Festival Tari Kontemporer Jicon dengan Sudut Pandang Baru
Dewan Kesenian Jakarta menggelar Jakarta International Contemporary Dance Festival atau Jicon 2023 pada 14-18 November 2023.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kesenian Jakarta menggelar Jakarta International Contemporary Dance Festival atau Jicon 2023 di Taman Ismail Marzuki selama lima hari dari 14 sampai 18 November 2023. Mengangkat tema ”Sphere”, festival tari kontemporer ini berupaya menyuarakan ragam eksperimentasi dalam koreografi dengan menghubungkan berbagai bentuk karya artistik dalam kehidupan masyarakat urban.
Ketua Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Josh Marcy mengutarakan, Jicon merupakan refleksi bersama yang bisa digunakan masyarakat untuk melihat karya dengan cara pandang baru. Jicon juga dikemas untuk mengajak warga mengungkapkan ekspresinya agar ada ragam karya tercetus.
Ekspresi itu yang dapat menjadi fondasi pembaruan sudut pandang publik. Komite tari berupaya melebarkan kerangka berpikir karena tahun lalu, program Dance in Space telah menyajikan pertunjukan spesifik di suatu tempat.
”Program ini diperluas dengan nama baru, yaitu Meruang, yang bukan hanya bisa dinikmati sebagai tontonan, tetapi juga ada keterlibatan ruang dan masyarakat sekitar yang mengalami kebersamaan dalam berekspresi,” kata Josh, Rabu (15/11/2023).
Ada pula Telisik Tari, program berbasis riset dan arsip yang layak dibaca ulang dengan melihat tubuh sebagai arsip hidup dan tumbuh di masing-masing lokal. Selain itu, ada Imajitari, festival film tari internasional berbasis kompetisi yang tahun ini diikuti oleh 849 karya film dari 94 negara.
Saat berkarya, berbicara, ataupun menikmati kesenian, terutama tari, sering kali sebuah karya dimaknai sempit karena itulah Jicon tahun ini ingin melihat keluasan praktik-praktik koreografi.
Sementara itu, Komite Tari DKJ yang menggandeng Rebecca Kezia sebagai kurator festival memilih tema ”Sphere” yang digambarkan seperti ruang lingkup yang besar. Jicon menawarkan berbagai program di sepanjang festival untuk melihat bagaimana spiritualitas urban itu berada dalam suatu karya yang luas.
Praktik koreografi
”Dalam banyak pandangan kita, menurut saya, saat berkarya, berbicara, ataupun menikmati kesenian, terutama tari, sering kali sebuah karya dimaknai secara sempit. Karena itu, JICON tahun ini ingin melihat keluasan praktik-praktik koreografi,” ucap Rebecca.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Ahmad Mahendra menambahkan, Jicon menjadi jawaban atas kebutuhan berbagai medium dan cara pandang baru dalam melihat perilaku dan peristiwa agar kita tidak hanya memiliki satu pandangan.
Hal ini disebabkan beberapa tahun terakhir ini, terutama saat pandemi Covid-19, banyak hal baru yang mengajarkan manusia agar makin mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan perubahan situasi.
”Jicon merupakan ide cemerlang untuk menciptakan kesadaran dan kemampuan beradaptasi di berbagai kolaborasi yang memungkinkan adaptasi,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, Kemendikbudristek selalu membuka ruang kepada komunitas masyarakat yang ingin berpraktik dalam mengungkapkan fenomena sosial dalam keadaan yang terus berubah. Dia berharap para seniman semakin banyak berkolaborasi dalam berkarya. ”Dengan beragam kolaborasi, kita tidak hanya memantulkan perubahan, tetapi juga menyambut berbagai situasi baru,” ucapnya.
Jicon 2023 ini diselenggarakan melalui kolaborasi dengan Produksi Film Negara (PFN), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Unit Pengelola Taman Ismail Marzuki, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), sejumlah komunitas budaya, dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.