Sempat Ditahan Taliban, Matiullah Wesa Tetap Perjuangkan Hak Perempuan Afghanistan
Larangan Taliban terhadap perempuan di Afghanistan untuk mengenyam pendidikan diprotes banyak pihak. Mereka baru saja membebaskan salah satu aktivis pendidikan dari penjara.
Oleh
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
·3 menit baca
Pekan lalu, Taliban membebaskan Matiullah Wesa, aktivis yang aktif berkampanye untuk pendidikan anak-anak perempuan di Afghanistan. Meski sempat ditahan selama 215 hari atau sekitar tujuh bulan, Wesa bersumpah akan tetap melanjutkan gerakannya.
”Matiullah Wesa dibebaskan. Dia sekarang sudah bersama keluarganya,” kata Nasibullah Noor, pimpinan kelompok Pen Path, organisasi pendidikan tempat Wesa bergabung, Kamis (26/10/2023) lalu, di Kabul, Afghanistan.
Dalam kampanyenya, Wesa secara blak-blakan menuntut agar anak-anak perempuan di Afghanistan diberi hak untuk bersekolah. Ia berulang kali meminta para pemimpin Taliban yang kini menguasai Afghanistan untuk mencabut aturan yang melarang para perempuan mendapatkan layanan pendidikan.
Sejak mengambil alih kekuasaan atas Afghanistan pada Agustus 2021, Taliban melarang anak-anak perempuan untuk bersekolah setelah kelas enam. Pada Desember 2022, mereka melarang perempuan melanjutkan kuliah di universitas. Afghanistan adalah satu-satunya negara di dunia yang membatasi pendidikan perempuan.
Setelah dibebaskan, Wesa menyampaikan terima kasih kepada teman-temannya atas dukungan mereka dan bersumpah untuk melanjutkan gerakannya. ”Harapan dan tujuan kami tidak akan berubah, juga tidak akan hancur. Kami akan melanjutkan layanan amal kami,” ujarnya. ”Saya akan menceritakan seluruh proses dan kondisi detail situasi penjara, nanti,” tambahnya.
Saudara laki-laki Wesa, Ataullah, menentang penahanan tujuh bulan tersebut. ”Mengapa seseorang ditangkap jika dia bekerja demi hak-hak dasar suatu bangsa atau generasi?” kata Ataullah seperti dikutipThe Associated Press. Dia memastikan bahwa Wesa tidak bersalah dan tidak melakukan kejahatan apa pun.
Aktris sekaligus advokat bagi para pengungsi, Angelina Jolie, menulis surat terbuka kepada Wesa pada bulan Agustus. ”Saya menyampaikan suara saya, dengan kerendahan hati, kepada semua orang yang menyerukan pembebasan Anda, sehingga Anda dapat melanjutkan pekerjaan penting Anda, dan untuk pencabutan semua pembatasan, tentang pendidikan untuk anak-anak perempuan,” tulis Jolie.
Sementara itu, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak asasi manusia di Afghanistan, Richard Bennett, menyambut baik berita pembebasan Wesa. Dalam sebuah postingan di media sosial, Bennett mendesak pembebasan segera dan tanpa syarat semua pembela hak asasi manusia Afghanistan yang ditahan secara sewenang-wenang karena membela hak mereka sendiri dan hak asasi orang lain.
Amnesty International mengatakan bahwa Wesa seharusnya tidak dipenjara karena mempromosikan hak-hak anak perempuan atas pendidikan. ”Otoritas de facto Taliban harus membebaskan pembela hak asasi manusia dan perempuan pengunjuk rasa Rasool Parsi, Neda Parwani, Zholia Parsi, Manizha Sediqi, dan semua orang lainnya yang ditahan secara tidak adil di balik jeruji besi, karena membela kesetaraan dan mengecam penindasan,” tegas kelompok hak asasi manusia tersebut di media sosial X.
Amnesty International mengatakan bahwa Wesa seharusnya tidak dipenjara karena mempromosikan hak-hak anak perempuan atas pendidikan.
Sebelum penangkapannya, Wesa dan rekan-rekannya dari kelompok Pen Path meluncurkan kampanye dari pintu ke pintu untuk mempromosikan pendidikan anak perempuan. ”Kami telah menjadi sukarelawan selama 14 tahun untuk menjangkau masyarakat dan menyampaikan pesan bagi pendidikan anak perempuan,” kata Wesa dalam postingan media sosial.
Selama 18 bulan terakhir, Wesa dan Pen Path terus berkampanye dari rumah ke rumah untuk memberantas buta huruf dan mengakhiri kesengsaraan masyarakat Afghanistan, termasuk para perempuan.
Menurut Ataullah, pasukan Taliban mengepung rumah keluarga mereka pada akhir Maret lalu. Mereka memukuli anggota keluarga dan menyita telepon seluler Wesa. (AP/REUTERS)