Minimnya Pemeriksaan Kesehatan Picu 1,2 Juta Kasus Baru Tengkes
Minimnya pemeriksaan kesehatan perempuan sebelum hamil menjadi salah satu penyebab munculnya kasus tengkes yang baru.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
CIMAHI, KOMPAS — Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan, kesadaran calon ibu untuk memeriksakan kesehatan sebelum hamil masih rendah. Kondisi itu dinilai turut menyebabkan munculnya 1,2 juta kasus baru stunting atau tengkes di Indonesia setiap tahun.
”Alangkah baiknya wanita yang telah menikah rutin memeriksakan kondisi kesehatannya sebelum hamil. Hal ini untuk memastikan calon ibu dalam kondisi sehat dan anak yang dilahirkan tidak dalam kondisi tengkes,” kata Hasto dalam puncak peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di Kota Cimahi, Jawa Barat, Senin (23/10/2023),
Hasto menyebut, prevalensi tengkes di Indonesia mencapai sekitar 20 persen. Tengkes mengakibatkan anak-anak menghadapi kesulitan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitifnya.
Menurut Hasto, salah satu pemicu tingginya prevalensi tengkes adalah minimnya kesadaran pemeriksaan kesehatan oleh calon ibu sebelum hamil. Padahal, pemeriksaan itu sangat penting untuk mendeteksi anemia dan defisiensi atau kekurangan vitamin D pada calon ibu.
Perempuan yang mengalami anemia dan defisiensi vitamin D berisiko melahirkan anak dengan tengkes. Oleh karena itu, jika masalah tersebut bisa dideteksi sejak dini, intervensi bisa segera dilakukan sehingga tengkes bisa dicegah.
Hasto menambahkan, terdapat sekitar 1,9 juta pasangan di Indonesia yang menikah setiap tahun. Sekitar 80 persen dari mereka langsung hamil setelah menikah.
Dia memaparkan, selain pemeriksaan kesehatan sebelum hamil, penggunaan alat kontrasepsi sangat sentral untuk mencegah anak mengalami tengkes. Sebab, jarak kelahiran yang terlalu dekat berpotensi menyebabkan anak minim perhatian dan berpotensi mengalami tengkes.
Meski begitu, Hasto mengakui masih terdapat tantangan dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana di Indonesia. Salah satunya adalah angka kelahiran yang melebihi target nasional sebesar 2,1 di sejumlah provinsi, seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Aceh.
”Idealnya 4,8 juta wanita yang melahirkan di Indonesia per tahun segera menggunakan alat kontrasepsi. BKKBN senantiasa terus meningkatkan layanan penggunaan alat kontrasepsi melalui program Pelayanan KB Nusantara," tutur Hasto yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting.
Kepala Pusat Kesehatan TNI Angkatan Darat Mayor Jenderal Sukirman menambahkan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan BKKBN dalam penanganan tengkes dan pelayanan KB. Terdapat sekitar 500 fasilitas kesehatan milik TNI AD yang menangani pelayanan KB hingga tengkes.
”TNI AD telah mencanangkan Satgas ASI untuk memastikan pemberian air susu ibu eksklusif bagi anak. Selain itu, kami telah membuat aplikasi e-Posyandu yang berfungsi menyediakan informasi kondisi kesehatan ibu hamil dan anak balita serta lokasi posyandu yang terdekat,” ujar Sukirman.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Jabar Siska Gerfianti mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, Pemprov Jabar melaksanakan program pencegahan tengkes secara masif.
Upaya penurunan tengkes antara lain dilakukan melalui pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting Jabar, pemberian tablet Fe bagi remaja untuk mencegah anemia, dan pendampingan program KB ke setiap kelurahan dan desa.
Siska menambahkan, pihaknya juga berkolaborasi dengan Kementerian Agama dan Pengadilan Tinggi Bandung untuk mencegah kasus pernikahan anak. Sebab, pernikahan dini turut menjadi pemicu anak mudah terserang tengkes.
”Terdapat sekitar 24.000 kasus pernikahan anak di bawah umur pada tahun 2018. Berkat intervensi kami dan sejumlah pihak terkait, pernikahan anak turun menjadi 5.600 kasus pada tahun 2022,” ungkap Siska.
Alangkah baiknya wanita yang telah menikah rutin memeriksakan kondisi kesehatannya sebelum hamil.