Kedekatan dengan Anak Lindungi dari Pengaruh Negatif Aktivitas Digital
Aktivitas anak di ruang digital tetap perlu dipantau guna melindungi mereka dari bahaya.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Paparan anak pada teknologi digital semakin intens dan lama. Bahkan, sudah mulai bermunculan kasus adiksi atau kencanduan internet pada anak. Karena itulah, orangtua perlu mengoptimalkan pengasuhan pada anak untuk membangun kedekatan sehingga dapat memantau kegiatan sehari-hari anak, termasuk aktivitas digital mereka.
Generasi Z yang berusia 8-23 tahun saat ini jumlahnya mencapai 27,94 persen dari seluruh populasi penduduk Indonesia. Generasi ini dianggap paling mendominasi aktivitas di ruang siber media sosial.
Interaksi sosial di dunia siber bisa berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya, dalam mengakses materi pembelajaran dan literasi digital serta membentuk identitas dan koneksi sosial. Meski begitu, dunia siber juga berpotensi memberikan ancaman bagi anak, seperti peluang menjadi korban iklan, spam, pelacakan informasi pribadi, terlibat pengunduhan materi ilegal, dan kemungkinan terpapar konten pornografi dan perundungan siber.
Hasil riset mahasiswa program doktor ilmu psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Annissa Reginasari, tentang pemodelan pemantauan orangtua pada aktivitas digital anak yang dipaparkan dalam ujian terbuka promosi doktor akhir September lalu menyebutkan, faktor kedekatan berperan penting dalam mendukung penerapan pemantauan orangtua pada aktivitas digital anak. Penelitian ini melibatkan 433 responden selaku perwakilan orangtua berusia di atas 36 tahun, tinggal di Yogyakarta dan Riau.
Secara terpisah, pendiri Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), Diena Haryana, di Jakarta, Senin (16/10/2023), mengatakan, salah satu yang perlu diwaspadai orangtua ialah adiksi internet atau adiksi gawai. Di awal tahun 2020, pada awal pandemi Covid-19, berdasarkan penelitian Klinik Adiksi RSCM-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hampir 20 persen remaja kecanduan internet. Remaja laki-laki lebih banyak kecanduan gim daring, sedangkan remaja perempuan kecanduan media sosial.
Menurut Diena, Sejiwa mengampanyekan resep pengasuhan orangtua pada anak lewat PCE (play, connect, dan explore). Sebagai sosok manusia, anak tetap butuh bermain (play) dan olahraga atau kegiatan fisik lainnya. Manusia juga butuh terhubung (connect) dengan masih bisa mengobrol, mendengarkan, dan menyambung saat berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Lalu, mereka juga perlu menjelajahi sekeliling (explore), entah hobi, alam, atau hal lain.
”Kampanye PCE ini mengajak semua orang untuk benar-benar merasakan hidup yang sesungguhnya. Jangan hanya hidup dengan gawai. Jika terus melakukan PCE nalar jadi sehat, fisik juga sehat karena tidak duduk atau di tempat tidur terus. Ekspresi manusia bisa berfungsi baik kalau berkomunikasi dengan orang lain,” kata Diena.
Sementara itu, Annissa menuturkan, kemampuan membangun kedekatan dengan anak akan membantu orangtua untuk mendapatkan informasi sukarela dari anak mengenai kegiatan mereka sehari-hari, termasuk aktivitas di dunia digital. ”Secara operasional, orangtua perlu memberikan perhatian penuh pada saat anak bercerita tentang kegiatan daring dan luringnya, mengikuti media sosial yang dibuat anak atau dikelola orangtua dan menjaga agar interaksi daring orangtua dan anak tidak mengancam kedekatan, pembentukan kepercayaan anak pada orangtua,” tutur Annissa.
Membangun kepercayaan
Selanjutnya, orangtua perlu mengurangi intensitas dan durasi anak menggunakan gawai tersambung internet dan mengalihkan perhatian pada optimalisasi fungsi pengasuhan. Orangtua juga perlu mengurangi konflik dengan anak agar mereka bisa membangun kepercayaan yang holistik kepada orangtua dan secara terbuka mau bercerita soal pengalaman daring dan luringnya. Sebab, anak bisa memercayai orangtua karena mereka merasa aman dan tidak dihakimi atas apa pun yang mereka ceritakan kepada orangtua.
Penting bagi orangtua memberikan penerimaan positif tanpa syarat kepada anak, baik dalam konteks untuk membangun kedekatan maupun dalam upaya pemantauan.
”Penting bagi orangtua memberikan penerimaan positif tanpa syarat kepada anak, baik dalam konteks untuk membangun kedekatan maupun dalam upaya pemantauan,” kata Annissa.
Soal kesukarelaan anak bercerita kepada orangtua, menurut dia, menjadi pertanda bahwa orangtua sukses membangun relasi yang berkualitas dengan anak. Hal ini akan membantu orangtua dalam memantau aktivitas digital anak. Anak dapat memilih untuk menceritakan pengalaman daring dan luring saat makan malam bersama dengan orangtua atau saat berkumpul dengan orangtua di hari libur sekolahnya.