Tahun ajaran 2024/2025 masih sembilan bulan lagi, banyak sekolah swasta sudah membuka pendaftaran murid baru. Bahkan, ada sekolah yang sudah menutup pendaftaran setelah kuota sudah terisi.
Carissa (11) mendatangi ibunya, Nia Arafah (43), yang berdiri di antara para orangtua yang hendak menjemput anak di Sekolah Dasar Islam Al Azhar 1, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/10/2023) siang. Siswa kelas VI itu menyalami ibunya serta orang lain di dekatnya, termasuk mereka yang pertama kali ia jumpai.
Diajak ngobrol oleh teman ibunya itu, dengan ramah Carissa meladeni. Ia menatap lawan bicara, menyimak, lalu merespons dengan senyum dan kata-kata. Dari samping, beberapa teman mengajaknya main, ia belum mau beranjak.
Diam-diam, Nia mengamati perilaku Carissa. Ia senang melihat interaksi sosial si sulung itu. ”Yang saya takutkan, jangan sampai anak saya tidak bisa menghargai orang lain. Anak-anak zaman sekarang ngomong dengan orang sambil main handphone,” ujar ibu rumah tangga itu.
Ingin anaknya berakhlak baik, Nia mendaftarkannya ke SD Islam Al Azhar. Ia akui, dengan memasukkan anak ke sekolah swasta, tanggung jawab pembentukan karakter anak dapat diemban bersama pihak sekolah. ”Suami saya sibuk kerja, saya juga sibuk urus yang lain,” ujar Nia.
Kepala SD Islam Al Azhar 1 Rusnadi mengatakan, berdasarkan survei pihak sekolah, pendidikan akhlak menjadi alasan bagi 60-70 persen orangtua memilih sekolah tersebut. Sejak awal Oktober lalu, sudah dibuka pendaftaran murid baru tahun pelajaran 2024/2025. Dari kuota 125 siswa, sudah 70 siswa yang terdaftar.
Pembentukan karakter juga menjadi alasan Juliana (39) dan suami menyekolahkan anaknya, Biyan (12), di SMP Labschool Kebayoran, Jakarta Selatan, sejak Juli 2023. Juliana dan suami berkaca dari pengalaman keluarga mereka yang menyekolahkan anak di sekolah tersebut.
Mereka pelajari kondisi sekolah, latar belakang siswa, dan kurikulum pembelajaran. Biyan, yang hendak tamat SD kala itu, setuju. Mereka mantap dengan pilihan itu setelah melihat penerimaan siswa di sekolah negeri dengan sistem zonasi dan usia yang dianggap tidak adil bagi siswa. Enam bulan sebelum seleksi penerimaan, Biyan menjalani persiapan. Ia diterima.
Mereka mantap dengan pilihan itu setelah melihat penerimaan siswa di sekolah negeri dengan sistem zonasi dan usia yang dianggap tidak adil bagi siswa.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP Labschool Kebayoran Ramdhani Purnomo menjelaskan sekolah tersebut mempunyai moto: iman, ilmu, dan amal. Mereka fokus pada penguatan karakter. Mereka menerapkan Kurikulum Merdeka yang menekankan pengembangan keterampilan nonteknis dan karakter, fokus pada materi esensial, dan pembelajaran yang fleksibel.
Ramdhani menjelaskan, pengembangan karakter anak berlangsung bertahap. Siswa kelas VII mendapat latihan dasar kepemimpinan, kelas VIII memperoleh kegiatan pembinaan mental, dan kelas IX fokus pada prestasi. Pada tahun ini, misalnya, SMP Labschool Kebayoran berkolaborasi dengan TNI Angkatan Laut untuk kegiatan pembinaan mental siswa.
Kebutuhan siswa
Ruang di sekolah swasta yang memberi perhatian khusus pada siswa juga menjadi alasan sebagian orangtua. Yenni (39) memasukkan anaknya, Altair (10), ke sekolah dasar di Sekolah Cikal Serpong, Tangerang Selatan, dengan pertimbangan anaknya memiliki gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD).
Berbekal terapi sejak usia dini dan konsultasi dengan psikolog sekolah, Altair tetap masuk ke kelas biasa di Sekolah Cikal. Kini duduk di kelas V, kemampuan Altair untuk belajar dan berinteraksi meningkat pesat. Bahkan, bocah ini pernah lolos pelatihan yang ditawarkan sekolah untuk membantu meminimalkan konflik perundungan.
”Waktu itu yang daftar ada 50-an anak dan yang terpilih itu sekitar 15 anak. Mereka menjalani pelatihan lebih kurang dua bulan setiap pulang sekolah tentang manajemen konflik yang bisa mereka selesaikan dan negosiasi agar konflik itu bisa mereda,” ujar Yenni, Minggu (22/10/2023).
Alasan orangtua memilih menyekolahkan anak ke swasta, terutama berbasis agama, karena mereka memaknai tumbuhnya akhlak baik hanya bisa didapat dari pendekatan agama. Mereka menyimpulkan bahwa akhlak atau karakter akan lebih baik dilakukan oleh sekolah swasta.
Yenni menceritakan, Altair bahkan bisa menerapkan pemahaman tersebut di rumah, termasuk ketika dirinya hendak marah. Dia tahu kapan harus diam dan kapan harus bicara serta tetap tenang. ”Itu sangat membantu dalam pergaulan dia karena anak ADHD kadang tidak peka dengan lingkungan,” ucapnya.
Lalu, bagaimana dengan siswanya? Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMP Santa Ursula Jakarta Stefani Andrea Maria Ronggani (14) mengatakan, selain pendidikan akademis, ia juga mendapatkan pelajaran kedisiplinan dan moral. Ia merasakan banyak perubahan dalam dirinya. Kini ia bisa membagi waktu antara akademis dan kegiatan sekolah.
Meskipun berada di sekolah Katolik, Stefani juga belajar tentang keberagaman dan toleransi. Sebab, tidak semua yang bersekolah di Santa Ursula beragama Katolik. Di sekolah itu disediakan tempat bagi siswa non-Katolik untuk menjalankan kewajiban agamanya.
Relasi baik yang terbangun sejak mereka masih bersekolah terus terjalin hingga menjadi alumni. Ketua Dewan Pengawas Ikatan Alumni Santa Ursula Jalan Pos Jakarta Angela M Basiroen mengungkapkan, alumni sekolah itu tersebar di mana-mana. Pada 18 Januari 2024, sekolah itu berusia 165 tahun.
Novi Poespita Candra, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, berpendapat, alasan orangtua memilih menyekolahkan anak ke swasta, terutama berbasis agama, karena mereka memaknai tumbuhnya akhlak baik hanya bisa didapat dari pendekatan agama. Mereka menyimpulkan bahwa akhlak atau karakter akan lebih baik dilakukan oleh sekolah swasta.
”Padahal, dalam teori psikologi, karakter atau akhlak dibangun dari cara pikir, di mana cara pikir itu membangun kesadaran diri. Permasalahannya, sekolah negeri tidak cukup kuat membangun pengembangan akhlak berdasar pola pikir dan kesadaran diri, tetapi justru fokus pada akademik,” katanya.
Novi juga melihat bahwa pemilihan sekolah swasta menjadi alasan bagi orangtua yang punya keterbatasan waktu bersama anak. Orangtua memerlukan partner dalam mendidik anak, yakni pihak sekolah. Menurut dia, mendidik satu anak memerlukan banyak pihak.
Tahun ajaran 2024/2025 masih sembilan bulan lagi, banyak sekolah swasta sudah membuka pendaftaran murid baru. Bahkan, ada sekolah yang sudah menutup pendaftaran lantaran kuota sudah terisi. Ini bukti bahwa banyak orangtua lebih percaya sekolah swasta.