Kasus Cacar Monyet di Jakarta Bertambah akibat Hubungan Seksual Berisiko
Saat ini ada tujuh kasus aktif cacar monyet di Jakarta, semuanya laki-laki, berusia 25-35 tahun. Mereka tertular karena melakukan hubungan seksual berisiko.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pasien yang positif terjangkit cacar monyet atau monkeypox (MPox) terus bertambah menjadi delapan orang di DKI Jakarta. Tujuh orang di antaranya masih diisolasi di rumah sakit dan satu orang sudah dinyatakan sembuh. Semuanya laki-laki yang tertular dari kontak seksual. Kewaspadaan ditingkatkan secara nasional.
Satu orang yang sembuh itu terkonfirmasi positif Mpox pada Agustus 2022 lalu. Dia sembuh setelah melakukan isolasi mandiri selama tiga minggu di rumah. Setelah berselang cukup lama, satu orang kembali ditemukan positif Mpox pada 13 Oktober 2023, berlanjut satu kasus pada 19 Oktober 2023, dan lima kasus pada 21 Oktober 2023.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan, ketujuh kasus aktif Mpox ini bukan terbawa dari luar negeri, melainkan sudah terjadi penularan lokal di Jakarta. Rinciannya, satu kasus dari Jatinegara, Mampang satu kasus, Kebayoran Lama satu kasus, Setiabudi dua kasus, Grogol Petamburan satu kasus, dan Kembangan satu kasus. Semuanya laki-laki berusia 25 tahun sampai 35 tahun dan berawal dari kontak seksual.
”Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa enam pasien monkeypox di antaranya merupakan orang dengan HIV (ODHIV) dan memiliki orientasi biseksual,” kata Maxi, Senin (23/10/2023).
Gejala yang mereka rasakan beragam, mulai dari munculnya lesi dan ruam kemerahan, demam, nyeri tenggorokan, sulit menelan, lenting yang berisi air, dan koreng di beberapa bagian tubuh, seperti di kemaluan dan menyebar ke seluruh tubuh. Mereka saat ini menjalani isolasi dan dirawat oleh dokter kulit dan dokter penyakit dalam di rumah sakit di Jakarta.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes Ngabila Salama menambahkan, selain tujuh kasus aktif tersebut, masih ada sembilan orang lain masih dalam pengawasan atau suspect. ”Ada kecurigaan juga ada fenomena gunung es, artinya mungkin banyak sudah terjadi di masyarakat, tetapi belum terdiagnosis, makanya kami terus mengencangkan surveillance,” ucap Ngabila.
Oleh karena itu, Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/4408/2023 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Mpox pada 18 Oktober 2023. Kemenkes meminta pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, laboratorium kesehatan masyarakat, kantor kesehatan pelabuhan, dan para pemangku kepentingan terkait agar mewaspadai Mpox.
Saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk infeksi Mpox. Pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis dan suportif untuk meringankan gejala atau keluhan yang muncul. Pada 2019, vaksin baru yang dikembangkan untuk smallpox atau cacar air telah disetujui untuk digunakan dalam pencegahan Mpox, tetapi ketersediaannya masih terbatas di tingkat global.
Kemenkes akan memvaksin 500 orang yang masuk kelompok berisiko di Jakarta selama seminggu ke depan dengan masing-masing dua dosis satu orang dalam selang penyuntikan selama empat minggu. Sebab, saat ini stok vaksin Mpox di Indonesia ada 1.000 dosis.
Vaksinasi cacar monyet, menurut rencana, akan dilaksanakan mulai 24 Oktober 2023 dengan jumlah sasaran sekitar 447 orang. Vaksinasi akan diselenggarakan di Fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, yakni klinik Carlo serta puskesmas yang berada di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat.
Walau pandemi Covid-19 sudah terkendali, dokter Spesialis Dermatologi, Venereologi, dan Estetika dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Adi Satriyo, meminta masyarakat untuk tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat dengan rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Selain itu, hindari kontak kulit dan luka, serta berhubungan seksual yang aman, sehat, dan bersih, serta jangan berhubungan seksual jika sedang sakit.
”Karena ini penyebarannya terutama dari hubungan seksual, kita harus menghindari berhubungan seksual yang berisiko. Selain itu, kalau melihat luka yang dipegang demi menjaga kebersihan diri, pakai juga masker karena kemungkinan droplet itu masih mungkin,” kata Adi.
Sementara bagi orang yang kontak erat dengan pasien tidak perlu melakukan isolasi mandiri di rumah jika tidak bergejala. Petugas puskesmas yang akan memantau kondisi kesehatan setiap hari sampai dengan 21 hari setelah kontak terakhir karena masa inkubasi Mpox adalah tiga hari sampai 21 hari. Umumnya enam sampai 10 hari sudah muncul gejala.
Orang kontak erat yang tidak bergejala tidak perlu dilakukan pemeriksaan usap atau swab, tetapi orang kontak erat seksual akan dilakukan pemeriksaan swab pada tenggorokan dan area genital atau anus. Selain itu, kontak erat yang bergejala juga akan disuruh isolasi mandiri, pemeriksaan laboratorium dengan swab tenggorokan, swab genital, dan swab lesi kulit jika muncul lesi pada kulit, baik lenting isi air atau nanah, jerawat, bercak kemerahan, maupun luka dan koreng lainnya.
”Tidak perlu panik, perlu waspada iya, tetapi skala penyakit ini tidak akan sebesar Covid-19 karena ada faktor risiko. Tidak perlu khawatir, jangan mendiagnosa sendiri tanpa dokter,” ucap Adi.
Mpox sempat ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai penyakit yang menjadi kedaruratan kesehatan global (PHEIC) sebelum akhirnya status kedaruratan ini dicabut pada 11 Mei 2023. Meski begitu, WHO tetap mengimbau semua negara untuk melakukan pencegahan, deteksi dini, surveilans, perawatan, dan komunikasi risiko pada masyarakat perlu terus dilakukan.
Secara global, jumlah kumulatif kasus sejak 1 Januari 2022 hingga 26 September 2023 sebanyak 90.618 kasus dengan 157 kematian yang dilaporkan dari 115 negara. Dua regional yang melaporkan kasus paling banyak pada bulan September ialah Pasifik Barat (51,9 persen) dan Asia Tenggara (18,1 persen).
Data WHO mencatat, sebanyak 96,3 persen merupakan laki-laki dengan usia rata-rata 34 tahun. Data lain mengungkapkan bahwa berdasarkan orientasi seksual, sekitar 83,2 persen terjadi pada kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki, sebanyak 7,4 persen kasus teridentifikasi sebagai laki-laki biseksual. Kemudian, sekitar 52,7 persen kasus memiliki status HIV positif. Sebanyak 82,5 persen kasus dilaporkan melalui hubungan seksual.