Gempa Beruntun Landa Sukabumi-Bogor, 61 Rumah Rusak
Gempa yang melanda Bogor-Sukabumi pada Kamis (14/12/2023) pagi merupakan rangkaian dari gempa ”swarm” yang telah terjadi puluhan kali sejak 6 Desember 2023 dan diperkirakan masih berpotensi terjadi lagi di kawasan ini.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa bumi berkekuatan M 4,6 yang melanda daerah Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/12/2023) pukul 06.35 WIB, menyebabkan 61 rumah rusak. Gempa kali ini merupakan rangkaian dari gempa swarm yang telah terjadi puluhan kali sejak 6 Desember 2023 dan diperkirakan masih berpotensi terjadi lagi di kawasan ini.
Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan gempa kali ini merusak 61 rumah di Kabupaten Bogor dan 7 rumah di Kabupaten Sukabumi.
Lokasi kerusakan di Bogor terutama terjadi di Kecamatan Pamijahan, Leuwiliang, Nanggung, dan Ciampea. Sementara di Kabupaten Sukabumi, kerusakan terjadi di Kecamatan Kabandungan, Kalapanunggal, Kadudampi, dan Cikembar.
”Hingga kini BPBD Kabupaten Sukabumi dan BPBD Kabupaten Bogor telah menerjunkan tim reaksi cepat ke lokasi terdampak untuk melakukan asesmen dan pendataan lanjutan di lapangan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa kali ini berada di darat pada jarak 25 kilometer barat laut Kabupaten Sukabumi di kedalaman 5 km. Gempa tektonik dangkal ini diduga berasal dari zona sesar, tetapi belum dipetakan sesar pemicunya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, gempa kali ini merupakan bagian dari gempa swarm atau gempa beruntun berskala kecil. ”Catatan kami sudah terjadi 55 kali gempa di sekitar episenter dalam beberapa hari terakhir dengan magnitudo terbesar hari ini M 4,6 dan terkecil M 1,7,” katanya.
Dari puluhan gempa ini, menurut Dwikorita, guncangan gempa yang dirasakan hanya empat kali. Setelah gempa pagi ini juga sudah terjadi empat kali gempa di sekitar episenter dengan kekuatan M 2,2, M 2,4, M 2,1, dan M 2,4.
Sekalipun kekuatan gempa kali ini kecil, tetapi guncangannya cukup besar, bisa mencapai MMI V karena sumbernya yang dangkal. Risiko kerusakan pada bangunan juga tinggi karena sebelumnya juga telah mengalami guncangan akibat rangkaian gempa swarm.
Karakter gempaswarm umumnya memiliki kekuatan yang kecil, tetapi frekuensinya tinggi.
”Perlu mengingatkan kembali, masyarakat (agar) menghindari bangunan yang rusak atau retak akibat gempa karena dikhawatirkan rawan roboh. Setelah kejadian gempa ini dan sejak beberapa hari sebelumnya, mohon periksa dan pastikan bangunan (tempat) tinggal tahan gempa atau tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang dapat membahayakan kestabilan bangunan,” katanya.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa bumi swarm sebelumnya pernah terjadi di kawasan ini pada tahun 2019. ”Pada tahun 2019 terjadi gempa swarm sampai 670 kali dan yang terbesar M 5,0,” katanya.
Menurut Daryono, karakter swarm umumnya memiliki kekuatan yang kecil, tetapi frekuensinya tinggi. ”Kemungkinan gempa-gempa masih akan terjadi di wilayah ini. Namun, biasanya dalam swarm tidak ada gempa besar. Yang perlu diwaspadai guncangannya sering sehingga bangunan yang tadinya rusak ringan bisa menjadi berat. Ini pernah terjadi di Jailolo dan Mamasa,” katanya.
Daryono menambahkan, gempa swarm biasanya terkait dengan aktivitas vulkanisme. Kemungkinan terkait dengan Gunung Salak. ”Gempa swarm itu memiliki kaitan vulkanik, apakah itu pergerakan magma atau pengisian dapur magma. Namun, hal itu belum tentu berakhir menjadi erupsi. Di Jailolo pernah aktivitas banyak gempa swarm dengan jumlah sangat banyak, tetapi tidak diikuti letusan besar,” katanya. ”Kami akan berkoordinasi dengan PVMBG tentang gempa swarm ini,” katanya.
Aktivitas Gunung Salak
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Hendra Gunawan mengatakan, hingga saat ini tidak ada tanda-tanda peningkatan aktivitas Gunung Salak. ”Pos Pemantauan Gunung Salak tidak merekam adanya gempa vulkanik. Gempa vulkanik terakhir di sekitar Gunung Salak terekam pada 24 November 2023,” katanya.
Menurut Hendra, aktivitas Gunung Salak tetap berada pada Level I atau Normal. Dalam tingkat aktivitas Level I (Normal), sekalipun tidak ada peningkatan aktivitas, masyarakat dan wisatawan diminta tidak memasuki kawah-kawah aktif di Gunung Salak dalam radius 500 meter. Kawah-kawah aktif tersebut adalah Kawah Ratu, Kawah Hirup, dan Kawah Paeh.
”Rekomendasi (untuk menjauhi kawah) terutama di musim hujan untuk menghindari terjadinya akumulasi gas yang berbahaya,” katanya.
Menurut Hendra, di musim hujan, tingkat kelembaban udara di sekitar kawah akan lebih tinggi sehingga gas-gas vulkanik akan sulit terurai, yang menyebabkan konsentrasi gas-gasnya akan meningkat dan dapat membahayakan kehidupan.
Hendra menambahkan, meskipun dari kegempaan cenderung normal, masyarakat juga perlu waspada terhadap terjadinya erupsi freatik. Erupsi freatik ini berupa semburan lumpur atau erupsi uap air (steam explosion) yang dapat terjadi tiba-tiba.