Presiden Minta Pengelolaan Dana Haji Lebih Inovatif
Biaya haji yang ditanggung calon jemaah akan terus bertambah. Sebab, nilai manfaat dana kelolaan haji untuk menanggung biaya penyelenggaraan ibadah haji akan terus dikurangi.
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta agar pengelolaan dana haji lebih inovatif. Badan Pengelola Keuangan Haji diminta tidak hanya fokus untuk menambal biaya haji calon jemaah.
Presiden Joko Widodo dalam pengarahan kepada peserta Rapat Kerja Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Tahun 2023 dan Milad Ke-6 BPKH, Selasa (12/12/2023), di Istana Negara, Jakarta, mengingatkan, ke depan pengelolaan keuangan haji harus lebih inovatif meskipun tetap mengutamakan kehati-hatian, profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas.
Namun, Presiden Jokowi juga berharap BPKH tidak hanya memusatkan perhatian untuk mengisi kekurangan biaya haji jemaah yang berangkat.
”Tidak hanya fokus untuk menambal biaya haji jemaah, tapi memberi nilai manfaat lebih besar untuk jemaah yang menunggu antrean,” ujarnya.
BPKH juga diharapkan memperbesar kontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah. Sebab, potensi ekonomi syariah, baik keuangan syariah maupun produk halal Indonesia, masih besar.
Arahan Presiden Jokowi ini sejalan dengan harapan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Kepala BPKH Fadlul Imansyah.
Yaqut menyebutkan, pada 2010, nilai manfaat hanya menyumbang 12,91 persen dari total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) atau setara dengan Rp 4,5 juta. Namun, angka tersebut terus naik hingga mencapai puncaknya pada 2022 dengan 59,21 persen atau setara dengan Rp 57,9 juta. Artinya, pada 2022, jemaah hanya terbebani pembayaran 40,79 persen atau Rp 39,9 juta dari total biaya yang harus dibayarkan untuk berangkat haji, yakni Rp 97,8 juta.
”Menurut kami, hal ini merupakan perilaku yang kurang sehat. Seharusnya, jemaah yang berangkat membayar dengan persentase yang lebih besar karena ada syarat-syarat istitha’ah dalam pemberangkatan ibadah haji, baik istitha’ah secara keuangan maupun istitha’ah secara kesehatan,” tutur Yaqut.
Ditambahkan, apabila hal ini diteruskan dalam beberapa tahun mendatang, jemaah akan mengalami kenaikan pembayaran biaya haji yang akan meningkat tajam. Ini akibat nilai manfaat sudah tidak dapat lagi menopang BPIH.
Karena itu, lanjutnya, pada pengajuan BPIH tahun 2023, Kemenag mengambil langkah tidak populer dengan mengusulkan rasio 70:30-70 persen BPIH dibayarkan jemaah, sedangkan sisanya ditanggung nilai manfaat dana kelolaan haji yang ditangani BPKH.
Yaqut mengakui langkah tersebut tidak populer, tetapi perlu diambil untuk mendukung keberlanjutan dana haji.
Sejauh ini, DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati nilai manfaat akan menanggung 44,68 persen BPIH pada 2023 dan menjadi hanya 40 persen dari BPIH pada 2024. Ini berarti pula biaya yang harus dilunasi calon jemaah haji akan semakin besar. Belum lagi, biaya penyelenggaraan haji umumnya naik setiap tahun seiring kenaikan inflasi.
Yaqut menjelaskan, perolehan nilai manfaat tahun berjalan semestinya tidak hanya menjadi hak jemaah yang berangkat haji, tetapi juga menjadi hak lebih dari 5,2 juta calon anggota jemaah yang masih ada di daftar tunggu. Dengan demikian, keadilan bisa diwujudkan.
”BPKH sudah memulai ini dengan membagikan nilai manfaat pada akun virtual calon jemaah sekalipun belum sebesar untuk jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan,” katanya.
Sejak 2018-2023, lanjutnya, tercatat sudah Rp 11,6 triliun dibagikan kepada jemaah dalam daftar tunggu. Jika penggunaan nilai manfaat untuk jemaah haji tahun berjalan dapat dikurangi, nilai manfaat yang dibagikan pada akun virtual akan semakin besar.
Dalam acara yang juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia itu, Kepala BPKH Fadlul Imansyah melaporkan dana kelolaan terus tumbuh positif. Akhir 2022, tercatat dana kelolaan mencapai Rp 166,5 triliun atau naik 4,8 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 158,8 triliun.
Meski Menag mengatakan bahwa nilai manfaat perlu dikurangi bagi jemaah yang berangkat haji di tahun berjalan, dalam laporannya, Fadlul menyebut peningkatan dana kelolaan akan meningkatkan pula nilai manfaat yang dihasilkan.
”Peningkatan signifikan dalam dana kelolaan ini mendukung peningkatan nilai manfaat yang dihasilkan,” ujar Fadlul.
Dana kelolaan haji saat ini, lanjutnya, diinvestasikan dalam bentuk surat berharga syariah negara (SBSN) sebanyak 75 persen. Termasuk di dalamnya adalah investasi langsung (2 persen) dan penempatan deposito pada perbankan syariah di Indonesia (25 persen).
Nilai manfaat dari dana haji yang dikelola BPKH pun diklaim Fadlul tumbuh positif. Namun, dalam tabel yang ditampilkan bersamaan dengan laporan Fadlul, pertumbuhan hanya terlihat pada 2021 dengan nilai manfaat yang dihasilkan Rp 10,52 triliun. Setahun sebelumnya (2020), nilai manfaat yang dihasilkan baru Rp 7,43 triliun. Adapun pada 2022, nilai manfaat turun tipis menjadi Rp 10,13 triliun. Tahun 2023 ini, nilai manfaat yang dihasilkan diproyeksikan mencapai Rp 10,9 triliun.
Selain itu, tahun 2023, BPKH mendirikan anak usaha di Arab Saudi, yakni BPKH Ltd. Anak usaha ini, menurut dia, menjadi perpanjangan tangan BPKH dalam melaksanakan investasi di Arab Saudi. BPKH Ltd beroperasi dalam fasilitasi akomodasi, katering, dan investasi lain yang mendukung ekosistem perhajian di Arab Saudi.
Ke depan, menghadapi tantangan sembari menjaga keberlanjutan pengelolaan keuangan haji, ia menyebutkan, kolaborasi erat dengan pemerintah, parlemen, dan lembaga-lembaga haji ataupun jemaah haji sangat diperlukan. Untuk itu, dia meminta dukungan pada kebijakan peningkatan setoran awal, kebijakan cicilan/tabungan setoran lunas jemaah haji, revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dan harmonisasi regulasi terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji dan pengelolaan keuangan haji mengenai pencadangan kerugian, kepastian penggunaan aset di Arab Saudi, serta keterlibatan dalam penentuan besaran BPIH dan biaya perjalanan ibadah haji (bipih).