NTT Darurat Rabies, Pemerintah Pusat Turun Tangan, Kejar Target Vaksinasi Anjing
Sebelas korban jiwa meninggal di Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan akibat rabies. Ada 1.823 kasus gigitan hewan rabies di NTT.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
SUMBER: FAO
Petugas kesehatan memberikan vaksin rabies pada anjing peliharan warga di Kabupaten Dombu, Nusa Tenggara Barat.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah segera menetapkan status penanggulangan dalam keadaan tertentu sebagai dasar penetapan kejadian luar biasa dan darurat rabies di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam waktu dekat, sebanyak 70 persen hewan, khususnya anjing, di NTT akan divaksin oleh satuan tugas darurat rabies agar wabah ini tidak terus memakan korban.
Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat, sampai 15 November 2023 sudah ada 11 korban jiwa di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Selain itu, ada 1.823 kasus gigitan hewan penular rabies di wilayahnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, sejauh ini vaksin rabies baru mencakup 17 persen hewan-hewan penular rabies di NTT. Hal itu karena keterbatasan vaksin dan biaya operasional yang dimiliki daerah untuk melakukan vaksinasi secara massal.
Laporkan segera kepada pihak berwenang apabila melihat anjing dengan perilaku yang berbeda atau tidak biasa atau menunjukkan tanda klinis yang mengarah ke rabies.
”Sehingga nanti kita bisa pastikan ketika ada vaksinasi, 70 persen anjing yang ada disana sudah divaksin. Kebetulan sekarang ada jenis vaksin yang lebih mudah yaitu dalam bentuk pil, oral, nanti bisa dikamuflase dimasukkan ke dalam makanan-makanan hewan, terutama untuk anjing,” kata Muhadjir seusai rapat koordinasi tingkat menteri di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
KOMPAS/NINA SUSILO
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Rapat ini sebagai respons pemerintah pusat atas permintaan Pemerintah Provinsi NTT yang mengakui tidak mampu menangani wabah rabies sendiri. Menko PMK juga menggandeng Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengerahkan dana dan tenaga dalam penanganan darurat rabies ini.
BNPB akan menggunakan dana siap pakai (DSP) untuk mendukung operasional satgas penanganan dan penanganan rabies, termasuk penambahan vaksin dan peralatan vaksin rabies. Pemanfaatan DSP untuk melaksanakan vaksinasi rabies akan melalui koordinasi pusat satgas terpadu.
Kepada BNPB Suharyanto meminta masyarakat untuk kooperatif membawa hewan peliharaannya atau hewan di sekitarnya yang berpotensi menularkan rabies ke pemerintah setempat. Masyarakat harus tahu tanda-tanda anjing yang terkena rabies, cara menghindari gigitan, dan apa yang harus dilakukan apabila tergigit anjing atau hewan lain penular rabies.
”Kita minta supaya pemerintah daerah melakukan pendataan binatang yang potensi membawa penyakit rabies, terutama anjing. Jadi, nanti kita minta sudah ada pendataan penduduk anjing di NTT,” ujarnya.
DOKUMENTASI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN DOMPU
Pemilik anjing di Desa Marada, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu. Nusa Tenggara Barat, membawa hewan piaraannya untuk diberikan vaksinasi antirabies oleh petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu.
Pada tahun 2023, Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengalokasi vaksin rabies sebanyak 198.700 dosis atau senilai Rp 6,92 miliar secara nasional. Agustus lalu, Kementan juga telah mendapatkan tambahan vaksin untuk Bali sebanyak 400.000 dosis dari Bank Vaksin Rabies Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) yang 200.000 di antaranya akan dialokasikan ke NTT.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Nasrullah menjelaskan, vaksinasi merupakan alat utama dalam pengendalian rabies. Masyarakat harus memahami penanganan jika digigit oleh hewan penular rabies.
Setidaknya ada tiga langkah penting jika tergigit, yakni cuci luka gigitan dengan menggunakan sabun atau deterjen dengan air mengalir selama 15 menit, segera periksa ke fasilitas kesehatan terdekat, dan konsultasikan dengan dokter atau tenaga kesehatan untuk mendapatkan vaksin antirabies (VAR) atau serum antirabies (SAR) sesuai pedoman tata laksana kasus gigitan.
”Laporkan segera kepada pihak berwenang apabila melihat anjing dengan perilaku yang berbeda atau tidak biasa atau menunjukkan tanda klinis yang mengarah ke rabies,” ucap Nasrullah.
Kementerian Kesehatan mencatat, hingga April 2023 sudah ada 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies, 23.211 kasus gigitan yang sudah mendapatkan vaksin antirabies, dan 11 kasus kematian di Indonesia. Situasi rabies di Indonesia dari 2020 hingga April 2023, rata-rata per tahun kasus gigitan sebanyak 82.634, kemudian yang diberi vaksin antirabies hampir 57.000 ekor.
Saat ini ada 26 provinsi yang menjadi endemis rabies, tetapi hanya 11 provinsi yang bebas rabies, yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
KOMPAS/KHAERUL ANWAR
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Januari 2019, memberikan vaksinasi antirabies (VAR) pada seorang ibu di atas mobil ambulans.
Penanggulangan rabies semakin parah karena masyarakat yang digigit hewan rabies terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan. Mereka merasa hanya gigitan kecil dan tidak berdarah sehingga mereka datang ke fasilitas kesehatan sudah pada kondisi parah. Biasanya di atas satu bulan setelah digigit baru periksa.
Perlu diketahui, gejala rabies pada manusia di tahap awal gejala yang timbul adalah demam, badan lemas dan lesu, tidak nafsu makan, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan, dan sering ditemukan nyeri. Setelah itu, dilanjut dengan rasa kesemutan atau rasa panas di lokasi gigitan, cemas, dan mulai timbul fobia, yaitu hidrofobia, aerofobia, dan fotofobia sebelum meninggal dunia.
Sementara gejala hewan yang terkena rabies dapat dicirikan dengan karakter hewan menjadi ganas dan tidak menurut kepada pemiliknya, tidak mampu menelan, lumpuh, mulut terbuka dan air liur keluar secara berlebihan, kemudian bersembunyi di tempat gelap dan sejuk, ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha, kejang-kejang, dan diikuti oleh kematian. Pada rabies asimtomatik, hewan tidak memperlihatkan gejala sakit, tetapi tiba-tiba mati.