Gizi mikro berperan penting membangun kecerdasan intelektual menuju Indonesia emas. Fortifikasi pangan jadi solusi.
Oleh
NINUK MARDIANA PAMBUDY
·4 menit baca
Salah satu syarat penting mencapai cita-cita menjadi masyarakat kaya dan maju ialah sumber daya manusia unggul. Tidak hanya unggul fisik, tetapi juga tumbuh dan berkembang optimum dalam kecerdasan intelektual serta kemampuan sosial dan emosi yang ditentukan perkembangan otak.
Adapun perkembangan sebagian besar struktur dan kapasitas otak terbentuk saat periode janin hingga anak berusia 3 tahun. Perkembangan otak yang tidak optimal berdampak nyata pada kemampuan belajar, potensi mendapat pekerjaan yang baik, dan kesehatan mental saat dewasa. Dampak negatif ini menetap dan menjadi beban masyarakat.
Ada tiga faktor yang memengaruhi perkembangan awal otak, yaitu adanya stres yang berlangsung lama dan terus-menerus serta infeksi berulang, dukungan sosial yang kuat dan rasa aman, serta gizi optimum.
Gizi yang cukup dan seimbang penting untuk perkembangan otak. Sarah E Cusick, PhD dan Michael K Georgieff, MD dalam Journal of Pediatrics, yang terbit daring pada 3 Juni 2016, mengulas jenis-jenis gizi penentu perkembangan otak manusia dalam periode janin dan sejak lahir hingga berusia 3 tahun. Pemberian dalam waktu, jenis, dan jumlah yang tepat sangat menentukan.
Selain protein dan karbohidrat, unsur mineral mikro amat menentukan perkembangan otak. Pembentukan dan perkembangan syaraf, misalnya, memerlukan gizi mikro besi, tembaga, seng, iodium, asam lemak tidak jenuh rantai panjang, serta vitamin A, B6, D dan C. Berbagai jenis unsur mikro, protein, dan karbohidrat itu harus tersedia cukup pada usia kehamilan 40 minggu sampai 41 minggu dan enam hari, dan sejak anak lahir hingga usia 3 tahun.
Fortifikasi gizi mikro
Cusick dan Georgieff menekankan peran unsur gizi mikro dalam membangun kecerdasan intelektual (IQ). Pemenuhan kebutuhan tiga unsur gizi mikro besi, seng, dan yodium dari periode janin hingga 3 tahun pertama usia anak dapat meningkatkan nilai IQ hingga 10. Hasil ini berlaku di seluruh dunia.
Berdasarkan hasil studi pada ibu hamil di Nepal, pemberian zat besi dan asam folat saat kehamilan berpengaruh positif pada IQ, fungsi motorik, dan pengambilan keputusan anak.
Perkembangan otak yang tak optimal berdampak nyata pada kemampuan belajar, potensi mendapat pekerjaan yang baik, dan kesehatan mental saat dewasa.
Namun, pemberian tambahan besi saat usia 12-35 bulan tidak menunjukkan manfaat nyata bagi anak yang lahir dari ibu penerima tambahan besi ataupun plasebo. Di sisi lain, pemberian pada waktu tidak tepat atau berlebihan, seperti hasil penelitian berkelanjutan 10 tahun di Cile, memberi efek negatif bagi anak.
Sementara kekurangan seng pada usia dini menurunkan kemampuan belajar, memberi perhatian, daya ingat, dan suasana hati. Kekurangan yodium berat menyebabkan kretinisme, ditandai dengan kurangnya daya dengar, kemampuan bicara dan mengurangi skor IQ hingga 30.
Pemenuhan kebutuhan unsur gizi mikro idealnya melalui makanan bergizi seimbang. Pendiri Koalisi Fortifikasi Indonesia, Prof Soekirman, berpendapat, fortifikasi unsur mikro bahan makanan yang dikonsumsi luas masyarakat dapat memenuhi kebutuhan itu, terutama bagi masyarakat prasejahtera.
Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi mikro pada pangan pembawa dengan kadar sesuai kebutuhan dan bertujuan memperbaiki status gizi masyarakat. Indonesia sudah memfortifikasi tepung terigu dengan besi, asam folat, seng, dan sejumlah vitamin B.
Vitamin A terbatas pada minyak goreng kemasan dan yodium pada garam kemasan. Belajar dari banyak negara berkembang lain, Soekirman berpendapat, fortifikasi perlu diperluas dari sisi unsur gizi mikro dan pangan pembawanya.
Biaya fortifikasi umumnya rendah. Rata-rata 0,5 persen dari harga produk. Namun, manfaatnya jauh lebih besar dibandingkan dengan menangani akibat kekurangan unsur mikro.
Konferensi Micronutrient Forum di Amsterdam, Belanda, pada 16-20 Oktober 2023, menyebut, setiap 1 dollar AS diinvestasikan untuk pemberian tambahan zat gizi mikro berganda memberi manfaat kesehatan dan perbaikan kualitas manusia setara 37 dollar AS. Sementara investasi 1 dollar AS untuk fortifikasi pangan skala besar memberi manfaat setara 27 dollar AS.
Guru besar dan peneliti gizi dari IPB University, Prof Dradjat Martianto, menyebut, fortifikasi dapat dilakukan melalui aturan pemerintah. Hal ini memerlukan pengawasan saat produksi, terutama untuk bahan makanan nonkemasan atau curah.
Jumlah industri minyak goreng relatif sedikit, berbeda dari produsen garam rakyat. Karena itu, pengawasan menjadi penting. Saat ini, Dradjat bersama tim Kementerian Kesehatan dengan memakai data Badan Pusat Statistik sedang menyusun standar fortifikasi beras.
Perempuan
Gizi yang cukup, termasuk unsur mikro, harus diberikan sejak perempuan memasuki usia remaja dan saat hamil. Perempuan penting mendapat perhatian karena fungsi reproduktif dan fisiologisnya. Untuk mencegah anemia, pemberian tambahan zat besi dimulai dari saat haid pertama.
Pada perempuan hamil kekurangan unsur besi, vitamin B-12, dan asam folat menyebabkan berat badan bayi baru lahir rendah dan atau bayi lahir prematur, selain memengaruhi IQ.
Micronutrient Forum menekankan pentingnya mencukupi kebutuhan gizi perempuan remaja dan dewasa. Pemenuhan itu merupakan hak, penting untuk membangun ketahanan gizi, serta menjadi fondasi meningkatkan agensi perempuan dalam kesehatan, diet, produktivitas, pemberdayaan, dan kemampuan mencapai potensi diri.
Fortifikasi pangan menguatkan sistem pangan dan membuat pangan kaya gizi lebih terjangkau, terutama bagi masyarakat prasejahtera. Isu ini selayaknya menjadi perhatian para calon presiden dan calon wakil presiden. Jangan sampai penduduk Indonesia menjadi tua sebelum kaya dengan menyandang beban sosial dan ekonomi.