Proses kajian standardisasi Museum Nasional Indonesia akan dilakukan setelah proses pemulihan pascakebakaran selesai.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi akan mengkaji ulang standardisasi Museum Nasional Indonesia pascakebakaran pada Sabtu (16/9/2023). Hal ini dilakukan demi meningkatkan aspek keamanan gedung dari bencana agar kejadian serupa tidak terulang.
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum mengamanatkan pelaksanaan standardisasi museum dua tahun setelah museum mendapatkan nomor registrasi nasional. Standardisasi museum ini mencakup tata pengelolaan, tanah dan bangunan, pengamanan, pengelolaan koleksi, pengkajian, pendanaan, aktivitas dan program, hingga pemanfaatan museum di luar tugas dan fungsi museum.
Direktur Perlindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Judi Wahjudin mengatakan, proses kajian standardisasi museum akan dilakukan setelah proses pemulihan Museum Nasional selesai. Proses ini melibatkan semua pihak terkait, mulai kementerian dan lembaga terkait hingga para ahli konservator, arkeolog, antropolog, budayawan, sejarawan, kurator, dan akademisi.
”Tentu kemarin pelajaran yang baik buat kami. Pengawasan harus melekat dan jangan terlena dengan kondisi kenyamanan yang ada. (Kebakaran) Museum Nasional sekarang masih dikaji penyebabnya, tetapi berdasarkan kejadian tersebut akan dilakukan kajian yang lebih detail lagi,” kata Judi di Museum Bahari, Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Sampai saat ini tim Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya masih melakukan proses evakuasi dan identifikasi koleksi Museum Nasional yang terdampak. Sejauh ini, 589 dari 817 koleksi sudah berhasil diidentifikasi atau sudah 70 persen koleksi teridentifikasi. Proses ini diperkirakan selesai bulan depan.
Sebanyak 817 koleksi terdampak itu berada di Gedung A Museum Nasional. Ratusan koleksi itu ada di enam ruangan, yakni di Galeri Prasejarah (116 koleksi), Galeri Keramik (226), Galeri Perunggu (110), Galeri Terakota (184), Ruang Budaya Indonesia (125), dan Ruang Peradaban Islam (56).
Koleksinya kebanyakan terbuat dari perunggu, keramik, terakota, dan kayu. Ada pula koleksi miniatur dan replika benda prasejarah yang ditemukan dalam kondisi utuh ataupun rusak ringan sampai berat.
Satu ruangan yang belum disisir adalah Ruang Budaya Indonesia. Tim baru akan menyisir koleksi di ruangan tersebut setelah polisi tuntas melakukan penyelidikan serta tim diizinkan mengevakuasi dan mengidentifikasi penyebab kebakaran.
”Namun, belum diekspos oleh pihak polisi hasil akhirnya. Sekarang tim kami sedang bergerak relokasi koleksi, pembersihan pelan-pelan, seizin polisi. Kalau sudah diizinkan, akan dilakukan kajian pascakebakaran,” ucapnya.
Kurang pendataan
Sejauh ini baru 291 museum yang terdaftar di Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek, sekitar 163 lainnya masih belum terdaftar. Museum yang belum terdaftar itu termasuk 42 museum milik pemerintah, 2 museum milik pemerintah daerah, 34 museum milik pemerintah kabupaten/kota, dan 85 museum milik swasta atau perorangan.
Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Kemendikbudristek, Yuni Astuti Ibrahim menambahkan, Peraturan Mendikbudristek Nomor 24 Tahun 2022 sebagai aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 mendorong pemerintah daerah untuk segera mendata museum yang ada di kabupaten/kota di wilayahnya.
Di dalamnya memuat tentang pendaftaran museum, standardisasi museum, evaluasi museum, sumber daya manusia untuk mengelola museum, pengadaan, pencatatan, penghapusan, dan penyimpanan koleksi, pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan museum, serta kompensasi.
Masalahnya, kata Yuni, banyak museum atau pemerintah daerah yang belum memprioritaskan pendataan museum sebagai program kerjanya. Sering kali formulir pendaftaran untuk pendataan museum tidak diproses sehingga Kemendikbudristek kesulitan menindaklanjuti.
Banyak museum atau pemerintah daerah yang belum memprioritaskan pendataan museum sebagai program kerjanya.
”Kesulitan kami melakukan standardisasi dan evaluasi itu sering kali, misalnya, formulir yang kami sampaikan ke 10 museum itu yang kembali cuma 5. Museum di daerah juga terkadang susah dihubungi. Ini persoalan yang terus-menerus,” kata Yuni.
”Dengan terdaftar, museum dapat lebih baik dari segi pengelolaan dan sumber daya manusia yang terkait di dalam museum,” ucapnya.
Karina Aulia Mintahir, Puteri Duta Museum DKI Jakarta 2019, menyampaikan, selain standardisasi, perlu juga mengoptimalkan program-program museum agar semakin diminati masyarakat. Tidak hanya dengan menggelar acara dalam periode tertentu saja, tetapi menjadi program museum yang khas dan menarik.
”Contohnya Museum Seni dan Keramik, banyak sekali teman saya datang dari Bandung ke Jakarta untuk belajar membuat keramik (pottery class). Ini program yang menarik sampai orang mau datang jauh-jauh,” kata Karina.