melebihi target. Sebanyak 61.097 penyandang disabilitas, misalnya, menerima bantuan. Angka ini melebihi target yang sebanyak 51.200 penerima. Sementara Atensi Anak dengan target 33.400 berhasil direalisasikan 43.400 penerima (130 persen).
Kemudian, target penerima Atensi Lanjut Usia 29.000 orang terealisasi 60.239 orang (208 persen), Atensi bagi Korban Bencana dan Kedaruratan terealisasi 42.705 orang (214 persen) dari target 20.000 penerima, Rumah Sejahtera Terpadu (RST) sudah dibangun untuk 3.886 keluarga, serta literasi khusus disabilitas yang targetnya 55.000 penerima terealisasi 56.050 orang (110 persen).
Kemensos harus kuat secara politik kebijakan, jangan hanya menjadi eksekutor, tetapi juga aktif menjadi regulator.
Setiap kali bencana terjadi, pekerja sosial langsung berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk menyalurkan bantuan dari 591 lumbung sosial di seluruh Indonesia yang dibangun pada 2022-2023. Dengan lumbung sosial yang bisa diisi pemerintah pusat dan daerah ini, fasilitas dan prasarana logistik lebih dekat dan cepat sampai ke lokasi bencana.
Kemensos juga telah memproduksi 12.588 alat bantu, termasuk yang terbaru Gelang Rungu dan Wicara (Gruwi) serta Gelang Tunagrahita (Grita). Inovasi gelang ini dibuat setelah banyak kasus rudapaksa yang banyak menimpa anak-anak disabilitas rungu dan wicara.
Selain itu, 1.359 korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) telah ditangani sepanjang 2023. Dari jumlah tersebut, paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Timur sebanyak 206 orang, disusul Nusa Tenggara Barat (NTB) 188 orang, Sumatera Utara 187 orang, Nusa Tenggara Timur (NTT) 173 orang, dan Jawa Barat 136 orang.
Sederet program tersebut ditangani satu per satu berdasarkan hasil asesmen para pekerja sosial di 31 unit sentra Atensi di seluruh Indonesia. Setiap orang mendapatkan penanganan dan nilai bantuan yang berbeda.
”Bantuan rehabilitasi sosial berdasarkan pada asesmen saat membantu seseorang, jadi sifatnya lebih fleksibel berdasarkan kasus orang per orang agar anggaran tersebut dioptimalkan sehingga kelebihan capaian target dapat terjadi,” kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kemensos, Pepen Nazarudin, Kamis (21/12/2023).
Kemensos tidak mau hanya memberi masyarakat tanpa membuatnya berdaya. Melalui program Pahlawan Ekonomi Nusantara (Pena), lebih dari 10.073 keluarga penerima manfaat dibina untuk mengembangkan kewirausahaan dan mendapat bantuan usaha. Mereka adalah orang-orang yang penghasilannya berada di atas upah minimum kabupaten/kota (UMK) serta penghasilannya stabil paling tidak tiga bulan.
Sebagian besar penerima program Pena itu adalah penyandang disabilitas. Namun, setelah menerima program ini, mereka tidak langsung dikeluarkan dari daftar penerima bansos karena usahanya masih akan diawasi sampai mandiri.
”Bayangkan kalau 25 juta orang ini (masyarakat miskin) pendapatannya naik dua kali lipat dengan pendekatan graduasi dan program Pena, ini daya beli masyarakat kita akan meningkat luar biasa,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo dalam acara graduasi keluarga penerima manfaat Pena dan Tatarupa di Kantor Kemensos, Jakarta Pusat, Sabtu (9/12/2023).
Perkuat posisi
Di balik semua capaian itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai, Kemensos masih perlu memperkuat posisi di antara kementerian dan lembaga lain agar tidak hanya bertugas sebagai penyalur saja. Kementerian Sosial perlu terlibat sebagai perumus kebijakan, termasuk dalam urusan politik anggaran.
”Kemensos harus kuat secara politik kebijakan, jangan hanya menjadi eksekutor, tetapi juga aktif menjadi regulator,” kata Trubus saat dihubungi, Selasa (26/12/2023).
Bantuan sosial tambahan, seperti santunan, kepada anak-anak korban obat sirop beracun penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal sampai saat ini belum terealisasi karena terhambat birokrasi anggaran. Padahal, pembahasan bantuan atas tragedi yang menewaskan 204 anak dan 122 anak penyintas ini sudah berlarut setahun lebih.
Berbeda dengan bantuan langsung tunai (BLT) El Nino untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana kekeringan akibat fenomena El Nino yang justru sudah diberikan kepada 18,8 juta keluarga. Padahal, pembahasannya baru dilakukan menjelang akhir tahun ini.
Penyaluran bantuan El Nino dimulai secara simbolis oleh Presiden RI Joko Widodo bersama Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Robben Rico di Kantor Pos Indonesia Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (13/12/2023). Setiap keluarga penerima bantuan akan mendapat uang Rp 200.000 per bulan selama November dan Desember 2023.
Namun, kata Trubus, yang terpenting adalah menuntut tanggung jawab pemerintah untuk terus memperbaiki perekonomian masyarakat. Jika taraf hidup masyarakat semakin baik, bantuan sosial tidak perlu terlalu banyak karena masyarakat kian mandiri.