Kasus masalah gigi berlubang atau karies masih tinggi. Masalah ini muncul karena kebiasaan menggosok gigi yang belum benar, ditambah konsumsi gula yang tinggi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia perlu mewaspadai ancaman gigi berlubang akibat konsumsi gula yang semakin tinggi. Apalagi, kecenderungan konsumsi gula yang meningkat tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak. Ditambah lagi, kebiasaan menyikat gigi yang tepat masih belum dilakukan banyak orang.
Sebagai bagian dari penyelenggaraan Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) 2023, Pepsodent Sekolah Sehat dan Alfamart mendukung edukasi kesehatan gigi bagi anak-anak Indonesia. Upaya kolaboratif ini diresmikan di SDN Cijantra I dan III Tangerang, Banten, dengan target menjangkau 100.000 siswa di 250 sekolah dasar yang tersebar di 12 kota di sejumlah wilayah Indonesia.
Head of Marketing Oral Care & Professional Marketing Unilever Indonesia Distya Tarworo Endri, Rabu (8/11/2023), mengatakan, berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional Badan Pusat Statistik tahun 2021, sebanyak 47,9 juta penduduk Indonesia mengonsumsi gula secara berlebih. Bahkan, di tahun 2023, konsumsi gula per kapita diproyeksi meningkat hingga 9 persen dari tahun 2019. Peningkatan ini tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga terlihat pada anak-anak.
”Tentunya hal ini harus diwaspadai bersama karena jika tidak disertai dengan kebiasaan merawat gigi dan mulut yang baik, kebiasaan ini menjadikan anak-anak berisiko mengalami gigi berlubang,” kata Distya.
Peringatan BKGN mengangkat tema ”Senyum Sehat Indonesia, Mulut Sehat Gigi Kuat”. Namun, faktanya, hanya 2,8 persen masyarakat yang menyikat gigi di waktu yang tepat, yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur.
”Edukasi dan pembiasaan sejak dini menjadi sangat penting, termasuk di lingkungan sekolah,” ucap Distya.
Belum rutin
Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menyikat gigi yang benar ini berpengaruh terhadap tingginya masalah gigi dan mulut. Salah satunya adalah gigi berlubang atau karies yang kasusnya mencapai 88 persen. Hal tersebut semakin diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan gigi mulutnya ke dokter gigi secara rutin setiap tahunnya.
Kalau bisa pilih bulu sikat yang lembut karena kalau yang keras bisa merusak atau mengikis lapisan email gigi.
Secara terpisah di acara BKGN 2023 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM), beberapa waktu lalu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia Usman Sumantri mengatakan, terkait dengan konsumsi gula yang tinggi, masyarakat diminta untuk mengimbanginya dengan menjaga pola hidup sehat agar kesehatan gigi dan mulut bisa tetap terjaga. Apabila konsumsi gula yang tinggi tidak dibarengi dengan pola hidup sehat, hal itu akan menyumbang peningkatan jumlah kasus gigi berlubang hingga 31 persen.
Usman menambahkan, upaya mewujudkan kesehatan gigi dan mulut di masyarakat harus dibarengi dengan akses ke dokter gigi yang memadai. Sementara hingga saat ini jumlah dokter gigi di Indonesia masih belum ideal atau terbatas. Karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan jumlah lulusan dokter gigi dan penerimaan mahasiswa fakultas kedokteran gigi.
”Jumlah dokter gigi semua ada sekitar 43.000, termasuk dokter gigi umum dan spesialis. Sementara yang spesialis itu kurang dari 5.000, jadi masih sangat kurang dan itu kebanyakan dokter gigi berkumpul di kota-kota,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan FKG UGM sekaligus Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (Afdokgi) Suryono menyampaikan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyikat gigi dengan benar. Menyikat gigi tidak boleh dilakukan secara asal. Misalnya, pemilihan sikat gigi sesuai dengan ukuran mulut, menggosok gigi dengan lembut, dan jenis bulu sikat disesuaikan dengan kondisi gigi dan gusi.
”Kalau bisa pilih bulu sikat yang lembut karena kalau yang keras bisa merusak atau mengikis lapisan email gigi,” ujarnya.
Suryono menegaskan, perilaku membersihkan gigi dengan baik dan benar sebaiknya ditanamkan sedini mungkin oleh keluarga, dimulai dengan pembiasaan untuk menyikat gigi setidaknya dua kali sehari pada anak-anak.
”Kalau data di Indonesia tadi hanya 2,8 persen masyarakat yang baru menggosok gigi dengan benar. Maka, di Yogyakarta ini sudah mencapai 6 persen warganya yang menggosok gigi dengan benar,” kata Suryono.
Kondisi tersebut tak lepas dari upaya yang dilakukan FKG UGM, pemerintah daerah, dan para mitra terkait yang gencar mengedukasi masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Salah satunya dengan menggosok gigi dengan baik dan benar.