Demi menggaet murid, sekolah swasta favorit menawarkan kurikulum, program, dan fasilitas yang menarik hati. Kompetisi antarsekolah makin sengit dan menggigit sebab prinsip pembelajaran terus bertransformasi. Sekarang tempat menuntut ilmu juga bisa terasa seperti rumah kedua.
Dokter gigi, Dina Sondang Margareth, menyambut seorang siswa di pintu ruang usaha kesehatan gigi sekolah SD Kristen 6 Penabur, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (23/10/2023) siang. Dia hendak memeriksa kesehatan gigi siswa, sebuah fasilitas tambahan di sekolah.
Dengan sedikit basa-basi, siswa itu diminta berbaring. Dina lalu menyorot cahaya ke dalam mulutnya. Ia memeriksa dengan detail kondisi gigi siswa tersebut. ”Bagus. Jangan lupa gosok gigi, ya,” ujar Dina.
Setiap hasil pemeriksaan langsung dicatat lalu disampaikan kepada orangtua murid. Laporan diikuti rekomendasi, seperti pembersihan gigi, penambalan gigi, dan pencabutan gigi. Jika mendapat persetujuan orangtua, Dina dapat mengambil tindakan medis.
Kepala SD Kristen 6 Penabur Merinda mengatakan, pelayanan kesehatan gigi menjadi bagian dari fasilitas yang diberikan sekolah kepada pada muridnya. Pelayanan kesehatan gigi dianggap penting mengingat pada usia SD, anak mengalami pergantian dari gigi susu ke gigi tetap.
Jika tidak diantisipasi lebih dini, sakit gigi yang timbul akan mengganggu konsentrasi belajar sehingga berpengaruh pada pencapaian siswa. Fasilitas pelayanan gigi itu mulai ada sejak tahun 1977. ”Fasilitas ini gratis,” ujar Merinda.
Selain layanan kesehatan, BPK Penabur juga berinovasi dari sisi kurikulum. Direktur Pelaksana Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur Jakarta Etiwati mengatakan, Kurikulum Merdeka sudah diterapkan secara bertahap pada tahun ajaran ini sesuai program pemerintah dan kebutuhan serta kondisi sekolah.
Etiwati menjelaskan, BPK Penabur bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka karena sejak 2012 sudah memiliki profil lulusan BEST (Be Tough, Excel Worldwide, Share with Society, Trust in God). Kurikulum Merdeka sejalan dengan profil lulusan BEST. BPK Penabur telah memetakan kurikulum sesuai dengan muatan pelajaran dan tingkat kelas.
Kekuatan guru
Di Sekolah Cikal, Ketua Yayasan Cinta Keluarga, Tari Sandjojo, mengatakan, salah satu keunggulan sekolah ini adalah statusnya sebagai sekolah nasional. Artinya, Sekolah Cikal yang berdiri sejak 1999 ini percaya pada kemampuan guru lokal. Kalaupun ada guru ekspatriat, mereka biasanya hanya untuk mengajar bahasa asing dan tidak menduduki posisi strategis.
Minimal latar belakang pendidikan guru Sekolah Cikal adalah S-1 dari universitas di dalam dan luar negeri. Walaupun, ada beberapa guru yang karena talentanya bisa tetap mengajar di Sekolah Cikal dengan perjanjian harus menyelesaikan pendidikan S-1, seperti guru seni.
”Ada juga orangtua murid yang menjadi pembicara tamu. Kami sekarang ingin mendatangkan guru-guru praktisi sehingga relate dengan apa yang terjadi di luar. Kami juga ingin mengajarkan anak bahwa sumber belajar itu banyak,” ujar Tari.
Tari melanjutkan, syarat untuk menjadi guru Cikal adalah memiliki pikiran terbuka. Artinya, guru belajar bersama-sama dengan anak sebagai fasilitator. Guru membantu anak menemukan tujuan belajar dan memberi masukan secara berkala.
Direktur Kolese Kanisius Thomas Gunawan Wibowo menambahkan, guru, karyawan dan direksi di Kolese Kanisius menjadi formator untuk anak didik. Sebagai contoh, pelatih ekstrakurikuler tidak hanya mengajarkan keterampilan, tetapi juga pendidikan karakter, seperti nilai kebersamaan, kerja sama, dan solidaritas dalam sepak bola.
Oleh karena itu, formator di Kolese Kanisius melalui proses seleksi dan evaluasi. Penting bagi guru untuk memiliki kualitas yang memadai dengan metode pengajaran terbaru sekaligus kemampuan mendampingi dan pedagogis. Mereka harus bisa membimbing, mengarahkan, dan menemani anak.
”Sekolah ini, kan, sekolah kaderisasi. Sekolah untuk kader dan mencetak anak-anak yang kita harapkan hidupnya punya dampak dan pengaruh untuk masyarakat. Memang ini sekolah yang dirancang untuk mencetak calon-calon pemimpin,” kata Gunawan.
Devy Hidayanti (36), orangtua di Tangerang, Banten, sedang mencari SMP swasta dengan interaksi antara guru dan murid yang tidak kaku untuk putrinya, Ladia (10). Interaksi semacam ini akan memberi anak ruang aman untuk tumbuh. ”Biaya mahal tak masalah,” tuturnya.
Pemanfaatan digital
Sementara itu, visi Sekolah Santa Ursula Jakarta adalah mendidik anak-anak berkarakter nilai Serviam, seperti cinta dan belas kasih, berwawasan global, serta berbasis teknologi. Untuk itu, sekolah meningkatkan fasilitas belajar mengajar dengan menghadirkan smart board di setiap ruang kelas.
Smart board ini berupa papan elektronik yang bisa berperan seperti halnya papan tulis, tetapi terkoneksi internet. Hasil coretan dan catatan di papan bisa langsung dikirimkan kepada siswa secara elektronik sehingga bisa menjadi bahan belajar mereka.
”Kami meyakini apabila siswa belajar dengan baik dan orangtua bisa kooperatif dalam proses pendidikan, lulusan dari sekolah ini bisa memberikan sesuatu dampak positif di masyarakat, dimana pun mereka berada,” ujar Ketua III Yayasan Satya Bhakti Suster Moekti Gondosasmito OSU.
Sistem pendidikan di Sekolah Dasar Islam Al Azhar 1, Kebayoran Baru, Jakarta, juga mengutamakan transformasi digital. Selain digunakan agar proses seleksi masuk yang lebih terbuka, transformasi digital juga masuk ke dalam pembelajaran yang disebut Learning Management System.
Lewat Learning Management System, murid dapat mengakses materi pelajaran dan tugas dari guru secara daring. ”Jadi, mereka bisa belajar di mana saja. Kami berusaha menjawab kebutuhan anak yang sering bepergian mengikuti orangtua, seperti ke luar negeri,” ucap Subari, Kepala Bagian Humas Yayasan Pesantren Islam yang memayungi sekolah Al Azhar.
Pemerhati pendidikan dan pengajar di Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema A, mengatakan, sekolah swasta adalah sekolah yang dikelola secara mandiri oleh penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat. Sekolah swasta sudah lama muncul jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.
Kehadiran sekolah swasta membantu ketersediaan akses pendidikan yang tidak dapat disediakan pemerintah. ”Mengapa ada sekolah swasta? Ya, karena bangsa Indonesia peduli pendidikan dan pencerdasan bangsa,” ujar Doni, Senin (23/10/2023).
Sekolah swasta, lanjut Doni, kalau dilihat dari sisi pembiayaan yang ditanggung orangtua pasti lebih mahal. Hal ini karena gedung, gaji guru, operasional sekolah, dan elemen lainnya ditanggung masyarakat, bukan negara. Doni pun mengingatkan negara untuk lebih memperhatikan sekolah swasta lain dengan tata kelola yayasan yang belum baik.
Bagi sebagian orangtua, harga yang dibayar setimpal dengan fasilitas yang mereka peroleh di sekolah swasta. Wieke Yunita (37), orangtua siswa di SD Kristen 6 Penabur puas dengan pelayanan yang diberikan sekolah dalam bentuk akademik, pembentukan karakter, hingga layanan kesehatan. ”Sekolah ini seperti rumah kedua bagi anak-anak saya,” kata Wieke.