Banyak Antibiotik untuk Infeksi Umum pada Anak-anak Tidak Lagi Efektif
Banyak obat-obatan untuk mengobati infeksi umum pada anak-anak dan bayi, seperti pneumonia, sepsis, dan meningitis, tidak lagi efektif di sebagian besar dunia karena tingginya tingkat resistensi antibiotik.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebuah studi baru menemukan bahwa obat-obatan untuk mengobati infeksi umum pada anak-anak dan bayi, seperti pneumonia, sepsis, dan meningitis, tidak lagi efektif di sebagian besar dunia karena tingginya tingkat resistensi antibiotik. Indonesia termasuk yang paling banyak mengalami resistensi antibiotik.
Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Universitas Sydney ini menemukan bahwa banyak antibiotik yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki efektivitas kurang dari 50 persen dalam mengobati infeksi pada masa kanak-kanak, seperti pneumonia, sepsis (infeksi aliran darah), dan meningitis. Temuan ini menunjukkan pedoman global mengenai penggunaan antibiotik sudah ketinggalan zaman dan perlu diperbarui.
Temuan yang dipublikasikan di The Lancet Regional Health-Southeast Asia ini pada 31 Oktober 2023 menunjukkan, wilayah yang terkena dampak paling parah adalah di Asia Tenggara dan Pasifik, termasuk negara Indonesia dan Filipina, di mana ribuan kematian anak-anak akibat resistensi antibiotik terjadi setiap tahun.
WHO telah menyatakan bahwa resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) adalah salah satu dari 10 ancaman kesehatan masyarakat global yang dihadapi umat manusia. Pada bayi baru lahir, diperkirakan tiga juta kasus sepsis terjadi secara global setiap tahun dengan 570.000 kematian. Banyak di antaranya disebabkan kurangnya antibiotik yang efektif untuk mengobati bakteri yang resisten.
Studi tersebut menemukan bahwa satu antibiotik, khususnya ceftriaxone, kemungkinan besar hanya efektif dalam mengobati satu dari tiga kasus sepsis atau meningitis pada bayi baru lahir. Ceftriaxone juga banyak digunakan di Australia untuk mengobati banyak infeksi pada anak-anak, seperti pneumonia dan infeksi saluran kemih.
Antibiotik lain, gentamisin, ditemukan efektif dalam mengobati kurang dari separuh kasus sepsis dan meningitis pada anak-anak. Gentamisin biasanya diresepkan bersamaan dengan aminopenisilin, yang menurut penelitian juga memiliki efektivitas yang rendah dalam memerangi infeksi aliran darah pada bayi dan anak-anak.
Penulis utama Phoebe Williams dari University's School of Public Health and Sydney Infectious Diseases Institute mengatakan, ada peningkatan kasus infeksi bakteri yang resisten terhadap berbagai obat pada anak-anak di seluruh dunia. Kasus AMR lebih bermasalah pada anak-anak dibandingkan orang dewasa karena antibiotik baru cenderung tidak diujicobakan dan tersedia untuk anak-anak.
”Kita tidak kebal terhadap masalah ini—beban resistensi anti-mikroba ada di depan kita,” katanya. ”Resistensi antibiotik meningkat lebih cepat dari yang kita sadari. Kita sangat membutuhkan solusi baru untuk menghentikan infeksi invasif yang resisten terhadap beberapa obat dan kematian ribuan anak setiap tahunnya,” tambahnya.
Studi ini menganalisis 6.648 isolat bakteri dari 11 negara di 86 publikasi untuk meninjau kerentanan antibiotik terhadap bakteri umum yang menyebabkan infeksi pada masa kanak-kanak.
Williams mengatakan bahwa cara terbaik untuk mengatasi resistensi antibiotik pada infeksi masa kanak-kanak adalah menjadikan pendanaan untuk menyelidiki pengobatan antibiotik baru untuk anak-anak dan bayi baru lahir sebagai prioritas.
”Fokus klinis antibiotik pada orang dewasa dan sering kali anak-anak serta bayi baru lahir diabaikan. Itu berarti kita memiliki pilihan dan data yang sangat terbatas untuk pengobatan baru,” katanya.
Williams saat ini sedang mencari antibiotik lama, fosfomycin, sebagai obat sementara untuk mengobati infeksi saluran kemih yang resisten terhadap beberapa obat pada anak-anak di Australia.
”Studi ini mengungkap masalah penting mengenai ketersediaan antibiotik yang efektif untuk mengobati infeksi serius pada anak-anak,” kata penulis senior Paul Turner, Direktur Unit Penelitian Medis Oxford Kamboja di Rumah Sakit Anak Angkor, Siem Reap, dan profesor mikrobiologi pediatrik di Oxford Uviversity, Inggris.
”Hal ini juga menyoroti kebutuhan akan data laboratorium berkualitas tinggi untuk memantau situasi AMR, yang akan memfasilitasi perubahan tepat waktu pada pedoman pengobatan,” imbuhnya.