Mengetuk Hati Ketua DPR dengan Film ”Mengejar Mbak Puan”
Perjuangan PRT mendapatkan pengakuan atas profesinya masih terus terkatung-katung. Hingga kini RUU Perlindungan PRT tak kunjung dibahas dan disahkan DPR.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Selalu ada cara untuk berjuang. Bahkan, film pun menjadi sarana menyuarakan aspirasi. Itulah yang dilakukan para pekerja rumah tangga saat perjalanan legislasi dari Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga mandek (lagi). Padahal, prosesnya tinggal selangkah lagi, dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.
Menurut perkiraan pemerintah, seharusnya pada akhir Mei 2023 lalu, Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) yang sudah 19 tahun di DPR sudah masuk tahap pembahasan, kemudian disahkan menjadi UU menyusul diserahkannya daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU PPRT oleh pemerintah.
Seharusnya, langkah berikutnya sudah mulus. DPR tinggal menjadwalkan pembahasan draf RUU, kemudian mengesahkannya sebagai UU. Untuk masuk ke proses tersebut harus ada keputusan dari pimpinan DPR yang diputuskan dalam rapat pimpinan.
Namun, ternyata proses legislasi ini tiba-tiba berhenti. Informasi terakhir, kelanjutan RUU tersebut menunggu rapat badan musyawarah atau rapat pimpinan pengganti yang akan membahas RUU PPRT.
Ini bukan soal kita sangat membutuhkan kehadiran PRT, tapi ini bagian perwujudkan perlindungan pada seluruh warga negara, dan ini adalah amanat konstitusi.
Mandeknya proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat tak membuat pekerja rumah tangga (PRT) menyerah. Setelah aksi puasa/mogok makan sejak pertengahan Agustus 2023 lalu, tak berhasil juga menggugah hati pimpinan DPR, para PRT dan jaringan organisasi masyarakat membuat film dokumenter dengan judul Mengejar Mbak Puan.
Film berdurasi 17 menit yang diproduksi Konde.co, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), dan Perempuan Mahardhika ini diluncurkan pada Kamis (12/10/2023) di depan gerbang Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Film tersebut memperlihatkan kegigihan para PRT bersama organisasi JALA PRT dalam memperjuangkan UU PPRT.
”Film ini untuk mengetuk pintu rumah DPR, pintu hati Mbak Puan Maharani. Kami akan terus mengejar Mbak Puan, sampai mendapatkan UU PPRT, sesuai janji Mbak Puan,” ujar Lita Anggraini, Koordinator JALA PRT, yang berharap film tersebut benar-benar akan mengetuk hati Ketua DPR Puan Maharani.
Karena itu, sejumlah pesan disampaikan melalui film Mengejar Mbak Puan. Film ini menampilkan bagaimana para PRT menggelar aksi setiap Rabu yang dikenal sebagai aksi Rabuan PRT sejak Desember 2022.
Aksi itu kemudian menjadi aksi harian PRT, yang dilakukan setiap hari di depan Gedung DPR. Bentuk aksi mulai dari simbolisasi alat kerja PRT, seperti serbet, sapu, toilet, alat pel, hingga aksi mogok/puasa makan.
Bahkan, sejak pertengahan Agustus 2023 lalu, PRT serentak menggelar aksi puasa/mogok makan di gerbang Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dan di kota-kota yang menjadi tempat PRT bekerja. Langkah tersebut untuk mendorong pembahasan dan pengesahan.
”Perjuangan RUU PPRT tinggal selangkah lagi. Tinggal menunggu Badan Musyawarah DPR menjadwalkan dalam rapat paripurna dan dibahas oleh DPR. Namun, hingga sekarang sejak DIM pemerintah diserahkan ke DPR pada 16 Mei 2023, RUU PPRT belum juga dibahas di rapat paripurna DPR,” kata Lita Anggraini.
Karena itulah, film Mengejar Mbak Puan menjadi titik puncak perjuangan PRT untuk menembus UU PPRT. Hal ini agar PRT diakui sebagai pekerja di tengah pergulatan hidup mreka dalam memperjuangkan nasib dari diskriminasi dan kekerasan yang dialami setiap hari.
Hingga kini, para PRT melakukan berbagai upaya untuk mendorong dibahas dan disahkannya UU PPRT. Selain menggelar aksi, mereka juga terus menggalang dukungan dari berbagai organisasi dan lembaga serta melobi-lobi anggota pemerintah dan DPR-terutama pimpinan DPR.
Namun, hingga penutupan masa persidangan DPR tahun 2023-2024, pada 3 Oktober 2023 lalu, pimpinan DPR tak kunjung menggelar rapat pimpinan. Nasib RUU PPRT pun kembali terpuruk. Tidak jelas kapan kelanjutannya.
Berharap ditonton pimpinan DPR
Maka, melalui film Mengejar Mbak Puan, para PRT yang diwakili Jumiyem, Aang Yuningsih, Ajeng Astuti, Rizky, Siti Khotimah, dan Yuni Sri menyuarakan jeritan mereka yang menanti pengakuan negara atas status profesinya. Mereka berharap film tersebut segera ditonton Ketua DPR dan pimpinan DPR.
Film yang membawa misi PRT mengejar Ketua Puan Maharini hingga DPR ini diharapkan akan menggugah pimpinan DPR. ”Film ini dibuat sebagai pengantar komunikasi antara PRT dan Ketua DPR Puan Maharani secara khusus agar suara para PRT tersampaikan kepada lewat film,” kata Luviana Ariyanti salah satu sutradara film dokumenter tersebut.
Setelah diluncurkan, film tersebut akan diputar secara berkeliling di sejumlah kota di Indonesia. ”Untuk menambah atensi publik, film akan diputar secara berkeliling. Sejauh ini sudah ada 10 kota yang siap memutar film ini,” kata Mutiara Ika Pratiwi dari Perempuan Mahardhika.
Setelah peluncuran, perwakilan PRT, Nur Khasanah dari SPRT Merdeka Semarang dan Jumiyem dari SPRT Yogyakarta, memastikan film dokumentar Mengejar Mbak Puan diputar di daerah-daerah.
Perjuangan PRT mendapat dukungan dari sejumlah anggota DPR, seperti Luluk Nur Hamidah, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Namun, saat ini keputusannya ada di tangan pimpinan DPR.
”Ini persoalan mata batin. Saya tidak tahu bagaimana cara menjelaskan, kecuali kita tidak boleh menyerah. Ini bukan soal kita sangat membutuhkan kehadiran PRT, tetapi ini bagian perwujudan perlindungan pada seluruh warga negara dan ini adalah amanat konstitusi,” kata Luluk.
Kini, para PRT hanya bisa berharap, sebelum tahun 2023 berakhir, UU PPRT sudah disahkan. Semoga!