Organisasi Wartawan Punya Tugas Tingkatkan Profesionalitas Jurnalisnya
Ikatan Jurnalis Indonesia (Ikaji) dideklarasikan di Jakarta, Rabu (13/12/2023). Salah satu fokus organisasi profesi jurnalis ini adalah meningkatkan kapasitas wartawan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Profesionalisme wartawan menjadi faktor penting dalam mendukung jurnalisme berkualitas. Kehadiran organisasi profesi wartawan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas jurnalis di tengah derasnya arus penyebaran informasi.
Digitalisasi telah mengamplifikasi distribusi informasi. Hal ini memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Namun, di sisi lain, penyebaran disinformasi dan misinformasi juga semakin masif. Peran jurnalis sangat dibutuhkan dalam menghasilkan berita yang akurat sehingga bisa menjadi acuan masyarakat.
Peningkatan kapasitas jurnalis menjadi salah satu fokus Ikatan Jurnalis Indonesia (Ikaji) yang dideklarasikan di Jakarta, Rabu (13/12/2023). Selain profesionalitas, organisasi ini juga menyoroti perubahan bisnis media di platform digital dan aspek etika dalam penyebaran konten.
Ketua Umum Ikaji Rommy Fibri mengatakan, saat ini banyak wartawan dan masyarakat yang sulit membedakan antara informasi, fakta, dan berita. Tidak sedikit informasi disebarkan meskipun belum terverifikasi. Oleh karena itu, jurnalis perlu memahami hal itu untuk mencegah masyarakat terpapar informasi yang belum teruji kebenarannya.
”Biarkan kami membantu saudara tua (organisasi profesi wartawan yang lebih dulu ada) untuk meningkatkan kapasitas jurnalis di tengah pesatnya penyebaran informasi,” ujarnya dalam kegiatan yang berlangsung di Gedung Radio Republik Indonesia (RRI).
Rommy mengatakan, pihaknya tidak hanya fokus pada jurnalis, tetapi juga pekerja media lainnya. Selain itu, juga menampung aspirasi para pengelola website yang menyebarkan informasi di platform digital.
”Mereka harus diberdayakan. Kami merangkul itu. Lanskap bisnis juga sudah berubah. Ini perlu dipikirkan dan dipertimbangkan. Jangan-jangan, kontrak bisnis dan relasi bisnisnya telah berubah,” ucapnya.
Saat membacakan Manifesto Ikaji, Rommy menyebutkan, jurnalisme menjadi penyangga yang sangat penting bagi keberlangsungan demokrasi. Jurnalisme harus berpijak pada kebenaran dan memihak kepentingan publik, bukan kepentingan politik dan ekonomi sesaat.
Di sisi lain, penyebaran disinformasi dan misinformasi juga semakin masif. Peran jurnalis sangat dibutuhkan dalam menghasilkan berita yang akurat sehingga bisa menjadi acuan masyarakat.
”Di tengah pesatnya perkembangan media digital dan teknologi informatika, jurnalisme harus tetap hadir menyuguhkan fakta yang terverifikasi dan berimbang. Jurnalisme bagaikan lentera yang menuntun umat manusia untuk menemukan kebenaran,” katanya.
Deklarasi Ikaji dihadiri sejumlah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad dan Ketua Majelis Pustaka Informasi PP Muhammadiyah Mukhlas. Hadir juga perwakilan organisasi perusahaan media siber serta mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah.
Akan tetapi, Rommy mengatakan, Ikaji tidak hanya menjadi wadah bagi jurnalis dari Muhammadiyah. ”Ini organisasi terbuka. Kebetulan para wartawan yang sering diskusi merupakan warga Muhammadiyah. Kami organisasi inklusif,” jelasnya.
Rommy, yang juga Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), menambahkan, pihaknya turut mendorong pembentukan Dewan Media Sosial. Menurut dia, hal itu dibutuhkan mengingat masalah penyebaran informasi di platform digital semakin kompleks dan tidak hanya menyangkut konten jurnalistik.
Dadang Kahmad berharap, Ikaji dapat mendidik masyarakat melalui informasi yang disebarkan. Ia beranggapan, saat ini banyak informasi di media sosial yang tidak mendidik, bahkan cenderung menyesatkan.
”Peran Ikaji juga sebagai pelurus informasi. Kita tidak ingin informasi yang salah mengadu domba masyarakat,” ucapnya.
Hilang kekritisan
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa menuturkan, salah satu tantangan jurnalisme di Indonesia adalah lemahnya daya dukung ekosistem media massa. Di banyak daerah, kemitraan perusahaan pers sangat terbatas sehingga hanya bergantung pada instansi pemerintah.
”Akhirnya yang berkembang semacam kewajiban untuk men-service sebagai bentuk kemitraan dari lembaga-lembaga tadi. Alhasil, banyak berita copy paste dan rilis. Untuk jangka pendek, seolah-olah membahagiakan karena produksi berita banyak. Tetapi, dalam jangka panjang, kekritisannya hilang,” katanya.
Teguh menyampaikan, pihaknya menyambut baik deklarasi Ikaji. Kehadiran organisasi profesi itu diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme jurnalis.
”Situasi (pers) sekarang rumit. Selamat bergabung dalam kerumitan itu. Kami berharap rekan-rekan di Ikaji tumbuh dengan mempraktikkan kaidah-kaidah jurnalistik,” ujarnya.