Studi Menemukan Kaitan Seringnya Penggunaan Ponsel dan Kualitas Sperma
Seringnya penggunaan ponsel berkaitan dengan rendahnya konsentrasi dan jumlah total sperma pada pria.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelitian terbaru menunjukkan bahwa seringnya penggunaan telepon seluler berkaitan dengan rendahnya konsentrasi dan jumlah total sperma. Namun, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara penggunaan ponsel dan rendahnya motilitas dan morfologi sperma.
Penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Universitas Geneva (UNIGE), bekerja sama dengan Swiss Tropical and Public Health Institute (Swiss TPH), dipublikasikan di jurnal Fertility & Sterility pada Selasa (31/10/2023). Rita Rahban dari Department of Genetic Medicine and Development UNIGE menjadi penulis pertama kajian kajian ini.
Menurut Rita, kualitas sperma ditentukan melalui penilaian sejumlah parameter, seperti konsentrasi, jumlah total, motilitas sperma, dan morfologi sperma. Mengacu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seorang pria kemungkinan besar membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk mengandung anak jika konsentrasi spermanya di bawah 15 juta per mililiter. Selain itu, persentase peluang hamil akan menurun jika konsentrasi sperma di bawah 40 juta per mililiter.
Tren ini sejalan dengan transisi dari 2G ke 3G, dan kemudian dari 3G ke 4G, yang menyebabkan berkurangnya daya transmisi ponsel.
Banyak penelitian sebelumnya menunjukkan, kualitas sperma mengalami penurunan selama 50 tahun terakhir. Jumlah sperma dilaporkan menurun dari rata-rata 99 juta sperma per mililiter (mL) menjadi 47 juta per mL. Fenomena ini diperkirakan merupakan akibat dari kombinasi faktor lingkungan (pengganggu endokrin, pestisida, radiasi) dan kebiasaan gaya hidup (pola makan, alkohol, stres, dan kebiasaan merokok).
Dampak ponsel
Dalam kajian ini, para peneliti mencari kaitan penggunaan telepon seluler (ponsel) dengan penurunan kualitas sperma. Setelah melakukan studi nasional pertama (2019) mengenai kualitas air mani pria muda di Swiss, tim dari UNIGE telah menerbitkan studi cross-sectional terbesar mengenai topik ini. Hal ini didasarkan pada data dari 2.886 pria Swiss berusia 18-22 tahun, yang direkrut antara tahun 2005 dan 2018 di enam pusat wajib militer.
”Pria (responden) menyelesaikan kuesioner terperinci terkait dengan kebiasaan gaya hidup mereka, status kesehatan umum mereka, dan lebih khusus lagi frekuensi mereka menggunakan ponsel, serta di mana mereka meletakkannya saat tidak digunakan,” ujar Serge Nef, profesor kedokteran genetik di UNIGE, yang turut penelitian ini.
Data mengungkapkan hubungan antara seringnya penggunaan dan konsentrasi sperma yang lebih rendah. Median konsentrasi sperma secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pria yang tidak menggunakan ponsel lebih dari sekali dalam seminggu (56,5 juta/mL) dibandingkan dengan pria yang menggunakan ponsel lebih dari 20 kali sehari (44,5 juta/mL). Perbedaan ini berhubungan dengan penurunan konsentrasi sperma sebesar 21 persen pada pengguna sering (>20 kali/hari) dibandingkan dengan pengguna jarang (<1 kali>.
Hubungan terbalik ini ditemukan lebih jelas pada periode penelitian pertama (2005-2007) dan secara bertahap menurun seiring berjalannya waktu (2008-2011 dan 2012-2018). ”Tren ini sejalan dengan transisi dari 2G ke 3G, dan kemudian dari 3G ke 4G, yang menyebabkan berkurangnya daya transmisi ponsel,” ujar Martin RÖÖsli, profesor di Swiss TPH.
”Penelitian sebelumnya yang mengevaluasi hubungan antara penggunaan ponsel dan kualitas sperma dilakukan pada sejumlah kecil individu, jarang mempertimbangkan informasi gaya hidup, dan mengalami bias seleksi, karena mereka direkrut dari klinik kesuburan. Hal ini menyebabkan hasil yang tidak meyakinkan,” ujar Rita Rahban.
Kedekatan ponsel
Analisis data juga menunjukkan bahwa posisi ponsel, misalnya diletakkan di saku celana, tidak berhubungan dengan parameter sperma yang lebih rendah.
”Namun, jumlah orang dalam kelompok ini yang menunjukkan bahwa mereka tidak mendekatkan ponsel ke tubuh mereka terlalu kecil untuk menarik kesimpulan yang kuat mengenai hal ini,” tambah Rita Rahban.
Penelitian ini, seperti kebanyakan penelitian epidemiologi yang menyelidiki dampak penggunaan ponsel terhadap kualitas sperma, mengandalkan data yang dilaporkan sendiri, dan hal ini memiliki keterbatasan. Dengan demikian, frekuensi penggunaan yang dilaporkan oleh individu diasumsikan sebagai perkiraan akurat paparan radiasi elektromagnetik.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, sebuah penelitian diluncurkan pada tahun 2023. Tujuannya untuk mengukur paparan gelombang elektromagnetik secara langsung dan akurat, serta jenis penggunaannya (panggilan, navigasi situs web, pengiriman pesan) dan untuk menilai dampaknya terhadap kesehatan reproduksi pria, serta potensi kesuburan.
Data akan dikumpulkan menggunakan aplikasi yang akan diunduh oleh setiap peserta ke ponsel mereka. Tim peneliti secara aktif merekrut peserta untuk penelitian ini. Tujuannya juga untuk lebih menggambarkan mekanisme tindakan di balik pengamatan ini.
”Apakah gelombang mikro yang dipancarkan ponsel berpengaruh langsung atau tidak langsung? Apakah menyebabkan peningkatan suhu testis secara signifikan? Apakah memengaruhi regulasi hormonal produksi sperma? Itu semua masih harus diselidiki,” pungkas Rita Rahban.