Kaki di Kepala, Kepala di Kaki untuk Biaya Sekolah Anak
Inilah cerita para orangtua yang dengan gigih bekerja keras menyisihkan uangnya untuk persiapan dana pendidikan anak. Untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, orangtua menebusnya dengan merogoh kocek yang tak sedikit.
Orangtua tentu ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Salah satunya adalah menyekolahkan mereka ke sekolah-sekolah favorit. Hanya saja, untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, orangtua dihadapkan untuk menebusnya dengan merogoh kocek yang tak sedikit.
Rabu (18/10/2023), Andreas Saputro (47) bersama istrinya, Avie Twelvina (45), menemani putra bungsunya, Edward Saputro (11), untuk mengikuti tes pendaftaran siswa baru di SMP Kanisius, Jakarta. Edward diarahkan oleh kedua orangtuanya ini untuk mengikuti jejak kakak sulungnya, Matthew, yang telah lebih dahulu lulus dari SMA Kanisius.
”Alasan kami menyekolahkan Edward di sini berkaca dari kakaknya yang karakternya berubah sekali. Sebelumnya dia suka tidak percaya diri, kalau sekarang dia sangat berani tampil. Dia juga jauh lebih mandiri. Harapannya adiknya pun bisa berubah menjadi seperti itu,” ujar Andreas.
Ia menyadari SMP Kanisius adalah salah satu sekolah favorit di Jakarta bahkan Indonesia. Kendati belum tahu berapa besar biaya pendidikan yang harus dibayarkan, ia pun juga sangat sadar pendidikan berkualitas pun harus ditebus dengan biaya yang diduganya tidak sedikit.
Andreas yang merupakan wiraswasta di bidang transportasi ini mengatakan, jadi tantangan tersendiri untuk menyiapkan dana pendidikan anak. Apalagi saat pandemi 2020 lalu, usahanya cukup terpukul. Namun, dengan dibantu istrinya yang masih bekerja sebagai karyawan swasta, mereka terus mempersiapkan uang untuk biaya pendidikan anaknya.
”Harus kita akui, tidak bisa dimungkiri, kalau ingin mendapatkan barang bagus tentu ada harganya. Ya, kami akan effort lebih besar. Ibaratnya, kami rela kaki di kepala, kepala di kaki untuk biaya sekolah anak,” ujar Andreas.
Hal senada juga dikemukakan oleh Feri Aryanto (50). Ia sangat menginginkan anaknya, Kenzi Hamonangan Batubara, bisa diterima bersekolah di SMP Kanisius, Jakarta, lantaran kualitas pendidikan. ”Apa pun, sekolah ini jelas yang terbaik bagi kami. Saya dulu juga ingin bersekolah di sini, tapi tidak diterima. Saya tidak ingin membebani atau berambisi, tapi setelah ajak Kenzi ke sini, dia juga ingin bersekolah di sini,” ujar Feri ditemui saat menemani anaknya ujian masuk SMP Kanisius, Rabu.
Seperti halnya Andreas, Feri juga menyadari, pendidikan yang berkualitas itu memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, Feri bersama istrinya, Desi, sudah jauh-jauh hari menyiapkan dengan membeli asuransi pendidikan.
Kendati belum tahu berapa besar biaya pendidikan yang harus dibayarkan, ia pun juga sangat sadar pendidikan berkualitas pun harus ditebus dengan biaya yang diduganya tidak sedikit.
Ditemui di kantornya, Rabu, Direktur Kolese Kanisius Kelas 7-12 Thomas Gunawan menjelaskan, sekolahnya menganut sistem subsidi silang dalam menetapkan biaya sekolah. Artinya, orangtua yang kemampuan finansialnya kurang mampu akan dibantu dengan orangtua dengan kemampuan finansial lebih mampu.
”Uang sekolah kami tidak ada yang dipatok atau dipukul rata. Kalau itu tidak adil. Di sini, yang tidak mampu akan disubsidi yang mampu. Inilah pendidikan compassion yang ingin kami tanamkan juga kepada orangtua, yaitu saling berbagi dan membantu,” ujar Gunawan.
Ia juga membantah rumor yang berkembang bahwa biaya pendidikan di sana mencapai ratusan juta rupiah. Ia menjelaskan, setelah calon siswa lolos berbagai tahapan seleksi dan diterima, orangtua akan diwawancarai oleh tim finansial sekolah. Setelah itu, baru dilakukan pengukuran tingkat kesanggupan besaran biaya pendidikan untuk anak.
Gunawan juga menambahkan, pihak sekolah juga tidak pernah memberikan angka resmi besaran biaya pendidikan. Hanya, saja Gunawan memberi ilustrasi, uang sekolah bulanan siswanya ada yang Rp 500.000, ada juga yang mencapai Rp 4,5 juta. Besaran uang pangkal pun bervariasi, seperti Rp 10 juta-Rp 15 juta. Namun, ada juga bebas biaya sama sekali karena beasiswa yang diberikan oleh sekolah, khususnya bagi anak tidak mampu seperti dari panti asuhan.
Ia menjelaskan, biaya itu digunakan untuk mendanai berbagai pengembangan fasilitas sarana prasarana dan berbagai kegiatan untuk mendukung proses pendidikan siswa. ”Pendidikan yang berkualitas ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di sini, kami menawarkan jaminan itu. Masyarakat kami persilakan memilih,” ujar Gunawan.
Persiapan panjang
Nia Arafah (43) mempersiapkan biaya sekolah kedua anaknya, Carissa (11) dan Carazzi (9), di Sekolah Dasar Islam Al Azhar 1, Kebayoran Baru, Jakarta, sudah sejak dia menikah dengan menabung melalui logam mulia.
Oleh karena itu, Nia tidak memiliki masalah untuk menyekolahkan kedua anaknya di sekolah favorit meskipun biaya yang dikeluarkan tidak kecil. Apalagi, jarak umur kedua anaknya berdekatan.
”(Dalam menyekolahkan anak) yang penting itu kualitas dan agama,” tutur Nia. Kedua hal itu diperoleh Nia dengan menyekolahkan kedua anaknya di SD Islam Al Azhar 1.
Adapun biaya di SD Islam Al Azhar 1, setiap murid baru membayar uang pangkal Rp 48 juta. Di luar itu, setiap bulan wajib membayar Rp 2.685.000. Ada juga uang jamiah Rp 380.000 per tahun. Artinya, selama 6 tahun di sekolah, uang yang disiapkan mendekati Rp 250 juta.
Nia menabung untuk biaya sekolah anaknya sampai jangka panjang. Ketika ada uang, ia dengan suaminya langsung membeli logam mulia. Logam mulia dipilihnya karena sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, nilai logam mulia bisa meningkat harganya dan tidak ada riba.
Pendidikan yang berkualitas ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di sini kami menawarkan jaminan itu. Masyarakat kami persilakan memilih.
Juliana (39) dan suaminya sudah mempersiapkan dana pendidikan bahkan sejak kedua anaknya masih balita. Mereka menyisihkan 10 persen dari penghasilan masing-masing dalam bentuk tabungan konvensional dan logam mulia. Mereka pun menambah sumber tabungan dari uang THR dan bonus.
”Semua biaya itu kami siapkan jauh-jauh hari bahkan sejak anak-anak berusia balita. Untuk uang pangkal jalur seleksi penerimaan jalur umum, misalnya, sebesar Rp 33 juta,” ujarnya, Selasa (17/10/2023).
Dengan berbagai pertimbangan, keduanya menyekolahkan satu dari dua anaknya, Biyan (12), di sebuah SMP swasta. Setelah melalui proses panjang, Biyan akhirnya mulai bersekolah di SMP Labschool Kebayoran, Jakarta Selatan, sejak Juli 2023.
Instrumen keuangan
Dihubungi Jumat (20/10/2023), Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno menjelaskan, biaya pendidikan anak adalah satu aspek yang harus dipersiapkan orangtua dengan matang. Idealnya, biaya keuangan anak itu disiapkan sedini mungkin sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan dan tidak memberatkan di kemudian hari.
Apalagi, dana pendidikan tercatat mengalami tren inflasi. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) menurut kelompok dan subkelompok pendidikan pada pos pendidikan menengah Indonesia periode September 2020 ada pada level 107,93, sementara pada September 2023 berada pada level 115,30 persen. Artinya, dalam waktu 3 tahun, terjadi inflasi atau kenaikan harga pendidikan menengah sebesar 7,37 persen.
Untuk persiapkan dana pendidikan anak, warga bisa memanfaatkan berbagai instrumen keuangan yang ada, seperti tabungan pendidikan berjangka dan asuransi pendidikan. Selain itu, untuk bisa mengalahkan besaran inflasi, orangtua juga bisa berinvestasi di instrumen-instrumen yang memberikan imbal hasil lebih besar dari inflasi seperti saham dan reksadana. Adapun untuk warga yang menjalankan konsep ekonomi syariah juga terdapat instrumen yang bisa dimanfaatkan seperti tabungan pendidikan syariah dan asuransi pendidikan syariah.
Perencana keuangan Risza Bambang mengatakan, biaya pendidikan adalah salah satu pos perencanaan keuangan terpenting dalam keluarga. Selain karena ini penting untuk masa depan anak, juga karena ada inflasi pada biaya pendidikan yang berkualitas. Sebab, belum meratanya kualitas pendidikan, membuat biaya pendidikan berkualitas pun menjadi lebih mahal.
Perencanaan keuangan pendidikan harus dimulai sejak anak lahir. Orangtua harus mulai menetapkan jalur pendidikan bagi anak sejak TK hingga sarjana. Tentukan juga jenis kurikulum atau pendidikan yang diinginkan sehingga harus disesuaikan dengan kemampuan finansial.
Tak hanya mencari tahu besaran kebutuhan dana pendidikan, orangtua juga harus menghitung inflasi serta biaya operasional sekolah anak hingga kelak nanti selesainya. Dengan mengetahui total biaya pendidikan anak dari awal SD hingga akhir dengan menghitung inflasi, maka ini akan memudahkan orangtua menghitung berapa nilai penyisihan pendapatan untuk diinvestasikan.
Orangtua bisa memulai menyisihkan kurang lebih 10 persen khusus untuk biaya pendidikan anak.