Budaya penjaminan mutu harus berjalan internal dan diakui pihak luar. Mutu baik membuat kepercayaan warga meningkat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi wajib memenuhi standar nasional pendidikan tinggi untuk menjamin terpenuhinya mutu minimal. Karena itu, perguruan tinggi didorong untuk melampaui standar nasional pendidikan tinggi yang diwajibkan pemerintah serta menjadi unggul dengan standar internasional.
Direktur Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) Ari Purbayanto mengutarakan hal itu, dalam webinar nasional bertajuk ”Akreditasi Program Studi Perguruan Tinggi Pasca Diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023”, di Jakarta, pada Senin (23/10/2023) ,
Menurut Ari, penerbitan Permendikbudristek tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi memberikan peluang untuk penyederhanaan akreditasi. Hal ini untuk memberikan ruang bagi perguruan tinggi fokus pada penjaminan mutu sesuai visi dan misi yang diembannya.
Ada waktu dua tahun ke depan untuk menyesuaikan sistem akreditasi PT sesuai perkembangan saat ini dan ke depan. Perguruan tinggi wajib diakreditasi secara gratis dan dibiayai pemerintah, dengan hasil terakreditasi dan tidak terakreditasi yang dilakukan BAN PT.
Program studi juga wajib diakreditasi secara gratis demi meraih status terakreditasi dan tidak terakreditasi, sedangkan untuk meraih status unggul dilakukan secara sukarela dan membayar. Akreditasi program studi dilakukan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). ”Akreditasi PT yang wajib itu untuk memastikan tiap PT memenuhi standar minimum wajib dipenuhi. Tiap PT seharusnya mampu melampaui standar nasional Dikti untuk jadi unggul,” kata Ari.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti) Pusat Mansyur Ramly memaparkan, di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, akreditasi perguruan tinggi tidak wajib. Budaya penjaminan mutu internal sudah kuat dan lebih mengejar kepercayaan masyarakat.
Dari penelitian yang ada pun ditemukan jika akreditasi atau penjaminan mutu dilakukan dengan peraturan atau pemaksaan, seperti di Indonesia. perbaikan mutunya di awal bisa meningkat, tapi lama-kelamaan menurun. ”Sebaliknya jika akreditasi dilakukan dengan principal approach based atau karena butuh penjaminan mutu eksternal, perbaikan mutu dari waktu ke waktu akan meningkat,” kata Mansyur.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam acara peluncuran Merdeka Belajar Episode 26 : Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi di Jakarta, Selasa (29/8/2023). Perguruan tinggi diberi ruang untuk merdeka mengembangkan standar PT dengan tetap mengacu pada kerangka di SN Dikti agar fleksibel dan adaptif terhadap perubahan dna perkembangan zaman.
Badan Akreditasi Nasional PT dibentuk pada tahun 1994 dan akreditasi PT mulai tahun 1995. Karena itu, seharusnya PT sudah memiliki kemandirian penjaminan mutu internal. Kenyataannya, budaya penjaminan mutu belum berjalan dengan baik di banyak PT.
Dari sejumlah studi, rendahnya mutu sebagian PT di Indonesia disebabkan kelemahan kepemimpinan, tata kelola dan kemampuan membangun budaya mutu. Adanya kewajiban akreditasi diharapkan memacu PT membangun budaya mutu internal, lalu diperkuat dengan penjaminan mutu eksternal.
Jika akreditasi dilakukan dengan principal approach based atau karena butuh penjaminan mutu eksternal, perbaikan mutu dari waktu ke waktu akan meningkat.
Permendikbudristek terbaru tentang sistem akreditasi yang masih mewajibkan dan akreditasi gratis, diharapkan memacu penjaminan mutu tiap PT serta jaminan melindungi masyarakat. Penjaminan mutu dalam rangka memenuhi standar minimal. Namun, bisa juga status unggul dicapai melalui akreditasi secara mandiri oleh LAM di Indonesia maupun lembaga akreditasi internasional.
”Kita perlu dorong supaya LAM jadi badan akreditasi internasional. Jadi, peningkatan prodi unggul dengan standar internasional mengoptimalkan LAM,” kata Mansyur.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Pusat M Budi Djatmiko menilai, sistem akreditasi setelah transformasi standar nasional PT jadi jauh lebih ringkas dan memberi ruang gerak luas. Kini, akreditasi wajib dibiayai pemerintah.
”Kami minta agar dalam enam bulan hingga satu tahun akreditasi bisa disesuaikan. Nanti mengandalkan Pangkalan Data PT sebagai informasi akreditasi sehingga tidak ribet lagi,” kata Budi.
Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Marjoni Rachman menyambut baik perubahan aturan penjaminan mutu pendidikan yang tidak lagi kaku. ”Dalam masa transisi selama dua tahun ini, kami membutuhkan informasi agar dapat menyesuaikan demi memenuhi layanan perguruan tinggi yang berkualitas,” ungkapnya.