Detergen Ramah Lingkungan dari Ekoenzim
Detergen ramah lingkungan dari ekoenzim dikembangkan sebagai solusi mengatasi permasalahan sampah, khususnya sampah organik dari sisa buah dan sayur.
Penggunaan detergen untuk mencuci pakaian sudah menjadi kebutuhan pokok bagi rumah tangga. Detergen yang banyak beredar di pasaran selama ini dibuat dari bahan-bahan kimia, khususnya surfaktan dan zat aditif yang sulit diurai oleh mikroorganisme seperti sodium sulfat, boraks, natrium klorida, dan carboxy methyl cellulose (CMC).
Bahan kimia dalam detergen berfungsi untuk meningkatkan daya bersih serta membentuk busa dan membersihkan lemak. Akan tetapi, bahan-bahan kimia tersebut memiliki sifat toksik dan berdampak buruk bagi lingkungan. Sebab, bahan kimia tersebut sulit sekali diuraikan oleh enzim-enzim bakteri pengurai sehingga akan tetap utuh dan berbusa.
Limbah detergen yang tidak dapat diurai dalam waktu yang singkat ini akan menurunkan tingkat kesuburan tanah dan mencemari air hingga mengancam organisme di perairan tersebut. Air yang tercemar limbah detergen juga tidak baik bagi kesehatan karena dapat memicu kanker akibat menumpuknya surfaktan di dalam tubuh manusia.
Guna mengurangi dampak buruk tersebut, saat ini sudah mulai dikembangkan detergen dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan dan dapat diperbarui. Pengembangan detergen ramah lingkungan ini diadopsi oleh warga desa binaan dari IPB University.
Dosen Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan IPB University, Meti Ekayani, mengemukakan, Desa Cibanteng di Bogor, Jawa Barat, sebagai salah satu desa binaan IPB University, memiliki permasalahan terkait dengan sampah. Oleh karena itu, detergen ramah lingkungan ini dikembangkan sebagai solusi mengatasi permasalahan sampah.
”Awalnya lebih sulit mengajak masyarakat mengelola sampah organik dibandingkan dengan anorganik. Kemudian, kami membuat eco-enzyme dan dimanfaatkan untuk produk turunan, salah satunya detergen ramah lingkungan,” ujarnya ketika dihubungi pekan lalu.
Ekoenzim (eco-enzyme) merupakan larutan zat organik kompleks dari hasil fermentasi sisa organik, terutama dari limbah sayur, kulit buah, dan sisa buah. Limbah sayur dan buah yang belum terlalu rusak ini dapat dimanfaatkan kembali karena masih memiliki kandungan seperti karotenoid, enzim, polifenol, minyak, vitamin, mikroorganisme, dan nilai asiditas.
Proses fermentasi membuat ekoenzim memiliki senyawa asam organik, seperti asam asetat, asam citrat, dan berbagai enzim.Berbagai kandungan senyawa yang kompleks tersebut membuat ekoenzim bersifat antijamur, bakteri, dan insektisida.
Detergen ini tidak berbau khusus apabila tidak dicampur dengan bahan lain. Namun, aroma detergen ini bisa ditambahkan sejak pembuatan ekoenzim. Jadi, ekoenzim bisa diberi aroma sesuai keinginan seperti bunga, daun jeruk, dan serai.
Menurut Meti, produk detergen dipilih karena lebih banyak disukai dan diminati oleh ibu-ibu serta lebih mudah dibuat dan murah. Produk ini juga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga untuk detergen, pemutih, dan pengharum cucian.
Ibu-ibu di desa binaan IPB pun turut diberdayakan secara langsung untuk mengembangkan detergen ramah lingkungan ini. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan, limbah yang dikelola ini tidak hanya berasal dari rumah tangga, tetapi juga penjual sayur dan buah.
”Limbah sayur dan buah ini paling banyak diambil dari konsumsi rumah tangga masyarakat. Mereka biasanya mengumpulkan limbah terlebih dahulu dalam jumlah tertentu dan menyimpannya di kulkas. Jadi, mereka membuat ekoenzim terlebih dahulu sebelum dikembangkan menjadi detergen ramah lingkungan,” kata Meti.
Bahan pembuatan
Detergen yang dikembangkan ini termasuk ramah lingkungan karena menggunakan metil ester sulfonat (MES) yang berbahan baku terbarukan berupa minyak kelapa atau minyak sawit. Sementara detergen yang banyak beredar di pasaran di antaranya terbuat dari linear aklilbenzil sulfonat (LAS) yang berbahan baku dari minyak bumi.
Meti menjelaskan, MES memiliki kelebihan, yaitu bisa bekerja di air sadah atau banyak mengandung mineral seperti air payau atau di daerah kapur. MES yang merupakan salah satu jenis surfaktan ini bisa berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka atau interfacial tension (IFT) minyak dan air sehingga dapat bercampur dengan homogen.
”Kelebihan lainnya, MES ramah lingkungan karena mudah terdekomposisi. Berdasarkan pengalaman empiris, MES sudah 60 persen terdekomposisi dalam waktu 14 hari. Ini lebih cepat dibandingkan dengan sabun dengan bahan baku LAS,” tuturnya.
Kemudian, keunggulan lain MES ialah memiliki tingkat keracunan di perairan atau ekotoksisitas yang rendah. Hasil riset menunjukkan, air yang mengandung MES tidak menghilangkan keberadaan Daphnia magna dan Oreochromis niloticus.
Daphnia magna adalah sejenis kutu air tawar yang banyak digunakan sebagaimakanan ikan. Adapun Oreochromis niloticus adalah sejenis ikan nila kecil yang hidup di air tawar. Kedua biota tersebut kerap digunakan sebagai indikator ekotoksitas lingkungan perairan.
Baca juga : ”Eco-enzyme” Bermanfaat bagi Lingkungan dan Kesehatan
Selain itu, detergen cair MES dengan penambahan ekoenzim juga akan memiliki kinerja yang lebih baik. Beberapa di antaranya membuat daya bersih jauh lebih kuat dan cemerleng serta mempertahankan warna pakaian karena kerja dari enzim-enzim dalam ekoenzim.
Sejumlah enzim yang terdapat dalam ekoenzim ialah lipase, protease, amilase, dan selulase. Enzim lipase berguna untuk mengurai kotoran berupa minyak dan lemak. Kemudian, enzim protease dapat merombak kotoran berupa protein seperti telur dan susu.
Lalu, enzim amilase mampu mengurai kotoran berupa tepung dan karbohidrat yang semula tidak larut di air. Adapun enzim selulase mampu menembus ikatan glukosida pada molekul selulosa serat pakaian. Enzim ini juga mampu merawat warna tetap cemerlang serta menjadikan pakaian lembut dan halus.
Langkah pembuatan
Pembuatan detergen cair ramah lingkungan ini cukup mudah, yakni dengan melarutkan MES dalam air di ember atau panci. Perbandingan bahan-bahan tersebut ialah 6 kilogram MES, 15 kilogram air, dan 4 kilogram ekoenzim. Setelah tercampur, larutan tersebut diaduk selama 2 menit setiap 15 menit. Proses mengaduk ini dilakukan selama 2 jam.
Langkah selanjutnya ialah memanaskan larutan tersebut di atas kompor dengan api bersuhu lebih kurang 65 derajat celsius. Aduk campuran bahan selama lebih kurang 10-15 menit hingga mengental dan berwarna kekuningan dan bening.
Setelah itu, matikan api kompor, kemudian angkat campuran dan biarkan sampai dingin sebelum akhirnya dipindahkan ke botol kemasan. Detergen cair ekoenzim yang siap pakai memiliki tekstur sedikit kental, berwarna coklat, dan beraroma segar.
”Detergen ini tidak berbau khusus apabila tidak dicampur dengan bahan lain. Namun, aroma detergen ini bisa ditambahkan sejak pembuatan ekoenzim. Jadi, ekoenzim bisa diberi aroma sesuai keinginan seperti bunga, daun jeruk, dan serai,” ucap Meti.
Baca juga : SNI Detergen Ramah Lingkungan Ditetapkan
Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Mikrobiologi Universitas Padjadjaran Ratu Safitri, ekoenzim memiliki banyak sekali manfaat lain seperti mempercepat pertumbuhan tanaman dan menghilangkan bau serta racun dalam udara. Bahkan, untuk keperluan sehari-hari, ekoenzim dapat digunakan untuk menghilangkan sumbatan pada pipa dan pembersih rumah.
”Dengan sampah ini ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang menyejahterakan hidup kita karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk keperluan sehari-hari. Ekoenzim ini juga bisa dikonsumsi manusia, tetapi sisa sayur atau buahnya harus segar dan bersih,” katanya (Kompas.id, 3/8/2021).