Pekan Kebudayaan Nasional Gaungkan Budaya Peduli Bumi
Pekan Kebudayaan Nasional merupakan salah satu implementasi dari strategi untuk memajukan kebudayaan yang telah disepakati dalam Kongres Kebudayaan Indonesia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya merawat Bumi ikut menentukan pelestarian kebudayaan di Tanah Air. Beragam praktik kebudayaan melebur dengan tradisi leluhur dalam menjaga alam. Pekan Kebudayaan Nasional 2023 turut menggaungkan budaya peduli Bumi agar tidak diabaikan dalam rencana pembangunan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Fitra Arda mengatakan, pengetahuan tradisional, kearifan lokal, dan pranata sosial semestinya menjadi bekal dalam merencanakan pembangunan. Hal itu dinilai sejalan dengan tema Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023, yaitu ”Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan”.
”PKN itu ada beberapa kunci utamanya dalam merawat Bumi, salah satunya adalah kita perlu budaya peduli Bumi. Jadi, bagaimana menyambungkan kembali keretakan metabolis antara manusia dan alam. Cuaca sekarang sangat panas. Ini bagian yang perlu kita cermati ke depan,” ujarnya dalam tur media PKN 2023 di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Puncak PKN 2023 yang memasuki fase ”bagi” digelar di 40 lokasi di Jakarta pada 20-29 Oktober. Selain pameran, fase ini juga menggelar tur, perjamuan, konferensi, lokakarya, instalasi, dan gelar wicara.
Lokasi penyelenggaraan, antara lain, Galeri Nasional, Museum Kebangkitan Nasional, Gedung Perum Produksi Film Negara (PFN), M Bloc Space, dan Gedung Bappenas. Kegiatan ini sudah dimulai dengan fase ”rawat” pada Juni lalu yang merupakan praacara berupa residensi dan penelitian.
Menurut Fitra, jika Bumi tidak dirawat, kebudayaan akan terancam. Ia mencontohkan, alat musik sasando terancam punah jika kelestarian pohon lontar sebagai bahan pembuatnya tidak dijaga.
”Jadi, Bumi ini perlu kita jaga sama-sama. Tidak akan ada lagi musik sape dari Kalimantan jika kayunya sudah tidak ada lagi. Pesan seperti ini yang kita harapkan bisa disampaikan,” ucapnya.
Selain itu, PKN 2023 juga menonjolkan kekuatan lokal untuk menghadirkan solusi bagi berbagai permasalahan di masyarakat. Beberapa solusi itu bisa ditemukan dalam berbagai praktik kebudayaan yang tersebar di sejumlah daerah.
Jika Bumi tidak dirawat, kebudayaan akan terancam. Ia mencontohkan, alat musik sasando terancam punah jika kelestarian pohon lontar sebagai bahan pembuatnya tidak dijaga.
”Praktik-praktik itu telah dialami berulang-ulang sehingga sudah sangat sahih. Jadi, pengalaman itu yang mau kita timba dan bagikan sehingga bisa menjadi pijakan melangkah ke masa depan,” jelasnya.
Fitra menambahkan, PKN merupakan salah satu implementasi dari strategi untuk memajukan kebudayaan yang telah disepakati dalam Kongres Kebudayaan Indonesia pada tahun 2018. Hal ini diharapkan menopang ketahanan budaya di tengah arus globalisasi.
Ruang tamu
Ketua Dewan Kurator PKN 2023 Ade Darmawan mengatakan, fase ”bagi” menerapkan konsep ”Ruang Tamu”. Konsep ini diharapkan bisa memantik percakapan, tidak hanya antarpelaku budaya, tapi juga antarmasyarakat atau antarpengunjung.
”Kami bisa membayangkan Ruang Tamu bisa menjadi ruang intim yang hangat dan juga tidak memisahkan antara pelaku karya dengan penonton,” ucapnya.
Menurut Ade, Indonesia mempunyai banyak ekspresi budaya yang mendukung upaya pelestarian Bumi, baik berupa kepercayaan, ritual, maupun praktik-praktik lainnya. Ajang tersebut diharapkan tidak sekadar seremoni, tetapi bisa mengimplementasikan nilai-nilai pelestarian alam dalam kehidupan sehari-hari.
Seluruh rangkaian kegiatan yang disiapkan selama PKN 2023 datang dari delapan kuratorial, yakni Temu Jalar, Jejaring Rimpang, Rantai Bunyi, Laku Hidup, Gerakan Kalcer, Berliterasi Alam dan Budaya, Sedekah Bumi Project, dan Pendidikan yang Berkebudayaan. Secara total terdapat 35 subkegiatan dari turunan delapan besar tersebut.
PKN tahun ini diharapkan bukan sekadar perayaan. Namun, juga misi untuk mengingatkan masyarakat bahwa kebudayaan turut berperan dalam menciptakan masa depan Bumi yang berkelanjutan.
Dapur bangsa
PKN 2023 juga mengeksplorasi kekayaan kuliner Nusantara. Di Gedung Perum PFN, misalnya, menampilkan kreasi Dapur Bangsa. Pelaku budaya dari sejumlah daerah akan mendemonstrasikan keberagaman sambal dan pangan lokal di Tanah Air.
Kurator Jejaring Rimpang, Enin Supriyanto, mengatakan, kreasi Dapur Bangsa itu juga diharapkan memantik diskusi tentang ekosistem pangan lokal. Ia menyebutkan, kondisi pangan lokal di beberapa daerah cukup melimpah karena adat istiadatnya relatif masih terjaga.
”Dengan ringkas bisa dikatakan, ini semacam kritik untuk mengatakan bahwa persoalan pangan kita tidak bisa diatasi dengan melulu melihatnya sebagai persoalan teknis. Hal ini hanya bisa diselesaikan kalau melibatkan perspektif budaya,” jelasnya.
Konsep PKN 2023 berbeda dengan edisi sebelumnya karena dimulai dari daerah. Penyelenggaraan sebelumnya digelar di Jakarta sehingga cenderung sentralistik.
Kegiatan terdesentralisasi diharapkan memunculkan ekspresi kebudayaan yang selama ini kurang tergali dan kurang diperhatikan. Dengan begitu, masyarakat dapat menyaksikan serta melestarikannya.