Diaspora Digandeng untuk Perkuat Kemitraan Inovasi Global
Kolaborasi riset perguruan tinggi dan industri terus diperkuat, termasuk menggandeng para diaspora ilmuwan Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri ke level global dibutuhkan untuk terus mendongkrak riset dan pengembangan universitas dan industri di Indonesia. Salah satu upaya yang gencar dilakukan pemerintah ialah menggandeng para diaspora, baik yang sudah selesai studi maupun yang sedang studi lanjut.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam, Senin (20/11/2023), mengatakan, para diaspora merupakan aset yang berharga bagi Indonesia untuk membangun kolaborasi internasional.
”Saat ini ratusan ribu warga Indonesia sedang ada di luar negeri, baik yang sudah selesai studi maupun yang sedang studi lanjut. Kita berharap kolaborasi internasional, baik diaspora maupun mitra inventor-inventor global, maka akselerasi inovasi di Indonesia akan semakin tinggi lagi,” ujar Nizam.
Baca juga: Diaspora Ilmuwan Muda yang Mendunia
Kemitraan riset dan inovasi global perlu dibangun untuk mengakselerasi pencapaian Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Adanya platform Kedaireka yang menjadi penghubung kolaborasi inovasi antara perguruan tinggi dan industri berkontribusi dalam mendongkrak peringkat Indonesia untuk kolaborasi riset dan pengembangan universitas dan industri di urutan kelima pada Global Innovation Index 2023.
Pada Merdeka Innovation Summit 2023 di Jakarta pada 16-17 November 2023, Kedaireka menghadirkan para diaspora Indonesia untuk berbagi pengalaman dan pemikiran dalam rangka membangun jejaring inovasi global. Dalam sesi diskusi bersama para diaspora, Nizam mengungkapkan, upaya untuk membangun ekosistem inovasi di Indonesia adalah melalui kolaborasi hingga ke tataran dunia yang dibarengi dengan komitmen dari para pemangku kepentingan di dalamnya.
”Upaya ini harus dilakukan untuk menjaga ekosistem dan kesungguhan bagi pelaku riset dan industri agar terus bergandengan tangan dan melakukan riset bersama,” ujar Nizam.
Dalam membangun ekosistem inovasi, Nizam juga menyoroti proses link and match antara riset dan pengembangan di perguruan tinggi dengan kebutuhan industri. Menurut dia, dalam ”mengawinkan” perguruan tinggi dan industri tidak bisa hanya dari satu sisi, tetapi dari kedua sisi. Untuk itu, ia menegaskan pentingnya huluisasi dan hilirisasi riset di perguruan tinggi.
”Kalau selama ini kita mengatakan hilirisasi, ya hilirisasi itu akan terjadi ketika ada huluisasi. Ketika ada problem-problem dari industri itu masuk ke kampus, akan menjadi agenda riset, menjadi agenda-agenda pengembangan, menjadi fokus di dalam pembelajaran. Kelas akan bertransformasi menjadi problem-based, case-based, dan project-based learning dari industri. Ketika itulah kemudian akan terjadi hilirisasi,” ujar Nizam.
Strategi yang penting di sini, baik untuk pemerintah maupun kita, sama-sama berusaha untuk membuat program yang terintegrasi.
Hilirisasi, kata Nizam, tidak terjadi hanya karena ide dosen yang kemudian dicoba untuk ditawarkan ke industri. Namun, sebaliknya, justru harus berasal dari masalah-masalah yang ada di dunia industri dan masyarakat.
Lead Scientist for Process Development of Oxford AstraZeneca Covid-19 Vaccines, Carina Joe, mengungkapkan, untuk melakukan sebuah kolaborasi harus ada koneksi yang terpaut. Dengan demikian, produk yang dihasilkan akan menjadi produk yang dapat diaplikasikan dalam masyarakat.
Menurut Carina, sebagai diaspora, Indonesia sebetulnya memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya dari negara-negara lain. Banyak diaspora Indonesia yang ia temui memegang peran penting pada proyek-proyek di luar negeri.
Sementara itu, Fauzan Adziman, Co-founder and Director Alloyed Ltd, mengatakan, banyak kesempatan terbuka bagi diaspora untuk berkontribusi bagi Indonesia. Fauzan, yang juga menjadi pengajar di University of Oxford, juga terlibat dalam berbagai proyek pemerintah dengan menerapkan ilmu dan teknologi yang ia kembangkan di Alloyed.
”Jadi, ilmu yang saya kembangkan dan bisnis yang dikembangkan di Alloyed sekarang strateginya kami coba untuk diadaptasi di Indonesia. Sekarang banyak sekali program pemerintah, kami bisa berkontribusi untuk Indonesia,” kata Fauzan.
Baca juga: Ilmuwan Diaspora Jembatan ke Pengetahuan Mutakhir
Fauzan menambahkan, lewat Alloyed, ia juga terlibat kerja sama dengan berbagai industri, seperti menjadi penyuplai Boeing dan pembangunan mesin jet serta combustion chamber. ”Siapa pun di dunia ini memiliki kesempatan yang sama. Strategi yang penting di sini, baik untuk pemerintah maupun kita, sama-sama berusaha untuk membuat program yang terintegrasi. Ide untuk komersialisasi merupakan bahan bakar supaya knowledge, power, economic, resilience-nya itu bisa terwujud di Indonesia,” katanya.
Kontribusi lain diberikan diaspora Indonesia, Randy Jusuf, Managing Director Google Indonesia. Ia mengaku tertarik kembali ke Indonesia karena perkembangan start up unicorn di Indonesia pada 2018. Lewat Google Indonesia, ia ingin berkontribusi mempercepat pertumbuhan talenta digital Indonesia.
Nizam mengatakan, agar menjadi negara maju, saat ini tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk beralih dari ekonomi berbasis sumber daya menjadi ekonomi berbasis inovasi. Untuk itu, penting bekerja sama dengan berbagai pihak dalam membangun ekosistem inovasi Indonesia.
”Kata kuncinya itu satu, gotong royong. Perjalanan kita itu bukan perjalanan sprint yang jarak pendek, melainkan ini merupakan a long journey. Saya sebut dengan sprint-thon, jadi ini adalah sprint sekaligus maraton karena meskipun di waktu yang pendek, kita harus berlari untuk mengatasi ketertinggalan,” kata Nizam.
Tingkatkan publikasi
Kolaborasi ilmuwan dalam negeri dengan diaspora Indonesia di sejumlah negara selama ini dibangun lewat Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) sejak 2016. Mulai tahun 2023, forum ini dinamakan menjadi World Scientific Forum of Indonesia (WSFI). Kolaborasi ini menginisiasi upaya kolaborasi dengan para ilmuwan diaspora Indonesia di seluruh dunia di bawah payung program Visiting World Class Professor.
Baca juga: Carina Joe, Kontribusi Diaspora untuk Dunia
Program tersebut telah memberikan dampak yang signifikan bagi Indonesia dalam hal peningkatan jumlah publikasi internasional bersama. Selain itu, juga berdampak pada kemitraan akademik dan penelitian antara lembaga-lembaga Indonesia dan lembaga-lembaga luar negeri yang berafiliasi dengan diaspora Indonesia, serta jaringan akademik yang membuka peluang pendanaan penelitian.
Beberapa kisah sukses yang menghasilkan proyek-proyek trans-nasional antara lain Garuda Research and Academic of Excellence (Garuda Ace), proyek riset produktif mandatory bertema UK-Indonesia Consortium for Interdisciplinary Sciences (RISPRO-UKICIS), dan Partnership in Research Indonesia and Melbourne (RISPRO-PRIME), yang mendapat dukungan dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Penyelenggaraan World Class Professor (WCP) tahun ini di Bali mendatangkan 40 profesor kelas dunia yang berasal dari 15 negara untuk berkolaborasi dengan dosen perguruan tinggi negeri dan swasta.
Program WCP mendorong kolaborasi antara profesor kelas dunia dan dosen perguruan tinggi Indonesia untuk menghasilkan luaran berupa publikasi internasional bersama (joint publication).
Dari awal pelaksanaan program pada bulan Juli-November, program ini sudah menghasilkan joint publication jurnal internasional bereputasi Q1 dengan status 1 accepted, 1 published, 13 submitted, 18 under review, dan 1 artikel dengan status accepted di jurnal internasional bereputasi Q2.
Tidak hanya mengejar luaran, program WCP memberikan pengalaman berharga bagi dosen untuk merasakan atmosfer lingkungan kerja profesor kelas dunia. Dengan bermitra dan berinteraksi dengan profesor unggul, diharapkan akan meningkatkan kehidupan akademis, kompetensi, serta kualitas pribadi dosen sehingga berkontribusi dalam pengembangan iptek dan penguatan sistem inovasi nasional.
Direktur Sumber Daya Kemendikbudristek Mohammad Sofwan Effendi mengatakan, program WCP memberikan keuntungan bagi akademisi di Indonesia untuk meningkatkan kualitas riset dengan kolaborasi yang dilakukan dalam mendesain joint publication. Topik penelitian dalam WCP harus sesuai dengan misi diferensiasi setiap universitas.
”Kita tahu Indonesia saat ini tengah fokus pada green economy, blue economy, digital economy, tourism, dan medical device. Jadi, riset-riset dari WCP harus mengarah ke situ,” ujar Sofwan.
Selain menghasilkan publikasi bersama, luaran lain dalam program WCP ini antara lain draf dokumen pengembangan program peningkatan kapasitas, double degree, joint degree, pengembangan kurikulum, atau mekanisme transfer kredit dalam rangka mendukung akreditasi internasional; pengembangan manual/SOP laboratorium, dan materi workshop.
Selain itu, ada jugapelaksanaan pengajar tamu (guest lecturer) yang dilengkapi dengan materi pembelajaran/tutorial atau hasil konsultasi; dan pelaksanaan supervisi bersama (joint supervision) atau external examiner dalam program S-2/S-3 double degree.